Bagian 9 (Tali Rafia)

57 30 6
                                    

"Perlakuan-perlakuan kecil yang berhasil buat gue semakin luluh. Rasanya kayak nemu emas se-ember."

Malam minggu,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam minggu,

Sudah sekitar lima belas menit Erin mematut diri di depan cermin seukuran tubuhnya. Memeriksa apakah penampilannya sudah baik atau tidak untuk ke acara anniversary kedai yang pertama.

Lihatlah apa yang membalut tubuhnya sekarang, dress-berwarna silver-selutut dengan bagian atas yang terbuka, hingga memamerkan lengan kencangnya. Itu adalah satu dari tiga dress yang dia punya, itu pun dibelikan mama. Karena memang dia malas untuk menimbun banyak baju yang ujung-ujungnya hanya mengendap dalam lemari. Untung-untung tidak digerogoti rayap.

Kali ini Erin beralih meneliti setiap lekuk wajahnya pada cermin. Tadinya dia hanya memakai bedak dan lipstik warna natural. Beruntung Lusy segera datang ke rumahnya, dan merombak riasannya. Erin memang sengaja menyuruh cewek brtubuh tinggi kurus itu untuk menjemputnya, karena Lingga sudah berada di kedai sepulang dari makam tadi sore.

"Udah deh, udah cantik lo, lama-lama pecah juga tu cermin, Rin." Sepertinya Lusy yang sedang duduk di kursi sebelahnya mulai jenuh, menunggu sahabatnya yang berulang kali memeriksa penampilan. "Jadi mau berangkat jam berapa, sih, kita."

"Kok gue ngerasa ada yang kurang gitu, ya." Tanpa menimpali ucapan cewek kurus itu, dia masih mematut diri di depan cermin, masih meneliti penampilannya. Entah kenapa dia ingin tampil lebih cantik malam ini. Apa karena Lingga? Baiklah cowok bertubuh tinggi itu mulai mengusik kesehariannya.

Lusy bersungut. "Iya, ada yang kurang," sahutnya dongkol.

"Apaan?"

"Kurangnya, lo itu jomblo. ERINA."

"Kampret," balas Erin singkat sambil mengangkat tinjunya, berancang-ancang hendak memukul. Tentu saja Lusy mengambil posisi membuat tameng dengan kedua tangannya, padahal dia tahu Erin tidak sungguh-sungguh ingin menghajarnya. Cewek yang terbiasa dengan rambut dikuncir kuda itu kembali mengalihkan tatapan pada cermin. Kali ini dia merapikan rambutnya yang jarang-jarang dibiarkan tergerai.

Mungkin lelah menunggu akhirnya Lusy bangkit dari duduknya. "Gue tinggalin juga lo."

"Eh, wait wait." Erin segera berbalik, sebelumnya meraih tas selempangnya di atas meja, segera menyusul Lusy yang sudah berada di ambang pintu.

Lusy menoleh, "Gandeng," ucapnya. Lengan kirinya sudah membentuk gagang cangkir, matanya memberi isyarat pada Erin untuk menggandengnya. Daripada tidak ada gandengan, gandeng sahabat pun tak apalah. Erin segera menghampiri cewek bertubuh kurus itu.

Saat akan melintas di ruang tamu, mendadak Erin dan Lusy menghentikan langkah. Suasana tegang sepertinya sedang menyelubungi ketiga orang yang sedang duduk di sofa. Orang tua Erin, dan Rudi yang tidak lain adalah kakak kandung dari mamanya Erin sekaligus papa dari Lingga dan Raka. Mungkin mereka menyadari kehadiran dua cewek yang sudah berdiri diantara mereka, sesegera mungkin ketiganya diam, bersikap seolah biasa saja.

Cousin Zone [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang