2. Rumah pohon

220 43 21
                                    

Let's play - Kita Usahakan Rumah Itu by Sal Piradi ♪ (biar menghayati). wajib bgt di play! biar tambah feelnya.

“Rumah kita yang semula kokoh, kini hampir roboh.”

Aiden mengucak-ngucak matanya, tak terasa hari sudah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aiden mengucak-ngucak matanya, tak terasa hari sudah malam. Aiden menyapu pandangannya ke arah jendela, melihat masih hujan atau tidak. Sudah tidak ternyata, baiklah sebentar lagi ia akan pulang.

Lalu, matanya langsung beralih menatap ke arah Aidan. Berharap Aidan sudah membuka matanya.

Tapi sayang, Aidan tetap tidur.

"Abang masih nggak mau bangun juga, ya? Yaudah deh, gapapa. Jangan lama-lama tapi! Nanti Iden kangen lagi." ujarnya dengan raut wajah kecewa.

"Iden pamit pulang dulu ya, Bang? Udah malem. Mama sama Papa pasti nungguin Iden pulang. Nanti kalau Iden ke sini lagi, bangun, ya!" pamitnya pada Aidan yang masih tertidur pulas.

"Dadah Bang Idan!" ujarnya sebelum benar-benar pergi dari ruangan Aidan.

Cukup lega. Walaupun, hasilnya masih sama. Rindunya sedikit berkurang setidaknya.

Aiden langsung menaiki motornya, bergegas pulang karna hari sudah malam.

Tak sengaja, Aiden melewati Taman Cempaka. Semua memori yang terekam jelas diingatannya kala itu terlihat lagi.

Aiden kini malah memarkirkan motornya, sepertinya ia ingin bernostalgia dengan Taman ini.

Irisnya memandangi segala arah, keadaannya sama. Rumah pohonnya, masih sama.

Rumah pohon yang mereka buat berdelapan.

Rasanya sudah lama tak mengunjungi rumah pohon ini. Aiden segera naik ke atas, ingin melihat kondisi rumah pohon yang sudah terbengkalai hampir kurang lebih tiga tahun ini.

Banyak debu. Foto-foto berdelapan milik mereka yang sengaja dipasang pun berdebu. Aiden segera membersihkannya. Untungnya ada sapu di sana. Kemoceng, dan lain-lain juga ada. Hasil bawa barang-barang punya sekolah, Aidan yang ngajak waktu mau bersih-bersih rumah pohon tiap seminggu sekali, katanya daripada beli barangnya mending nyolong punya sekolah. Alhasil, barang-barang punya sekolah ada di sini, sebagian.

Saat membersihkan, bulir-bulir kristal berjatuhan, Aiden melihat kata-kata yang membuatnya menangis.

“Angka 8 itu nggak ada putusnya, sama kayak persahabatan kita. Selamanya, tanpa putus.”

Ia ingat betul kata-kata itu, dulu Avel yang menuliskan ini. Lalu Azriel yang menempelkannya.

Di sebelahnya lagi, malah semakin membuat Aiden menangis kejer.

“Rumah itu kita.”

Rumah.

Ya, rumah.

Rumahnya sekarang hampir ... roboh, sudah tak kokoh lagi. Sebelah pelindung sayapnya bahkan hilang. Tak ada lagi rumah bagi Aiden sekarang.

iii. Nefelibata - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang