"Aku diharuskan untuk ikhlas, disaat aku masih belum percaya bahwa mama pergi untuk selamanya."
Sepi, hampa. Semilir angin malam menyusup memasuki pori-pori. Lampu-lampu jalanan berjejer rapi. Beberapa toko sudah mulai tutup, ini baru jam setengah sepuluh. Lingga berdiri di pinggiran rooftop, tangannya mencecah pembatas seukuran pinggangnya.
Inilah Lingga yang sesungguhnya, seorang siswa SMA kelas sebelas yang kerap merasa kesepian. Memiliki papa yang jarang di rumah, kakak yang sibuk bekerja, dan mama yang sudah tidak ada.
Dia menengadah ke langit, hanya beberapa bintang di sana, juga bulan yang diselimuti awan.
"Ma, Lingga kangen," lirihnya dengan mata berbinar, berusaha membendung air mata yang hendak merembes keluar.
"Lingga rasa, Lingga sedang berjalan tanpa tujuan, Ma. Lingga bingung, Lingga sendiri."
Diluar kesehariannya di sekolah, bersama Erin juga Ziyan dan teman-temannya yang lain. Di sisi lain, hidup dengan keluarga yang tidak lengkap membuatnya kerap merasa kesepian, jauh dalam hatinya dia membutuhkan perhatian.
Challenge? Itu adalah salah satu pelarian untuk mengisi kekosongan, di samping melakukan hobby-hobbynya bersama Erin di atas rooftop.
Senyum kecut terukir di bibir Lingga, dia beralih duduk di atas bangku yang biasa didudukinya bersama Erin. Kemudian mengambil sebatang rokok dari saku celana dan menyulutnya setelah rokok itu tersemat pada bibir merahnya.
Sekali menyesap rokok, berkali-kali dia batuk-batuk setelahnya. Lingga melakukannya berulang kali. Cowok itu sebenarnya tidak bisa merokok, tapi begitulah dia, sesekali, jika perasaan kalut sedang menghampirinya.
"Lagi-lagi lo kayak gini."
Entah sejak kapan Raka duduk di sampingnya. Kedai sudah tutup dan kedua teman Raka-Yosi dan Tini-juga sudah pulang.Lingga menoleh, matanya memerah.
"Gue juga kangen berada di tengah-tengah kehangatan keluarga yang utuh," tutur Raka, seolah tahu apa yang dirasakan adiknya.
Lingga meletakan rokoknya di atas meja, kembali menatap ke depan.
"Nggak ada orang yang benar-benar siap kehilangan, Ngga. Rasanya nyaris mustahil buat relain itu, tapi itu udah takdir dari yang di atas. Dalam situasi kayak gini, kita dituntut untuk ikhlas, sabar dan kuat."
Kalimat itu, Lingga pernah mendengarnya juga dari seseorang. Cewek dengan senyum manis dan rambut tergerai. Dia sedikit menarik sudut bibirnya. Mengingat sekilas kenangan masa SMP-nya.
"Iya, dalam situasi kayak gini, papa seharusnya selalu ada buat kita."
"Dia juga kerja buat kita, Ngga."
Kali ini Lingga meliukkan lehernya, menatap nanar Raka yang juga melihat ke arahnya. "Dulu papa juga kerja, tapi nggak sesering ini ke luar kota," tampik Lingga, membuat Raka diam sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cousin Zone [SEDANG REVISI]
Ficção AdolescentePerjuangan Lingga dan Ziyan untuk merebutkan hati Adelin semakin sengit. Berbagai challenge yang diberikan Adelin sudah mereka jalani. Demi memenangkan beberapa challenge, Lingga meminta bantuan sepupunya, Erin. Seiring berjalannya waktu, tanpa dis...