📍Bab 5📍

918 83 7
                                    

Hari ini, Hyunjae pergi ke kampus seperti biasa. Sepanjang harinya hanya digunakan untuk mengikuti kelas, kursus tambahan, mengerjakan tugas. Selesai kelas nanti, Hyunjae lalu ke kafe dan bekerja sebagai pelayan di sana. Hidup yang benar-benar membosankan. Namun, tak ada yang bisa Hyunjae lakukan. Ia hanya ingin bisa menyambung hidup.

"Jiyoon," panggil Hyunjae.

Perempuan bergaya tomboy itu menoleh. "Ya?"

"Kamu temennya Juyeon, 'kan?"

Jiyoon mengangguk membenarkan. Hyunjae tersenyum tipis. "Boleh tahu Juyeon dimana sekarang?" tanya Hyunjae.

Jiyoon tersenyum simpul. "Biasanya Juyeon yang nyari Kak Hyunjae. Sekarang gantian nih?"

"Eh?" Pipi Hyunjae merona. Jiyoon tertawa pelan.

"Juyeon hari ini gak dateng ke kelas. Tadi dia titip pesan ke aku. Katanya dia lagi ada acara. Dia diangkat jadi CEO baru di perusahaan ayahnya. Ayahnya menyerah sama masalah perusahaan mereka akhir-akhir ini. Jadi kayaknya Juyeon bakal sibuk beberapa minggu ke depan," jelas Jiyoon.

Hyunjae manggut-manggut. Entah kenapa, ada rasa kecewa dalam lubuk hatinya.

"Kak Hyunjae punya nomornya Juyeon? Kalau gak punya, aku kasih nih." lanjut Jiyoon.

Hyunjae menggeleng sambil tersenyum simpul. "Enggak usah. Makasih, ya?"

Jiyoon mengangguk. "Sama-sama, Kak. Langgeng ya kalian."

Setelah itu, Jiyoon terkikik kecil dan berlalu pergi meninggalkan Hyunjae dengan pipi merahnya.

●●●

Hyunjae mendesis kesal. Pagi-pagi sekali, Younghoon sudah ada di depan apartemennya. Ia mempersilahkan sahabatnya itu masuk. Hyunjae duduk di sofa depan televisinya.

"Jadi gimana, Jae? Juyeon mau tanggung jawab?"

Hyunjae menghela napas dan menunduk. Hal itu membuat Younghoon turut menghela napas dan memutar bola mata. Younghoon mengambil duduk di samping sahabatnya itu.

"Dari mukamu aja aku dah tahu jawabannya. Dah, Jae. Kamu jangan keras kepala. Ayo gugurin anak dalam perutmu itu,"

Hyunjae menoleh cepat. Wajahnya berkerut hendak menolak, namun Younghoon melanjutkan ucapannya. "Demi kebaikanmu."

Hyunjae mendesah panjang. Ia menatap Younghoon dengan pandangan memohon. "Plis, Hoon. Aku bisa kok rawat dia sendiri."

Younghoon menggeleng. "Aku gak mau beban hidupmu tambah banyak. Kamu rawat diri sendiri aja gak bisa. Apalagi rawat bayimu."

"Emhh-" Hyunjae menutup mulutnya dengan telapak tangan. Dengan panik ia berlari ke arah kamar mandi. Mendadak ia mual.

Younghoon memijat pelipisnya. "Morning sickness." gumamnya sambil beranjak dan menyusul Hyunjae ke kamar mandi. Younghoon memijat tengkuk yang lebih muda. Ia meringis menatap wajah Hyunjae yang memerah. Sungguh, Younghoon iba pada Hyunjae.

Setelah Hyunjae merasa lebih baik, keduanya lalu kembali duduk di ruang tengah. Younghoon berlari ke dapur. Laki-laki yang berprofesi sebagai dokter kandungan itu lantas membuatkan minuman hangat untuk sahabatnya. Hyunjae di ruang tengah hanya menghela napas berkali-kali. Morning sickness yang beberapa hari ini ia alami membuatnya lemas dan malas beraktivitas.

Tak lama, Younghoon kembali dengan secangkir teh jahe di tangannya. Ia menyodorkannya pada Hyunjae yang diterima pelan-pelan oleh Hyunjae.

STAY || JumilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang