08. Kesepakatan dengan Iblis

0 0 0
                                    

[CHAPTER VIII | FALSE AWAKENING]

───※ ·❆· ※───

Veeleander | 23 Juli 2022

───※ ·❆· ※───

Tik ....

Tok ....

Tik ....

Tok ....

Tik ....

Suara jam yang bergerak menggema ke seluruh ruangan. Tidak dapat dipungkiri kalau hal ini membuatnya terganggu, juga merasa aneh. Sejak kapan suara jarum jam yang bergerak bisa begitu keras?

Menghembuskan nafas dengan lembut selama beberapa saat, matanya perlahan-lahan dibuka dengan paksa. Cahaya menerobos masuk, membuatnya harus kembali memejamkan kelopak matanya. Hal ini terjadi berulang-ulang, hingga ia akhirnya memutuskan untuk memejamkan mata lebih lama.

Beberapa saat kemudian matanya menyesuaikan diri, membuatnya dapat melihat dengan jelas sumber cahaya itu berasal.

Sebuah pintu yang entah mengarah kemana. Tempat ini sangat sunyi, tidak ada apa-apa di dalamnya. Puas melihat-lihat, gadis itu menarik tubuhnya, mendorong tangannya untuk menopang kaki kembali berdiri tegak. Ingatannya buram, ia bahkan tidak tahu siapa dirinya.

"Kemarilah, anakku...."

Suara itu menuntunnya ke arah cahaya. Tanpa sempat merasa ragu, ia melangkah masuk dan berjalan lurus. Lorong panjang ini seperti tidak ada akhirnya, tetapi panggilan itu menggelitik rasa penasaran dalam hatinya.

Siapa itu, apa yang dia inginkan? Batinnya.

Begitu lorong berakhir, ia melihat langit dan bintang. Sebuah keindahan dari gemerlap bintang dan juga ruang kosong yang menyesakkan. Keduanya berpadu menjadi satu.

"Jangan takut, Nak. Kemarilah."

Suara itu kembali muncul, mendorongnya melangkah lebih jauh. Tetapi tidak ada pijakan untuknya terus maju. Lantas bagaimana ia bisa mengikuti suara itu?

Gemerincing yang muncul di belakangnya menyadarkan gadis itu dari lamunan panjang, sosok gadis kecil dengan lonceng di lehernya melompat ke arah ruang kosong. Gadis itu terkejut, namun tidak cukup cepat bereaksi.

Tetapi gadis kecil itu tidak terjatuh, ia berlarian seolah ada pijakan di sana.

Dia memintaku untuk mengikutinya?

Setelah melangkah, gadis kecil itu akhirnya berlari lebih jauh. Ia tidak memiliki cukup keberanian untuk berlari, dan kehilangan jejak. Begitu sampai di seberang, muncul area baru. Begitu kakinya memijak ruangan serba putih itu, gambaran langit penuh bintang menghilang.

"Apa kamu mau hidup?"

"Hi—dup?" ia bertanya, kebingungan.

"Aku akan membantumu mengingat, Nak."

Begitu jemarinya menyentuh dahi Mizu, semua ingatannya kembali. Karena terkejut, Mizu melemas dan jatuh terduduk.

"A-aku—!" suaranya menghilang, keraguan memuncak. "Bagaimana caranya?" ia kembali bertanya.

Kematian menyentuh pipinya, sensasi dingin dan mengerikan menjalar sampai ke tulang. Tetapi gadis itu tidak mengalihkan perhatiannya, ia menatap sosok kematian yang menghipnotisnya.

Mizu sedang diperlihatkan sesuatu.

Kematian membantunya sekali lagi, menunjukkan sebuah gambaran indah yang tidak dapat ditolak olehnya. Tidak peduli hal itu hanyalah ilusi atau benar-benar akan terjadi, Mizu menangis penuh kebahagiaan.

"Bagaimana, Nak? Apakah kamu akan melakukannya?" ia menawarkan sekali lagi.

"Aku akan melakukannya...."

"Pilihan yang bagus," kematian terkekeh. "Aku akan mengambil kembali ingatanmu tentang peristiwa tadi, sebagai gantinya, aku akan memberikan sebuah hadiah kecil."

"Aku akan memberikan bantuan untukmu."

Sebuah rantai muncul dari tanah, ruangan putih yang indah berubah menjadi merah. Dindingnya retak dan mengeluarkan api panas. Sebuah perjanjian dengan sang kematian telah dibentuk.

Tanda hitam muncul di pergelangan tangan Mizu, menandai kalau dirinya adalah Reviver.

Kemudian muncullah Leviathan, sang iblis iri.

***

Pesawat mendarat pagi-pagi buta, di Kota (a), pusat wilayah Ivandora. Valexis segera mencari taksi untuk membawa mereka ke hotel. Mereka akan menetap di hotel sementara, setelah bertemu dengan penanggungjawab acara kali ini, mereka baru bisa pindah ke apartemen.

Mizu mengusap lehernya yang lelah, lalu duduk di bangku panjang yang ada di samping jalanan. Belakangan ini, ia bermimpi soal pertemuannya dengan kematian dan Valexis lebih sering dari biasanya. Entah kenapa hal itu membuat perasaannya tidak enak.

"Ayo berdiri," kata Valexis sembari menarik koper miliknya. "Kemarikan kopermu ...."

Mizu menunggu di dalam taksi, sementara Valexis membantu sang sopir menata barang di bagasi. Setelah keduanya masuk, mobil melaju menuju hotel yang telah mereka pesan. Sebuah hotel mewah yang bertempat di pusat kota.

"Aku yakin kau tidak akan kelelahan kalau tidak keras kepala," kata Valexis, "Sesekali membawa bodyguard tidak ada salahnya."

"Itu akan menarik perhatian," balas Mizu sambil memejamkan mata, bahunya menjadi rileks setelah bersandar.

"Kau datang saja sudah ada di berita." Valexis menunjuk ponselnya. "Tadi kau lihat sendiri berapa banyak wartawan di bandara, bukan?"

Valexis menghela nafas, Mizu sangat keras kepala untuk hal yang tidak penting. Sibuk menyulitkan diri sendiri, karena terlalu memikirkan opini publik. Padahal di bandara tadi banyak sekali kerumunan yang hendak mendekatinya.

Kalau bukan karena kekuatan Valexis, gadis itu pasti sudah terdorong kesana-kemari di dalam kerumunan. Jangan lupakan fakta kalau tidak semua orang di tempat itu adalah penggemarnya, bisa saja ada seseorang yang ingin membahayakan dirinya.

Tetapi seperti biasa, Mizu hanya tersenyum kecil menganggapinya. Ia terlalu percaya pada Valexis, hingga terlalu bergantung padanya.

Setelah sampai di hotel, mereka segera masuk ke kamar masing-masing. Mizu membersihkan diri dan istirahat sejenak, mengingat tidurnya tidak nyaman karena mimpi panjangnya. Malam ini akan ada acara makan malam bersama dengan penanggungjawab acara.

Lokasinya tidak terlalu jauh, karena area hotel ini sudah seperti pusat kota. Tidak butuh waktu lama untuknya pergi ke dunia mimpi.

Mizu terbangun karena suara ketukan. Ia masih lelah, namun dengan cepat bergerak ke pintu, mendapati Valexis menunggunya. Laki-laki itu sudah berdandan rapih dengan kemeja putih, dilapisi vest hitam bergaris senada dengan kemejanya. Rambut putih Valexis dinaikkan.

"Wow, kau jelas baru bangun," kata Valexis."

Mizu mengusap matanya lalu mengangguk. "Iya .... Aku agak kelelahan."

Tanpa izin, laki-laki itu menyelinap masuk ke kamarnya, lalu duduk di sofa besar dekat jendela.

"Ya, cepat siap-siap. Kita akan bersantai dulu sebelum makan malam,"

"Bersantai?"

"Hm, berkeliling sedikit,"

"Oh... Aku akan segera kembali kalau begitu."

Saat berjalan menuju jembatan besar, Mizu melihat seorang wanita sedang berada di trotoar dengan ekspresi aneh. Wajahnya pucat, tubuhnya separuh membungkuk. Dengan cepat ia berlari, ke arahnya. Benar saja, wanita itu hampir pingsan. Ia jatuh mengarah ke jalanan.

Valexis yang melihat itu di detik-detik terakhir membelakak. Ia tahu apa yang Mizu coba lakukan.

"MIZU—!"

.
.

To be continue....

False AwakeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang