(2) Would You Marry Me?

30 8 0
                                    


"Ah hujan ternyata."

Gadis bersurai hitam panjang itu mendesah panjang. Maniknya menatap sendu rintik hujan di luar sana yang kian menderas.

Pukul enam sore, waktunya ia pulang.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, ia segera menutup butiknya. Memastikan pintu dan jendela sudah terkunci rapat.

Ia terpaku sesaat.

Kepalanya terdongak, menatap langit sore yang semakin gelap tertutup awan mendung. Apa artinya kali ini bumi sedang membiarkannya menangis?

Desir angin yang lewat, lembut menyapa kulitnya. Terutama bagian bahunya yang terbuka lebar. Dingin. Namun ia menikmatinya.

Ia tersenyum kecil, merogoh celana jeans kebesaran yang dikenakannya. Untung saja persediaan permen lollipopnya masih ada, padahal kemarin ia sempat lupa untuk membeli beberapa buah lagi.

"Hujan, aku datang! Terima kasih karena hari ini aku sedang ingin menangis."

Gadis itu tersenyum lagi. Mengulum permennya, tanpa ragu melangkahkan tungkainya menapaki kubangan air yang mulai menggenang banyak.

Ia meringis dengan kepala yang terdongak ke atas. Membuat tetesan air hujan ikut menyerbu masuk ke dalam mulutnya, membuyarkan rasa manis dari permen yang sedang dikulumnya.

Benar.

Seperti permen yang tercampur air hujan, begitulah hidupnya.

Tak selamanya harus manis. Kadang terpaksa harus tercampur rasa hambar, pahit, asam ataupun asin.

Yah, nikmati saja.

Tungkai jenjangnya dengan semangat menendang-tendang kubangan air. Ia merentangkan kedua tangannya, memutar tubuhnya beberapa kali dengan bahagia.

Bahagia?

Tunggu!

Sepertinya ada yang salah.

Ia tertawa-tawa kecil. Semakin deras air yang turun, semakin ia tergelak. Rasa permen di mulutnya sudah tak karuan, karena rasa hambar air hujan mulai mendominasi.

Kembali ia memutar tubuhnya dengan lincah. Tentu saja ia tak peduli dengan pandangan orang-orang yang menatapnya aneh. Sungguh ia tak peduli.

Ia hanya sedang menikmati hujan.

'Dasar anak tidak berguna!'

Akh!

Rasa sakit itu datang lagi, menghujamnya tanpa aba-aba.

'Seharusnya dulu aku tak melahirkanmu!'

Kepalanya seakan berputar, membuatnya pusing tiada ampun. Masih dengan ucapan menyakitkan yang berdengung di telinganya begitu keras.

Memang, ia sangat menikmati hujan.

Karena hanya hujan yang bisa membiarkannya menangis.

Tidak.

Ia tidak tertawa di sela tarian dan putaran lincahnya.

Ia tidak tertawa saat bibirnya melengkung keatas, seakan ia adalah orang paling bahagia di dunia ini.

Benar.

Ia justru sedang menangis.

Ia sedang menyamarkan kesedihannya bersama riak hujan.

Ia hanya bisa mengungkapkan hancurnya dirinya kepada hujan.

"Hujan memang menyenangkan."

Sekali lagi ia tersenyum, walau tak benar-benar tersenyum.

PYAR!

Tubuh dan kakinya seketika berhenti bergerak ketika sepasang sneaker berwarna abu dengan corak hitam berhenti di depannya.

Gadis itu mendongak, tergugu sesaat melihat sesosok lelaki yang berdiri di hadapannya dan tak kalah basah kuyup. Kecapannya pada permen lolipopnya mengendur, hingga kembali rasa hambar itu menyerbu melalui sela-sela mulut.

Tampan.

Sungguh kesan pertama yang melekat kuat.

Kulitnya putih pucat, dengan wajah dan hidung cenderung bulat. Matanya cukup sipit khas orang Asia Timur dan rambut legamnya hampir menutupi alis sepenuhnya.

"Mau menikah denganku?"

Pertanyaan konyol.

Gadis itu kembali tergugu dibuatnya. Apa lelaki itu tidak waras? Mengapa ia mengajak menikah orang asing yang sama sekali belum pernah ditemui?

Gila.

Lelaki itu sepertinya sudah gila.

Itu sudah pasti, bukan?

Manusia normal mana yang akan menikahi orang asing yang ditemui di jalan?

Namun gadis itu juga tak kalah gila. Tersembunyi di balik paras anggun dan cantiknya, otaknya juga sepertinya kurang waras.

Tersenyum manis, membuang lollipopnya yang sudah hampir habis, gadis itu tanpa ragu mengangguk.

"Tentu saja mau. Kenapa tidak?"








•••







"Hyung! Payungmu!"

Jimin terlambat.

Di sana, Yoongi berdiri dihadapan seorang gadis, dengan keadaan sudah basah kuyup tentu saja. Jimin segera menyusulnya, membawakan payung. Namun langkahnya melemas ketika tahu siapa gadis yang berhadapan dengan Yoongi.

Gadis itu.

Si cantik yang selalu tersenyum.

Gadis yang sudah memasuki hati Jimin tanpa disadarinya.

"Mau menikah denganku?"

Jimin jelas mendengarnya. Sangat jelas.

Min Yoongi melontarkan pertanyaan itu dengan lugas. Tanpa keraguan.

Jimin jelas tak mengerti. Apa yang sedang merasuki Min Yoongi?

Tangan Jimin mulai gemetar, dengan kedua manik yang masih lekat memandang gadis itu. Gadis yang kini justru menatap lurus pada Yoongi, kemudian tersenyum manis.

Park Jimin menahan napas, menanti jawaban sang gadis. Kenapa harus gadis itu? Kenapa gadis yang ia sukai?

Tangan Jimin yang memegang payung terulur maju. Dari yang tadinya memayungi Yoongi dan dirinya, kini bergerak.

Beralih memayungi Yoongi dan si gadis. Membiarkan tubuhnya yang kini diguyur hujan, selaras dengan jawaban gadis itu yang membuat ulu hatinya terasa ngilu.

"Tentu saja mau. Kenapa tidak?"

Jimin tersenyum.

Beruntung hujan menyamarkan air matanya. Ah, nasibnya memang buruk.

Ia bahkan belum sempat menanyakan namanya. Kini, gadis yang disukainya justru menerima ajakan menikah dari Yoongi.

Aneh.

Sepertinya kedua orang itu memang aneh.

Konyol.

Jimin tak habis pikir.

Kini keduanya hanya saling diam dan melempar senyum masing-masing. Hening beberapa saat. Sampai sang gadis yang mengulurkan tangan lebih dulu.

"Namaku Son Naeun. Salam kenal, calon suamiku!"





































Halo! Part 2 is out!
Mohon dukungan, kritik dan sarannya ya^^

Terima kasih and enjoy❤️

Marry A StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang