Chapter 17

245 34 29
                                    

Selamat datang di chapter 17

Tinggalkan jejak dengan vote, komen, atau benerin typo

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do

♥️♥️♥️

____________________________________________________

Aku memang sangat menyukai senyum Quorra, tetapi di lain kondisi aku begitu membencinya karena dengan hebatnya itu bisa mempengaruhi diriku

—Alejandro Rexford
____________________________________________________

—Alejandro Rexford____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Musim semi
Santander, Madrid, 29 Mei
06. 11 a.m.

Aroma masakan yang menggiurkan dan olahan bahan makanan yang dimasukkan minyak panas mengusik tidur nyenyakku. Dengan tidak ikhlas, aku mengernyit lalu mengerjap lambat satu kali, sebelum membuka mata malas-malasan. Rasa kantuk yang semula masih mengepungku tanpa ampun kini mulai meloloskan diri melalui kuap yang keluar dari mulutku. Sambil meregangkan otot-otot lengan, kepalaku pun meneleng ke kiri dan kanan untuk menganalisa di mana diriku berada.

Berhubung merasa tidak asing di ruang tamu dengan desain interior khas ini, gelombang kejut yang menyergapku membantu tubuhku duduk. Selimut rajut warna pirus yang membungkus dada hingga kakiku secara otomatis menggelincir ke lantai berlapis karpet bulu putih.

Kemeja putih dengan dua kancing teratas terbuka yang melekat di tubuhku tidak sengaja menjadi sasaran pandanganku berikutnya. Dasinya jelas sudah dicopot bersamaan dengan suit hitamku. Tidak hanya itu, pantofel dan kaus kaki yang kurasakan masih kupakai semalam juga sudah tidak ada.

Sekali lagi aku melihat sekeliling dan menemukan cahaya matahari melewati tirai yang dibuka. Dari baliknya, danau sejernih berlian yang berpinar-pinar seolah menyapaku. Ternyata, danau itu sudah mencari sepenuhnya. Ingatanku pun lantas terlempar kembali ke momen tadi malam.

“Sial!” desisku parau sambil mengusap wajah.

Padahal semalam aku hanya berniat tidur sebentar di sofa ruang tamu Quorra lalu pulang naik Tesla hitamku, bukannya naik taksi seperti usul wanita itu. Rupanya, aku malah ketiduran sampai pagi. Dan entah bagaimana benda-benda yang semula masih melekat di tubuhku bisa lepas dari sana.

Ini pasti gara-gara sudah sejak lama aku tidak mendapat kualitas tidur layak dan tawaran Quorra untuk beristirahat di sini begitu menggoda akal pikiran serta ragaku yang lunglai. Membelai ketenangan yang membentuk kenyamanan. Segala macam pikiran dan kemurunganku akan dia kontan hilang. Maka, tidurku pun nyenyak, seperti tanpa beban. Selalu begitu kalau berkaitan dengan Quorra—kendati kali ini aku hanya tidur di sofa ruang tamunya.

THE DEVIL EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang