Perjuangan Lingga dan Ziyan untuk merebutkan hati Adelin semakin sengit. Berbagai challenge yang diberikan Adelin sudah mereka jalani. Demi memenangkan beberapa challenge, Lingga meminta bantuan sepupunya, Erin.
Seiring berjalannya waktu, tanpa dis...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sambil menunggu sore yang sebentar lagi datang, Erin berdiri di dekat pembatas rooftop. Langit sedikit berawan, sepertinya hujan dengan intensitas sedang berpotensi turun sore ini.
Kali ini dia menunggu sore sendiri, Lingga sedang mengikuti challenge, setelah tadi pagi, hari terakhir belajar memasak dengan mamanya.
"Ceriaaaaaaa ...."
Erin sangat mengenali suara yang baru saja menyapa gendang telinganya. Segera dia menoleh dan mendapati Lingga berlari ke arahnya dengan senyum sumringah. Berbeda sekali dengan waktu itu. Syukurlah, kali ini Lingga menghampirinya dengan tampang bahagia.
Erin dapat melihat, Lingga mempercepat langkah, lantas segera meraih tubuhnya. Mengangkat, lalu berputar. Demi menjaga keseimbangan, spontan Erin berpegangan pada kedua bahu sepupunya itu.
"Gue menang, Rin, gue menang challenge memasak," teriak Lingga bergairah. Untuk sesaat tidak peduli bagaimana beratnya tubuh Erin. Sampai pada akhirnya ... 'krek' Lingga tiba-tiba merasakan pinggangnya seperti patah, sekonyong-konyong dia melepas tubuh Erin. Membuat pantat gadis itu terbentur cukup kuat dengan lantai semen rooftop.
"Kampret!" umpat Erin, dia meringis dan memegangi pantatnya.
"Siapa juga yang nyuruh lo angkat gue," Erin berkata kesal, mencoba beranjak berdiri dengan susah payah.
Lingga menggaruk tengkuknya, dia cengengesan, lalu mengikuti Erin yang kembali berdiri di dekat pembatas rooftop. Berdiri berdampingan, melihat jalanan yang masih lumayan padat. Untuk sesaat, suasana menjadi hening.
Erin menghela nafas kasar dan memulai pembicaraan. "Ngga, gue mau nanya."
"Mmm, apa? Kalau lo mau nanya gue naksir sama lo atau nggak lagi. Jawabannya nggak," Lingga menjawab tanpa menoleh.
"Isssh, siapa juga yang mau nanyain itu." Erin menoyor kepala sepupunya dengan telunjuk.
"Terus apa? Jangan bilang lo mau nanya soal mate-matika. Sorry, gue belum belajar."
"Njir, bukan itu juga, Ngga."
"Ya terus?" Kali ini Lingga menoleh, sebelah alisnya terangkat, meminta jawaban.
"Kalau seandainya lo ketemu sama Liana lagi, gimana?"
Lingga diam sejenak, tanpa menoleh dia menjawab, "Ya ... nggak gimana-gimana. Kenapa tiba-tiba nanyain ini, sih?"
"Gue tau lo lagi nyariin dia. Waktu itu lo nggak sengaja liat dia di rumah sakit, kan?"
"Cek," Lingga berdecak. "Si Ziyan memang mulutnya ember banget dah," lanjutnya sambil menggeleng-geleng. Tahu betul dari mana sepupunya mendapat cerita itu.