Gritte langsung menahan tangan Kaureen ketika mereka baru saja keluar dari ruang bimbingan konseling. Ia lagi-lagi mengucapkan kata maaf kepada Kaureen, namun pernyataan maaf tersebut sama sekali tidak digubris oleh Kaureen.
Bukan karena ia marah sehingga tidak mau memaafkan Gritte, tapi lebih ke arah kesal karena Gritte sudah berulangkali mengucapkan kata maaf.
"Stop minta maaf sama gue!."
Gritte menatap Kaureen lesu, ia melepaskan pegangannya pada lengan Kaureen, "maaf" cicitnya.
Kaureen menghela nafas panjang, ia meletakkan kedua tangannya di kedua bahu Gritte. Matanya menatap hangat wajah lesu Gritte, "Dengerin gue, lu gak salah Gritte, jadi stop minta maaf terus."
"Tapi gara-gara gue, lu jadi dihukum."
Kaureen kembali menghela nafasnya, ia menurunkan tangannya dari bahu Gritte, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia langsung berlalu menuju tengah lapangan untuk menjalankan hukumannya.
Gritte yang melihat itu pun langsung berlari menyusul Kaureen. Lagi dan lagi ia menahan tangan Kaureen sehingga membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
"Rin, gue-."
"Mendingan lu masuk kelas aja deh, daripada di sini minta maaf terus, kesel gue dengernya" potong Kaureen.
"Tapi Rin-."
Kaureen berdecak kesal, "udah sana masuk kelas" ujar Kaureen sambil mendorong pelan tubuh Gritte.
Gritte menghela nafas pasrah, ia menatap Kaureen sendu, "oke gue masuk kelas" setelah mengatakan itu Gritte berjalan dengan langkah lunglai menuju ruang kelasnya.
Sementara Kaureen melanjutkan jalannya menuju lapangan untuk menjalani hukuman yang Bu Uccu berikan yaitu mengelilingi lapangan sebanyak lima kali.
Beberapa murid melihat Kaureen dengan tatapan berbeda, termasuk seorang laki-laki yang tengah berjalan hendak menuju toilet.
Laki-laki itu berdecak, ia lantas berlari kecil untuk menghampiri Kaureen yang baru berlari setengah dari lapangan.
"Ngapain siang-siang gini lari?" tanyanya saat ia berhasil menghadang Kaureen sehingga gadis itu berhenti berlari.
"Dihukum."
Kening Albirru mengerut, "dihukum? dihukum karena kejadian tadi?" Kaureen mengangguk samar, "sialan banget itu anaknya si Asep" umpat Albirru lirih namun Kaureen masih bisa mendengarnya.
"Ikut gue" Albirru menarik tangan Kaureen.
Namun bukan Kaureen namanya jika tidak memberontak saat laki-laki itu menariknya paksa menuju pinggir lapangan, lebih tepatnya ke sebuah bangku yang berada di bawah pohon yang begitu rindang.
"Apaan sih?! gue belum selesai!."
"Udah tunggu dulu sebentar di sini, nanti habis itu lu jalanin lagi hukumannya."
Setelah mengatakan itu Albirru langsung berlari ke sebuah keranjang yang berisi beberapa peralatan olahraga, seperti berbagai macam bola, tongkat baseball dan sebagainya.
Dapat Kaureen lihat dari kejauhan Albirru sedang celingak-celinguk seperti mencari orang dengan tangan yang memegang bola basket.
Mata Kaureen membola ketika melihat Albirru dengan sengaja melempar bola basket yang tengah dia pegang ke arah seorang guru yang tengah berjalan di koridor.
Kaureen bangkit dari duduknya, hendak menghampiri Albirru dan menarik tangan laki-laki itu untuk bersembunyi, namun gerakan tangan Albirru yang seolah melarangnya untuk menghampiri dia membuat Kaureen mengurungkan niatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMBIS [Hiatus]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM DI BACA!] [SEQUEL CRAZY MARRIAGE] Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata dasar ambis atau ambisius memiliki arti keinginan besar untuk mencapai suatu harapan atau cita-cita. Seperti hal nya seorang laki-laki bernama Albirr...