SUDAH DITERBITKAN OLEH REX PUBLISHING DALAM RANGKA NULIS MARATON BATCH 2
***
Alejandro Rexford membenci segala bentuk pengendalian, kecuali atas dirinya sendiri. Karena itulah ia membenci Quorra Wyatt yang secara fisik maupun mental mengambil alih p...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Musim dingin Santander, Madrid, 17 Februari 08.50 a.m.
Alejandro tidak tahu bahwa dibutuhkan betapa banyak keberanian yang harus kukumpulkan untuk mencium pipinya. Namun, respons yang diberikan pria itu justru meyakinkan aku kalau usaha tersebut hanyalah sia-sia belaka dan menerbangkan kepercayaan diriku.
Smirk smile yang terlihat tampan, cerdas dan penuh kharisma seorang pemegang kendali menghiasi wajah Alejandro ketika dia menuduh, “Wah ... wah ... wah ... pantas saja kau memilih pilar paling bekalang yang sepi. Rupanya kau memang berencana menyerangku ya, Mi Querre?”
“T-tidak,” elakku cepat-cepat. Gelengan menyertai tanganku yang bergerak-gerak di depannya guna mempertegas kata-kataku. “Ke-kebetulan sekali kita berhenti di sini. Aku melihatmu murung dari tadi dan itu membuatku khawatir. Apakah terjadi sesuatu padamu? Apakah itu berkaitan dengan proyek ballroom ini? Tapi rupanya bukan dan kau sudah mengatakan ada kaitannya dengan proyek barumu. A-aku hanya ingin memberimu semacam ... penyemangat. Yah, semacam itulah. Jadi, itu tidak ada hubungannya dengan pilar ini sama sekali.”
Selama penjelasan panjang lebar dan cepat itu, aku gelagapan lantaran gugup sekali. Bagaimana mungkin dia bisa meledekku seperti itu? Ih! Dasar Alejandro! Menyebalkan! Membuatku tidak percaya diri saja! Namun, justru bagian itulah yang termasuk salah satu dari sekian hal yang kusukai dari Alejandro.
Em, baiklah. Lupakan soal itu karena kupikir apa pun yang dilakukan atau berkaitan dengan Alejandro, aku menyukainya dari segala aspek. Ini mungkin sangat berkaitan erat dengan rasa cintaku pada pria itu yang kian besar semenjak aku menyerahkan jiwa dan ragaku sepenuhnya pada Alejandro.
“Benarkah?” tanya pria berbadan tegap ini dengan sorot mata yang seolah-olah kapan saja bisa menerkamku hidup-hidup dan aku tidak bisa lari atau melawannya.
“Sungguh.” Aku berdeham sekali sambil memejam beberapa kali dan mengangguk-angguk sebelum melanjutkan, “Ekhm, sepertinya kau sudah kembali bersemangat. Jadi, saatnya kita kembali bekerja.”