Dengan posisi tengkurap di atas sofa, mengenakan kaos oversize dan celana pendek warna krim, Erin mengamati Cutie yang sedang asik menyantap makanannya di bawah-di samping sofa. Beberapa kali dia mengelus gemas pucuk kepala kucing berbulu hitam pekat itu.
"Makan yang banyak, ya, Cutie sayang," ujar Erin dengan nada yang dibuat imut.
Siapa sangka, Erin yang terkesan tegas dan cuek bisa memiliki sisi gemas saat berada di rumah, terlebih saat sedang bersama Cutie.
Lingga yang sedang berada di dapur tersenyum simpul, mengamati sepupunya yang berada di ruang keluarga. Ruangan yang terhubung langsung dengan dapur. Seperti melihat Erin yang manja saat masih kecil dulu, yang kerap merengek pada Lingga jika kebetulan diganggu teman-temannya.
"Ekhem." Rini berdehem, sedikit mendelik ke arah Lingga yang fokus melihat Erin. Tangan kanan cowok itu memegang pisau, hendak mengupas bawang yang tergolek di atas talenan.
"Eh, iya, Tan." Lingga terperanjat, pisau di tangannya nyaris terjatuh.
"Tadi sampai mana?""Baru sampai-kamu yang tiba-tiba bengong ngeliatin Erin sambil senyum-senyum," goda Rini membuat Lingga seketika gelagapan.
"Enggak, Tan, eng-enggak, kok. Siapa yang senyum-senyum," kilah Lingga.
"Pesona gue emang nggak ada duanya, Ngga." Mendengar percakapan mamanya bersama Lingga, dengan kepercayaan diri yang dimiliki, Erin menyahut. Kemudian mengubah posisinya, menopang dagu dengan kedua tangan dan mengerlingkan matanya. Membuat Lingga bergidik, dia harus memutar otak untuk segera berdalih.
"Siapa juga yang liat lo, orang gue lagi liatin Cutie, kok. Tu-tu." Lingga melebar-lebarkan matanya mengarah pada Cutie, tangannya masih memegang pisau dan juga bawang merah.
"Ya ... ya ...." Erin memutar bola matanya ke atas.
"Udah udah, bertengkar melulu, lama-lama mama jodoh-in juga kalian." Rini menyela sebelum perdebatan keduanya semakin menjalar, dia lantas melipat kedua lengannya di depan dada, sambil menggeleng-geleng tidak habis pikir.
"Dih, ogah banget, Ma."
"Ow ow, jangan dong, Tante." Lingga menggoyangkan telunjuknya. "Kan aku lagi memperjuangkan cinta aku pada seseorang, Tan. Aku yakin, challenge kali ini aku pasti menang," lanjutnya bergairah dengan senyum sumringah.
"Hmm ...." Rini menghela nafas. Sambil memasukkan bahan bumbu yang sudah dipersiapkan ke dalam wadah blender, dia berujar, "Tante jadi penasaran, seperti apa sih orang yang lagi diperjuangin, sampe rela belajar masak rendang gini."
"Dia itu cantik banget, Tan. Putih ... lembut ... feminin-," ucap Lingga dengan penekanan sambil melirik-seolah-olah menyindir ke arah Erin yang saat itu memutar bola matanya malas dan sontak berbalik mengubah posisinya dengan tidur telentang, meninggalkan Cutie yang masih anteng menyantap makannya. "Pokoknya, mirip-mirip es krim vanila deh, Tan." Sembari memerhatikan Rini yang sudah menuang bumbu halus ke dalam wajan, Lingga melanjutkan dengan sedikit cengengesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cousin Zone [SEDANG REVISI]
Teen FictionPerjuangan Lingga dan Ziyan untuk merebutkan hati Adelin semakin sengit. Berbagai challenge yang diberikan Adelin sudah mereka jalani. Demi memenangkan beberapa challenge, Lingga meminta bantuan sepupunya, Erin. Seiring berjalannya waktu, tanpa dis...