ᴅᴇᴜxɪÈᴍᴇ : ɪɴᴛᴇʀᴇꜱᴛᴇᴅ ʙʏ ᴛᴏɴ ᴀɪᴍᴀɴᴛ

1.8K 333 27
                                    

°○°
.•.•.•.

- ■ 3:00 ᴀᴍ ■ -

.•.•.•.
°○°


"Wanting you more and more
I can't help but think of what we could be"

...
Please support this story with your star
...


Keseharian mereka terus berlanjut hingga tugas akhir kelompok selesai. DG menghela napas lelah, ia tak tahu bahwa mengerjakan tugas secara berkelompok akan selelah ini.(Y/n) yang menyadari akan helaan napas DG tadi segera menoleh.

"Kau kenapa?" DG menoleh hendak menanggapi, tapi kini.matanya malah terkunci oleh mata jernih seorang Na (Y/n).

"Oii!" Sahut (Y/n) kesal karena DG hanya menatapnya saja.

"Lelah saja, memang kenapa?" Kini (Y/n) yang menghela napas membuat DG terkekeh kecil.

"Ahhh! Aku tak fokus untuk mengerjakan ini lagi." Keluh (Y/n), DG segera mengangkat kepalanya yang sedari tadi menyender pada sofa.

"Mau kupesankan makanan?" Tawar DG secara halus dengan niat yang sangat baik, namun bukan (Y/n) namanya bila membalas tawaran itu dengan sama halusnya.

"Untuk apa? Kau pikir aku tak bisa masak?!" (Y/n) segera berdiri seraya menggerutu. DG yang melihatnya hanya bisa mengusap dada bidangnya sabar, ia kini mulai terbiasa akan balasan (Y/n) yang pedasnya bagaikan cabe level sepuluh.

Karena bingung harus melakukan apa, DG memutuskan untuk mengikuti (Y/n) ke dapur. Saat ini suasana rumah (Y/n) terbilang cukup sepi karena nenek dan kakeknya sedang tidak ada dirumah.

"Kau mau ngapain, (Y/n)?" Tanya DG yang berusaha membuka topik duluan. (Y/n) kembali menatap DG dengan tatapan seribu kebencian, bila ditanya apakah DG takut, DG akan jawab ia cukup takut, bukan secara fisik namun mental pendengarannya.

"Memerah susu sapi!" Namun jawaban (Y/n) selalu membuat DG menyunggingkan senyum tipisnya, jujur saja sebenarnya ia senang menjahili (Y/n) dengan kata-katanya.

"Kau bisa masak tidak?" Ditanya seperti itu DG diam, bila ia menjawab iya, maka itu seratus persen bohong. Tapi bila ia menjawab tidak, rasanya DG menjatuhkan harga dirinya sendiri dihadapan seorang wanita.

"Memang kau butuh bantuan apa?" Pertanyaan yang diajukan DG itu sepertinya sukses menjaga kemungkinan yang akan terjadi tadi.

"Memotong wortel, kau bisa kan?" DG tersenyum lega, jika memotong wortel ia juga bisa.

"Bisa." Jawab DG dengan percaya diri.

"Baiklah, kau harus memotongnya seperti ini." (Y/n) memberikan contoh memotong wortel agar hasilnya berbentuk seperti korek api.

"Sekecil itu?" Tanya DG yang bingung sendiri.

"Iya." (Y/n) menjawabnya singkat seraya menyimban talenan, pisau dan dua wortel di hadapan DG.

"Yang rapih!" Ujar (Y/n) penuh tuntutan membuat DG menelan air liurnya sendiri ragu.

(Y/n) kemudiam membalikkan tubuhnya untuk menyiapkan bahan-bahan yang lain. Sementara DG, ia berusaha seserius mungkin agar potongan wortelnya bisa mirip seperti potongan (Y/n) tadi.

Sekitar lima belas menit DG fokus memotong wortel, akhirnya ia bisa bernapas lega setelah melihat semua wortelnya telah terpotong.

"Ini sudah, sekarang bagaimana?" (Y/n) segera menghampiri DG dan melihat potongan wortel itu.

3:00 AM | DG × Readers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang