Aku cemburu...
***
"Menemanimu ke kota? Ngapain?"
[Name] mengerucutkan bibirnya kala meminta tolong pada seorang siscon akut dihadapannya. Yap, seorang Gauche Adlai.
"Aku mau membeli cemilan... Dan juga, ada buku yang harus aku beli," ucap [Name]. "Tolong ya? Temani aku! Wahai senior yang baik dan siscon."
"Ogah," tolak Gauche dengan entengnya. "Emangnya kau siapa aku?"
[Name] memasang wajah sweatdrop. "Ceilah, iya yang ada doi mah. Skip," cibir [Name] malas. "Nanti di ghosting, baru tau."
"Iri dek?" balas Gauche yang mulai kesal.
Perempatan imajiner tercetak di kening [Name]. Dia bersumpah akan memalak Gauche kalau berpacaran dengan crush-nya.
"Are~ kenapa [Name]-chan terlihat kesal?" tanya Luck yang menghampiri dua orang berbeda gender dan kewarasan itu.
[Name] bergidik mendengar suara yang selalu terdengar riang dan jahil itu. Gauche menyeringai kecil.
"Oi, Luck! [Name] butuh pendamping ke kota! Temani dia!" titah Gauche.
"WHAT?! ORA!" [Name] memekik melokal mendengar titahan asal Gauche pada Luck.
Luck memiringkan kepalanya dengan tanda tanya besar disana.
"Ke kota? Ngapain? Boleh kok!" ucap Luck. Nanya sendiri, jawab sendiri. "[Name]-chan, kamu tidak seharusnya mengajak Gauche! Dia itu punya pacar! Nanti kasian banget keliatan sama doi nya, di ghosting kena ntr deh~"
Perempatan imajiner besar muncul. "Apa katamu?!!!! Daripada kau! Udah prenjon, ga jadian lagi!" pekik Gauche emosi.
"Daripada ga jadian, udah di baperin duluan," ejek Luck.
"Gada bedanya..." gumam [Name] sweatdrop. "Yaudah. Terserah kalau mau nemenin. Asalkan jangan ganggu," ucap [Name].
"YEYY!! Aku gak akan ngeganggu!"
"Pinter boong ya dek..."
***
[Name] dan Luck kini berada di kota kastil Kikka. Luck berada disampingnya, memperhatikan gadis itu yang tampak semangat dan mengeluarkan air liur karena melihat banyak stan penjual makanan.
"Seperti anak kecil," gumam Luck pelan. Luck kemudian menggeleng. "Ano, [Name]-chan. Apa saja yang mau kamu beli? Aku harus membantu tidak?" tanya Luck.
[Name] menoleh kearah Luck. "Lumayan banyak sih. Aku perlu buku, dan beberapa camilan. Ah, apa kau mau beli gurita bakar juga? Aku traktir!" ucap [Name] semangat.
"Tumben baik?" ucap Luck yang membuat perempatan imajiner muncul di wajah [Name]. "Tapi makasih, aku aja yang traktir."
"Kamu kan miskin," ucap [Name] dengan watados.
Luck tertawa hambar. Maklum, didepannya ini anak bangsawan wangy-wangy, mana kedua kakaknya dijodohin sama keponakan raja.
"Laki-laki yang baik itu harus bisa mentraktir perempuannya," ucap Luck.
"-nya?" tanya [Name] bingung.
"Tidak-tidak aku salah bicara," sahut Luck. "Hehehe, kalau begitu ayo!"
Luck tanpa sadar menarik tangan [Name]. [Name] yang kaget, jadi salah tingkah dan wajahnya bersemu merah. Tapi dia langsung menjadi kalem.
Inget, kita itu harus kulbet meski hati doki-doki.
Luck dan [Name] pun menghampiri stan penjual gurita bakar. Luck langsung memesan dua dan menunggu sembari menggenggam tangan [Name] meski sang doi tidak sadar.
"Are? Luck! Apa kabarmu?"
Alunan suara yang terdengar seperti seorang wanita memanggil Luck. [Name] ikut menoleh saat mendengarnya. Dia dan Luck mendapati seorang gadis yang tampak seumuran dengan Luck, berwajah cantik nan ayu dan body yang bagus. Nampaknya dia bukanlah ksatria sihir.
"Lho? Lho? Bukannya kau yang waktu itu aku tolong?" tanya Luck.
Gadis itu tersenyum. "Ah, iya. Aku Remu! Bagaimana kabarmu dan pekerjaanmu sebagai ksatria sihir?" tanyanya.
"Cukup baik!" sahut Luck.
"Seperti biasa, semangat ya~" tutur Remu.
[Name] memperhatikan gadis itu. Keningnya berkerut kala merasa Remu yang sksd. Ingin rasanya dia memindahkan Remu, tapi sebagai seorang ksatria sihir, [Name] harus sopan dan menghargai orang lain.
"Hei, nona! Ini gurita bakarnya. Tampaknya laki-laki disebelahmu sibuk," ucap penjual gurita bakar itu.
[Name] mengambil kedua gurita bakar itu dan berterimakasih. Tentu saja, itu sudah dibayar lebih dulu oleh Luck.
"Ah, maaf! Aku sedang ada urusan dengan seseorang. Jadi, tolong agak menjauh," pinta Luck.
Remu tersentak. "Apa orang itu, yang tadi bersamamu?" tanya Remu.
"Kalian nyaman banget ngobrolnya," cibir [Name] yang bersidekap dada. "Kau membuang waktuku, nona."
Remu tertawa, terkikik geli. "Ah, aku ini padahal seorang bangsawan lho. Tak sopan sekali kau yang berstatus sekedar ksatria sihir, berbicara begitu?" ketus Remu.
[Name] mengangkat wajahnya sedikit, seolah angkuh. "Aku ini anak ketiga dari bangsawan Vaude. Kastamu masih dibawahku," ucap [Name].
"Hah?! A-apa katamu? Kenapa seorang Vaude di pasukan terburuk?!" protes Remu.
"Hoi!" Luck menegurnya. Ditatapnya Remu dengan senyum mengerikan bak sikopat. "Pasukan terburuk? Aku tak masalah soal itu! Tapi jangan membawa-bawa nama keluarga [Name]. Dia memang anak terakhir keluarga Vaude!"
Remu tersentak dan berlari mendengarnya. Luck menghela nafasnya. Ditatapnya [Name] yang diam dan menatap ke tanah.
"[Name]-chan, apa kamu tidak apa-apa?" tanya Luck.
[Name] menggeleng. "Aku tidak apa-apa... dia benar-benar mengganggu," balas [Name].
"Haha.. maafkan aku. Waktumu jadi terbuang sia-sia," ucap Luck.
"Aku cemburu..." gumam [Name].
"Eh? Apa?"
"Bukan apa-apa."
"Oh ya, omong-omong. Kemana gurita bakar punyaku?"
"....." [Name] tersentak. "Akan kuganti."
***
Dan aku merasa terganggu kalau dia bicara dengan perempuan lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You | Luck V.
Novela Juvenil❝ aku mencintaimu ❞ bagaimana caranya seorang ksatria sihir penggila pertarungan mengungkapkan perasaannya padamu secara terang-terangan? ©𝐁𝐋𝐀𝐂𝐊 𝐂𝐋𝐎𝐕𝐄𝐑 - 𝐘𝐔𝐊𝐈 𝐓𝐀𝐁𝐀𝐓𝐀