14. Duka lara Azriel

112 26 23
                                    

Pagi ini, Azriel harap menjadi pagi hari yang menyenangkan. Azriel harap, hari ini ada keajaiban. Setidaknya, sedikit pun tak apa. Asalkan, harinya sedikit cerah.

Karna hari-harinya, selalu gelap gulita. Tiada hal menyenangkan.

Setelah bangun dari tidurnya ia langsung berjalan menuju dapur, memasak sarapan untuk keluarga tercintanya. Meski ia tahu, kemungkinan besar masakannya tidak akan dimakan. Tapi tak apa kan kalau ia berusaha? Siapa tahu hari ini mereka berbeda.

Terdengar derap langkah kaki dari tangga sana, Azriel segera menoleh, menampilkan sang Kakak—Avel yang tengah berjalan menuruni tangga hendak menghampiri dapur.

Saat matanya bertemu dengan manik coklat sang Kakak, Azriel segera menundukan kepalanya. Enggan menatap sang Kakak, takut jika sang Kakak akan marah padanya.

Tangannya bergerak tuk menyusun masakannya di piring, merapihkan meja makan tanpa menyapa sang Kakak. Sebenarnya ia sangat ingin menyapa sang Kakak, tapi ia takut, takut sang Kakak malah merespon dengan kebalikannya.

"Nunduk mulu lo, kenapa sih?" Avel bersuara juga, setelah lamanya memperhatikan gerak-gerik sang Adik yang menurutnya cukup aneh. Ke mana sosok Adiknya yang ceria itu? Biasanya, mau respon darinya baik atau tidak Azriel akan selalu menyapanya dengan ceria. Tapi, kenapa hari ini tidak? Ada apa dengan Azriel?

Azriel terdiam. Tidak ada niat menjawab pertanyaan sang Kakak, ia malah menyibukan diri dengan mencuci piring.

"Kalau ditanya itu dijawab, anjing!" sontak membuat Azriel terperanjat, piring yang ia pegang pun hampir saja terjatuh bila Azriel tidak sigap menahannya. Suara dengan nada tinggi yang dilontarkan oleh sang Kakak membuatnya terkesiap.

"Lo anggep gue apa hah? Angin?!" lagi dan lagi, ucapan sang Kakak membuatnya terkesiap. Matanya bahkan spontan terpejam saking kagetnya.

"Kalau sama yang lebih tua itu sopan! Punya mulut sama telinga kan lo?" dengan pelan, Azriel membalik arah. Memberanikan diri bersitatap dengan manik coklat yang terkesan menyeramkan sekarang ini.

"Gue nanya lo anjing, dijawab bukan diem aja!"

"M-maaf, Kak." dengan terbata-bata Azriel berusaha mengatakannya, berharap sang Kakak tidak akan marah setelah ini.

"Cih, nggak guna." Avel berdecih, menatap remeh sang Adik. Mulai mencoba masakan di hadapannya yang jelas-jelas hasil buatan sang Adik.

"Lo masak apaan anjing?! Nggak enak gini! Hambar! Kalau nggak bisa masak nggak usah sok masak, nggak guna tau lo?!" ujar Avel dengan nada tinggi, yang berhasil membuat Azriel terkejut, matanya langsung menatap sang Kakak yang terlihat marah, mukanya merah padam.

"M-maaf, Iel masih belajar, Kak. Maaf. Iel pesenin makanan baru aja, ya?" kata Azriel dengan lembut.

Avel mendelik malas, menatap jijik sang Adik. "Males. Gue bisa makan di kantin nanti. Beresin. Buang. Bunda nggak akan mau makan masakan hambar kayak gini. Lain kali nggak usah masak, ngabisin bahan-bahan doang!"

"Tunggu, Kak!" Azriel mengejar sang Kakak yang sudah bersiap untuk menaiki motor, bersiap pergi ke sekolah.

Avel berdecak, lalu menautkan kedua alisnya seraya bertanya. "Ini, Iel bikinin bekel buat Kakak. Bawa, ya?" ujarnya sembari menyodorkan kotak bekal pada Kakak tercintanya.

Avel memutar bola matanya malas. "Nggak perlu. Pasti masakan lo sama kan kayak yang tadi? Pasti rasanya hambar,"

"Beda, Kak! Iel bikin beda buat bekel Kakak, bawa ya, Kak? Biar hemat uang jajan juga kalau bawa bekel." ujarnya penuh dengan harap. Berharap sang Kakak mau menerima bekal buatannya.

iii. Nefelibata - UN1TYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang