SUDAH DITERBITKAN OLEH REX PUBLISHING DALAM RANGKA NULIS MARATON BATCH 2
***
Alejandro Rexford membenci segala bentuk pengendalian, kecuali atas dirinya sendiri. Karena itulah ia membenci Quorra Wyatt yang secara fisik maupun mental mengambil alih p...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Musim panas Santander, Madrid 18 September, 06.20 a.m.
Sebagai seorang pria tidak sabaran, menunggu Quorra menjawab pertanyaanku merupakan lain hal. Sebaliknya, apabila penantian ini membuahkan hasil bagus dalam perkembangan hubungan kami, itu patut kulakukan.
Sayangnya, aku lupa bahwa Quorra sedang tidak dalam keadaan baik untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Sehingga, sebelum dia melontarkan kalimat balasan, aku lebih dulu berkata, “Aku lupa kau mabuk semalam. Pasti kepalamu sakit dan perutku pengar sekarang. Tidak seharusnya aku menanyakan itu. Lupakan saja.”
Aku bisa bertanya kapan-kapan. Masih banyak waktu yang akan kuhabiskan bersama Quorra.
“Betapa pengertiannya kau,” desah Quorra dengan suara serak. Aku membayangkan dia sedang memejam, berguling di kasur dan tersenyum ketika mengatakan itu.
“Kalau begitu, sampai jumpa akhir pekan nanti.”
“Alex,” panggil Quorra cepat-cepat.
Niatku memutus sambungan pun buyar. “Ya?”
“Apa itu sangat penting untukmu?”
“Apanya?” tanyaku tak mengerti.
“Aku harus menjawab pertanyaan merindukanmu atau tidak,” balas Quorra ragu-ragu.
Satu dengkusan lolos dari bibirku. Pandanganku yang semula tertuju pada jendela luar mobil kini berpindah ke awan. Hari ini langit cerah di Santander. Warna birunya yang menemani perjalananku ke penthouse sebelum bekerja mengingatkanku pada warna mata Quorra kala terpapar cahaya. Bentuknya yang bulat akan menyipit, tetapi kilatan-kilatannya masih tampak.
Aku lantas menjawab, “Tentu. Sangat penting bagiku untuk mengetahui kau merindukanku atau tidak.”