📍Bab 8📍

802 72 2
                                    

Vote dan jangan jadi silent readers please. Saya ga butuh silent readers soalnya.

Kasar? Memang.

.
.
.

Setengah hari Hyunjae habiskan bersama Suzy—mama Juyeon. Menjelang sore hari, Juyeon mengajak Hyunjae ke pusat perbelanjaan. Mereka membeli banyak barang, sebagian besar untuk keperluan Hyunjae selama hamil, sebagian kecilnya adalah jas untuk Juyeon.

Jam menunjukkan pukul setengah tujuh saat Juyeon dan Hyunjae duduk di restoran ayam. Mereka makan malam bersama dengan suasana tenang.

"Kak Hyunjae makannya berantakan. Lucu." Juyeon tersenyum simpul seraya membersihkan sudut bibir dan dagu Hyunjae dari mayonaise dengan jempolnya.

Hyunjae meringis kikuk. Ia meletakkan tulang ayam di piringnya yang telah kosong. Perutnya terasa penuh. Hyunjae meminum susunya hingga habis tanpa sisa. Laki-laki yang sedang hamil itu meringis sambil menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi, merilekskan tubuhnya.

"Kekenyangan," celetuk Hyunjae.

Juyeon terkekeh, "Gak papa. Kan nutrisinya bagi dua sama si baby," ujarnya. Hyunjae memalingkan wajahnya, berusaha menyembunyikan pipi merahnya dari pandangan Juyeon.

Tak lama, pelayan datang membersihkan meja mereka. Setelah itu, pelayan undur diri kembali ke belakang. Juyeon meraih tangan Hyunjae, menggenggamnya. Hyunjae menatap Juyeon bingung.

"Kak, bayinya nanti kita namain siapa?" tanya yang lebih muda.

Hyunjae menautkan alisnya. Ia mendengus pelan. "Bahkan kita belum tahu bayi ini laki-laki apa perempuan. Kenapa buru-buru banget, Juy?"

Juyeon nyengir. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya, merasa malu atas pertanyaan konyolnya. "Hehe, aku gak sabar aja. Kak, aku seneng bisa ketemu kamu," Juyeon tersenyum manis.

Hyunjae ikut tersenyum, "Aku juga seneng."

"Aku ngerasa beruntung bisa jadi ayah buat anak kita nanti. Padahal pas awal-awal aku deketin Kak Hyunjae, aku dah siap kalau aku gak akan punya anak kandung. Ya, secara kan kamu laki-laki. Tapi ternyata Kak Hyunjae hamil. Aku seneng banget rasanya." Senyum Juyeon makin lebar. Ia mengelus lembut punggung tangan Hyunjae.

Pipi Hyunjae memerah. Seserius itukah Juyeon untuk mendekatinya dulu? Bahkan Juyeon sudah memikirkan masa depan bersamanya.

"Kak,"

Hyunjae menatap Juyeon, "Ya?"

"Kak Hyunjae jangan tinggalin aku, ya? Tolong bertahan sama aku sampai kita tua dan mati."

Nada bicara Juyeon yang serius membuat darah Hyunjae berdesir hangat. Hatinya makin yakin untuk tetap bersama Juyeon. Tanpa ragu Hyunjae mengangguk, "Iya, Juyeon. Aku gak akan ninggalin kamu."

Juyeon tersenyum penuh kelegaan. Ia mencium punggung tangan Hyunjae dengan lembut, lantas kembali menatap wajah Hyunjae yang kini merah merona. "Makasih, Kak. Aku janji hal yang sama. Aku gak akan ninggalin kamu apapun yang terjadi." ucapnya sungguh-sungguh.

Hyunjae mengangguk sambil tersenyum simpul. "Makasih juga, Juyeon."

●●●

Keesokan harinya, Juyeon mengantar Hyunjae kembali ke apartemen Hyunjae. Setelah berbincang sebentar, Juyeon pamit pulang. Tak lama setelah kepergian Juyeon, Younghoon datang mengunjungi apartemen Hyunjae begitu tahu sahabatnya itu sudah pulang.

"Jadi kalian serius mau nikah? Wah, aku masih gak percaya, Jae." Younghoon geleng-geleng kepala dan menyeruput tehnya.

Hyunjae mengangguk dengan pipi bersemu merah. "Beneran, Hoon. Bahkan orang tuanya Juyeon yang bakal nyiapin semuanya." jelasnya.

STAY || JumilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang