Sudah hampir setahun lamanya Reksa hidup sendiri. Perceraian kedua orang tuanya lebih sakit rasanya dan juga membuat Reksa berubah dibandingkan sebelum orang tuanya berpisah.
Raga dan jiwa Reksa benar-benar terasa sangat lelah dengan kehidupan dunia.
21 februari, adalah hari ulang tahun Widya. Reksa sudah menyiapkan kado untuk Widya. Sebuah hijab segiempat berbahan voal premium berwarna peach.
"Semoga Mama menyukai hadiah dari Reksa. Reksa ingin Mama berhijab"
Reksa telah sampai disebuah restoran yang mewah tempat Widya merayakan hari ulang tahunnya.
"Ma-" lirih Reksa
"Mau apa kamu ke sini?"
"Reksa mau memberikan hadiah ini untuk Mama"
Widya tak menyukai hadiah pemberian dari Reksa. Ia merampasnya dan menghancurkan hadiah pemberian dari Reksa. Hati Reksa sakit dan remuk. Rasa sesak menyelimuti paru-parunya."Ma- kenapa masih membenci Reksa? Apa karena Reksa lahir ke dunia Mama sangat membenci Reksa?" Widya mengabaikan pertanyaan Reksa.
"Reksa kalau bisa berbicara pada Allah, Reksa tak ingin lahir ke dunia" cairan dari netra Reksa lolos begitu saja.
"Mama, maafkan Reksa jika Reksa banyak dosa pada Mama"
"Reksa pamit, semoga Mama dan keluarga baru Mama bahagia selalu"
"Reksa tak pernah kecewa atau menyesal sudah lahir dari rahim Mama walapun Mama sudah kasar dan jahat pada Reksa. Reksa bahagia punya Mama dan Papa. Terima kasih sudah menjadi ibu untuk Reksa. Bagi Reksa Mama adalah ibu yang terbaik"
Reksa berjalan meninggalkan restoran dengan perasaan sedih dan hancur. Tak ibunya, tak ayahnya, sikap mereka masih terhadap Reksa sama walaupun sudah berpisah.
-Pelukan untuk Reksa-
Pukul 02.00 Reksa terbangun dari tidurnya karena ia mendengar suara cekcok dari lantai bawah rumahnya."Siapa yang cek-cok malam-malam begini di rumah Reksa?" gumam Reksa di tengah kantuknya.
"Kamu tidak bisa mengambil rumah ini! Aku saja orang tua Reksa tak ada hak mengambil rumah ini apalagi kamu yang hanya ayah tiri Reksa!"
"Suara itu, suara Mama?" Reksa beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju lantai bawah.
Dari tangga, Reksa melihat ibunya tengah cek-cok dengan suami barunya.
"Apa salahnya kita jual rumah ini? Niatku, kita jual rumah ini sebagian hasil dari penjualan rumah ini kita pakai untuk modal usaha dan sisanya, kita belikan rumah untuk Reksa. Mungkin ukurannya lebih kecil dari rumah ini" ucap Ardhi, suami baru Widya.
"Tidak! Aku tak setuju! Rumah ini milik Reksa! Aku sudah tahu akal busukmu!"
"Akh!" Widya meringis saat suaminya menjambak rambutnya dengan kasar.
"Baguslah jika kamu tahu" ucapnya dengan berseringai. Kemudian melepaskan jambakan di rambut Widya dengan kasar.
"Kamu jahat Mas. Semua omonganmu hanyalah bualan belaka!"
"Ya memang hanya bualan belaka!" Kemudian Ardhi menyiksa Widya secara berutal. Hingga meninggalkan luka lebam dan memar di wajah Widya.
"Jangan sakiti mama Reksa!" Reksa berlari menuruni tangga tangga berusaha untuk menyelamatkan ibunya dari siksaan Ardhi.
"Om jahat! Papa walaupun tak mencintai Mama, dia tak pernah kasar pada Mama!" Reksa memukuli tubuh Ardhi agar berhenti menyiksa ibunya.
"Kamu hanya anak kecil! Tahu apa?!" Ardhi naik pitam kemudian mendorong tubuh kecil Reksa hingga terjatuh. Lalu memukuli Reksa tanpa ampun.
"Jangan siksa anakku!!!" Widya bangun dan mengambil tongkat baseball yang ada di sudut ruang tamu. Lalu memukulkan tongkat baseball tersebut ke tubuh Ardhi.
Bugh!
Ardhi berbalik arah kemudian mendorong tubuh Widya hingga tongkat baseball itu lepas dari tangan Widya. Ardhi mengambil baseball itu dan melayangkan pukulan ke tubuh Widya.
BUGH!
"Akh-"
Pukulan Ardhi ternyata mengenai tubuh belakang Reksa dengan keras. Lebih tepatnya, bagian leher belakang Reksa. Reksa tepat waktu menyelamatkan Widya.
"Reksa!" Widya memangku tubuh Reksa.
"Ma-ma-" ucapnya, sebelum menutup kedua matanya dengan rapat.
-TBC-
180622
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukan untuk Reksa (Tamat) ✔
Novela JuvenilPelukan bagi Reksa adalah hal yang sulit untuk diwujudkan. Orang tuanya tak menyayanginya bahkan orang tuanya tak berharap ia terlahir ke dunia. Reksa selalu diperlakukan buruk dan disiksa dengan kejam oleh kedua orang tuanya. "Papa, Mama, peluk Re...