KALENG SODA dan bungkus snack berserakan, baju-baju dan pakaian dalam juga ada di beberapa tempat. Dia bisa membayangkan apabila Beomgyu melihat kondisi kamar ini, pemuda bertubuh mungil itu akan menggerutu terus-menerus tiap mengambil satu langkah. Mata Yeonjun menyisir dengan teliti apa yang bisa tertangkap melalui matanya. Kemudian dia menemukan sesuatu di atas meja rias milik Dal-i. Sebuah kartu nama berwarna putih dengan hiasan bunga lily putih di salah satu sisinya. Kartu nama. Sebuah kartu nama yang ia kenal dengan baik. Dengan langkah lebar, Yeonjun langsung keluar kamar. Dia keluar dari rumah kediaman keluarga Kim lalu menghampiri seorang petugas polisi wanita yang berdiri dekat mobil divisi identifikasi, "Ryujin!"
"Ya, ada apa?" wanita berambut merah muda itu berbalik dengan ekspresi bingung. Tidak biasanya sosok pemuda yang selalu menutup wajahnya dengan masker dan topi ini berbicara padanya. Bahkan ini pertama kali namanya terucap dari bibir pemuda yang disebut-sebut sebagai Daniel sang detektif terkenal itu -walau tidak ada orang yang tahu seperti apa wajah detektif muda ini.
"Apa kau punya data semua korban pembunuhan?"
"ah, ya, tentu saja. Ada apa?"
“Berikan padaku ada beberapa hal yang harus aku pastikan.”
“Tunggu sebentar.” wanita itu segera masuk ke dalam mobil tim divisi identifikasi dan keluar sambil membawa sebuah tas. Dia mengeluarkan sebuah map hitam cukup tebal dan memberikannya kepada Yeonjun. Begitu menerima map tersebut Yeonjun segera lari pergi dari sana.
“Terima kasih. Aku pergi dulu, ya!
Katakan pada Taehyun agar mengirimkan laporan hari ini padaku seperti biasa.”“Eh?! Mau kau bawa kemana hei! Astaga orang itu. Sekarang aku paham kenapa Taehyun selalu marah-marah dan menggerutu karena orang itu.” dan sosok dari Yeonjun menghilang begitu saja dari lokasi itu. Banyak spekulasi memenuhi pikiran Yeonjun saat ini, namun dia harus memastikan sesuatu. Bagaimana pun hasilnya nanti dia harus menemukan kebenaran dibalik spekulasinya. Waktu terus berputar ke depan. Kota Seoul perlahan mulai tertidur dalam istirahat. Gulita telah sepenuhnya merebut tahta dari gurat-gurat kemerahan senja. Hitam pekatnya menjadi latar terbaik bagi pendar putih bulan, yang untuk kali ini, tidak ditemani bintang. Mendung suram menjadikannya tampak sebatang kara.
“Silahkan kembali lagi lain kali.”
“Terima kasih.”
Pemuda tampan itu langsung memasang wajah datar begitu pelanggan terakhir di tokonya hari ini pergi. Dia mendongak, memerhatikan sang penguasa langit malam. Rambut pirangnya tersirami cahaya lampu penerangan jalan dan tokonya. Cahaya lampu yang lebih kuat dari rembulan membuat rambutnya terlihat berkilau. Kemudian, dagu yang mendongak itu ia turunkan lagi, kembali menemui atmosfer sebelumnya, mendapati dirinya tidak berbeda jauh dengan bulan di atas sana; seorang diri mengarungi malam ketika sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Dia berbalik bersiap untuk menutup tokonya sampai sebuah suara masuk memanggil namanya, “Hyuka!”
“Huh? Oh Daniel-ssi!” Hyuka segera memasang senyuman begitu melihat sosok Yeonjun mendekat ke arahnya dengan jaket sport hitam yang ia kenakan.
“Ah, kau sudah mau tutup, ya?”
“Aku akan buka tokoku khusus untukmu jika kau punya alasan bagus kenapa datang malam-malam begini.”
“Aku tidak bisa tidur, hehehe … kau ada teh untuk membantuku tidur?” Hyuka mengangguk dan mendorong pintu tokonya. Membiarkan Yeonjun masuk. Yeonjun langsung duduk di tempat biasanya, memandang keluar dan menunggu Hyuka datang membawa nampan berisikan teh yang ia butuhkan. Hyuka menjejakkan kaki ke meja konter tempatnya biasa meracik teh. Dia menatap jam yang terpasang di sana, jam 10.12 AM tertera dan dia segera meracik teh untuk dirinya.
Tidak membuang waktu lama satu teko teh akar valerian telah siap. Hyuka membawanya dan menaruhnya di depan Yeonjun. Menuangkan teh itu ke cangkir milik Yeonjun lalu memberi gestur dia sudah bisa meminumnya sementara Hyuka pergi kembali ke meja konternya untuk membersihkan beberapa cangkir agar bisa segera menutup toko. Yeonjun menggumamkan Terima kasih lalu membasahi kerongkongan dengan teh seteguk. Ia merasa lebih rifelks setelah meminumnya.
“Tehmu memang yang terbaik!”
“Kau banyak pikiran, ya?” ucap Hyuka sambil membersihkan cangkir-cangkir.
“Begitulah.”
“Mau cerita?”
“Menurutmu pembunuh berantai itu tengah tertawa dalam kegelapan atau tersenyum ramah kepada seseorang?” pertanyaan Yeonjun membuat gerakan Hyuka berhenti. Dia menatap Yeonjun yang sama sekali tidak memandangnya, pemuda yang lebih tua tiga tahun darinya itu tengah menatap jalan kota Seoul begitu jauh. Jatuh ke dalam lamunan yang Jin tidak tahu apa.
“Mungkin tersenyum ramah kepada seseorang?”
“Kenapa kau berpikir begitu?”
“Bukankah semua pembunuh suka bersikap seperti bukan seorang pembunuh? Mereka terlihat biasa saja tapi kenyataannya telah mengambil nyawa orang lain. Mereka bukan manusia.”
“Lalu, kau percaya mitos?” kali ini Yeonjun menatap Hyuka sambil kembali meneguk tehnya.
“Aku dalam keadaan seimbang dengan hal itu. Kenapa?”
Yeonjun meletakkan cangkirnya. Menyekat bibirnya dengan ibu jari dan menatap Hyuka, “Aku habis membaca buku. Di buku itu ada banyak makhluk mitos. Aku jadi terpikir kalau makhluk-makhluk itu nyata dan ada di sekitar kita lalu menjadi dalang dibalik pembunuhan ini.”
Hyuka hanya diam namun dia tersenyum mendengar perkataan Yeonjun sebagai responnya. Dia lebih memilih membereskan meja konternya dan toko saat ini, walau begitu dia membagi fokusnya untuk tetap mendengar segala ocehan Yeonjun tentang buku terkait mitos dan mitologi. Bagi Hyuka, apa yang Yeonjun ocehan itu bagaikan cerita dongeng anak-anak namun dia juga tidak membatah apa pun ucapan yang keluar dari bibir pemuda itu karena seperti yang dia bilang sebelumnya dia seimbang antara percaya dan tidak percaya terkait hal itu.
“Kenapa kau tiba-tiba membaca buku seperti itu?”
“Hanya tertarik karena aku menemukan hal menarik.”
“Wow apa itu?”
“Kau tidak akan percaya jika ku ceritakan. Kau, 'kan selalu begitu ketika aku mengatakan sesuatu ...” Yeonjun mengerucutkan bibirnya dan memasang wajah pura-pura kesal dengan Hyuka. Ia langsung tertawa dan menopang dagunya menatap Yeonjun.
“Kali ini aku akan percaya apa pun yang akan kau katakan.”
“Lalu kalau aku bilang aku ini detektif Daniel yang terkenal itu bagaimana?”
Hyuka menaikkan sebelah alisnya, “Kalau itu aku tidak akan percaya. Aku lebih percaya kau bilang menyukai diriku yang tampan ini dibanding yang tadi.”
Yeonjun mendengus sambil mengisi kembali teh kedalam cangkirnya, “Sudah kuduga. Tapi, ya, aku menyukaimu.”
“Ah, Daniel-ssi. Apakah ini cara baru untuk menyatakan cinta kepada seseorang?”
“Kau jadi menyebalkan seperti Hoyoung juga,” Yeonjun meneguk cepat tehnya lalu bangun dan menghampiri Hyuka. Mengeluarkan beberapa lembar uang, “Terima kasih tehnya.”
“Tidak memberiku uang lebih? Aku sampai menunda waktu tutup, sayang~”
“Diamlah. Aku pergi, Terima kasih sekali lagi, ya. Maaf menganggu waktumu!” setelah mengatakannya Yeonjun pergi begitu saja. Meninggalkan toko bunga sekaligus kedai teh itu dan pemiliknya. Hyuka masih terdiam setelah kepergian Yeonjun. Dia menatap uang yang diletakkan Yeonjun lalu tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
the seoul city, yeonjun ✓
FanfictionKetika pembunuhan berantai melanda kota Seoul, seorang detektif terkenal ditugaskan untuk turun tangan dan menangani kasus tersebut. a cover by @lokalvibes Peringatan : pembunuhan dan kekerasan. ©Jeongraa, 2022 [ CRIME ]