Asa 5

937 77 7
                                    

Langit cerah masih menemani kota sibuk yang tidak pernah tertidur itu, Seoul yang indah dan lebih tepatnya mewah namun kali ini tempat itu terasa kurang tepat saja karena menikmati dari balik jendela rumah sakit Gangnam Severance hospital yang menampilkan gedung-gedung tinggi dengan berbagai keramaian.

Lagi, harusnya masih disyukuri pula bagi mereka atau salah satunya yang kali ini sedang duduk berdua menikmati pagi yang bahagia. Tentu saja bahagia apalagi bagi Jungkook, pagi ini menjadi salah satu pagi yang membahagiakan setelah kesadaran adiknya beberapa waktu kemarin. Taehyung, adik kecilnya sudah kembali bangun meskipun dengan keadaan yang berbeda. Berbeda?

"Abang?"

"Iya, kenapa?"

"Mau pipis" lirihnya malu, "Mau ke kamar mandi aja"

Jungkook tersenyum, wajah tegasnya seakan luluh menjadi lembut bagi adiknya.

"Oke, Abang bantu, ya"

Jungkook membawa tubuh adiknya untuk duduk dikursi roda, menyamankan dan membenarkan letak dua kantung infus yang masih harus menempel dikulit tangan adiknya.

Iya, kini Taehyung harus berjuang dengan kehidupan barunya. Tuhan memberi cobaan yang begitu besar bagi Taehyung, cobaan yang begitu menakutkan bagi kedua kakaknya dan cobaan yang begitu berat diterima ayahnya. Bagaimana tidak, semua dibuat terkejut ketika diagnosa dokter mengatakan bahwa orang terkasih mereka kini menderita sebuah penyakit yang sama, penyakit yang merenggut nyawa bidadari dirumahnya. Istri sekaligus ibu mereka.



Thalassemia.


Taehyung sebagai pejuang sekarang.

Penyakit yang muncul seakan tiba-tiba, penyakit yang tidak mereka sadari sedang menyerang tubuh itu dengan perlahan. Kenapa bisa?

Tuhan sudah merancang segalanya, hidup dan mati, sehat dan sakit.

Taehyung mendapat gen dari sang ibu, mendapat keistimewaan itu ketika beranjak remaja. Haruskah bersyukur? Iya dan tidak, iya karena penyakit itu memberi waktu untuk kehidupan masa kanak yang indah bagi Taehyung dan tidak karena.. kenapa harus ditubuh Taehyung?


"Abang keluar aja, Tae bisa, kok"

"Yakin? Mending Abang disini ya? Gapapa, Abang juga kan laki-laki"

"Gak mau!"

"Oke-oke. Kalo udah langsung panggil Abang ya?"

"Iya"

Segala perhatian dan ke protektif-an Jungkook semakin bertambah, tidak hanya Jungkook tapi yang lainnya pula. Semua memperlakukan Taehyung lebih hati-hati, lebih istimewa dan itu semakin membuat Taehyung merasa bersalah karena telah membuat semua orang direpotkan nya. Apa yang bisa Taehyung lakukan sekarang.




"Jungkook"

Suara panggilan itu mengalihkan eksistensinya yang fokus menatap pintu yang tertutup rapat, Adik kecilnya berada didalam sana.

"Ayah? Ada apa?"

"Ada apa?" Ayahnya mengulang kembali tanya itu, "Apa tidak boleh ayah kesini?"

"Abang.. Tae selesai" Teriak seseorang dari balik pintu. Jungkook sadar, adiknya masih ada didalam sana.

"Biar ayah"

Baik, kali ini Jungkook mengikuti kemauan ayahnya. Namun bukan itu, Jungkook mencoba membahagiakan adiknya. Itu saja.

Taehyung merasa bahagia, kini mereka duduk bertiga dengan Taehyung berada ditengah-tengah mereka. Bercerita bersama meskipun pada kenyataannya hanya ocehan Taehyung saja, tidak dengan Jungkook. Tidak sama sekali. Apa lagi dihadapan ayahnya.

"Dek, Abang ada keperluan sebentar. Tidak apa kan?"

"Iya, Tae bersama ayah saja. Abang pergi saja, tidak perlu khawatir"

"Baiklah, baik-baik ya"

"Iya"

Jungkook berjalan begitu saja, melupakan seseorang yang kini menatapnya penuh harap. Ayahnya. Apa kehadirannya tidak dianggap sama sekali?


°°°


"Kapan ayah kembali, Kak?"

"Maksud mu?"

"Kapan dia akan pergi lagi dari sini"

"Jangan mulai, Jung. Ini rumahnya kenapa harus pergi?"

Jungkook tersenyum sinis, pernyataan kakaknya seakan begitu lucu.

"Kau harus menerima keputusan ayah, Jung. Mau tidak mau jika itu membuatnya bahagia kenapa kita harus halangi?"

"Dengan membuat anaknya menderita? Begitu?"

"Menderita bagaimana? Kita tidak semenderita itu, Jung"

"Kak! Sudah aku katakan, jangan terlalu baik dan percaya pada orang lain"

"Dia ayah kita! Apa salah aku percaya pada nya?"

"Tapi kepercayaan ku sudah hilang untuknya setelah dia pergi bersama wanita lain setelah kepergian ibu"

"Jung.."

"Kau membelanya? Kau memihak padanya, Kak?"

"Ingatlah! Saat itu kita dalam keadaan begitu terpuruk, Taehyung masih sangat kecil dan ayah? Ayah membawa wanita baru dikehidupan kita begitu cepat. Apa itu bukan penghianatan? Semudah itu kah ibu untuk dilupakan, Kak?!"

Jimin diam, dia tidak bisa pungkiri pula kesakitan itu masih sama adanya. Namun, Jimin sadar bahwa kini dia adalah sosok kakak yang harus menjadi panutan adiknya. Apa salah? Jimin ingin menjadi gambaran kakak yang baik, itu saja. Tidak ingin mengajarkan dan mengingat kembali segala kebencian yang dulu.

"Aku tidak akan pernah merelakan itu, Kak. Sampai kapan pun"

"Aku paham, tapi kau juga harus bisa memahami keadaan ayah pula, Jung"

"Jangan egois, Kak. Itu saja yang ingin aku ingatkan padanya"

"Apa sikapmu ini tidak egois?"

"Ke egoisan ku tergantung bagaimana dia memperlakukan ku"


.

.

.

Ada yang masih belum tau cerita ini??? Sungguh terlalu, kasian udah berdebu masih belum pada tau 😭 jadi aku publis ulang yaa 😁 (180824)




Hallo 🤗

Mohon dipahami aja yaa, semua yang distory ini adalah karangan saja. Kalaupun tidak begitu sinkron dengan segala halnya itu memang sudah menjadi kekurangan story ini untuk belajar lagi.

See you, terima kasih semuanya 🥰


16/06/22

Asa.       •••LENGKAP•••Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang