"Satu, terima jabatan di perusahaan. Buat dirimu berkuasa, dengan begitu pengadilan akan melihat kalau Leonard punya kakak yang mampu merawatanya. Setelah itu, jalan kedua harus dilakukan."
***
Havana menatap ruang kantornya dengan pandangan menerawang. Mendengarkan bagaimana pegawainya yang rata-rata adalah anak muda berpotensi, sedang mengeluh tentang kondisi market yang tidak stabil dan juga kurangnya dana. Pihak perusahaan sendiri sudah berusaha menggaet investor tapi tidak kunjung diterima. Mereka kini membicarakan tentang start up saingan yang justru sedang berkembang pesat.
"Produk kita cukup unik dan sedang diminati. Tapi, daya jangkauan kurang luas. Yang membuat kita seperti kehilangan sedikit kendali di sektor ini."
Pemaparan dari manajer pemasaran membuat Havan menghela napas panjang. Setelah meeting selama lima jam, tetap saja soal pendanaan adalah masalah utama. Havana mendirikan perusahaan start up ini berupa olahan ayam, ikan, dan daging. Dikemas secara instan dengan metode memasak menggunakan level kepedesan. Sasaran utama adalah anak anak muda. Sayang sekali, di tahun ketiga agak tersendat karena dana.
Selesai rapat, ia melemaskan pikiran dan otak dengan bersantai di kantornya. Memberikan instruksi khusus agar tidak ada yang menggangunya. Hujan lagi-lagi turun hari ini, mengingatkan akan pemakaman papanya.
"Kalau kamu menerima warisan ini, maka perusahaanmu akan selamat. Yang kamu lakukan hanya satu, menjaga Dakota dan bayi itu."
Perkataan Otis terngiang di kepala. Sudah dua minggu ini dari terakhir kali bertemu di rumah besar itu, Havana belum bertemu dengan pengacara. Ia tidak ada keinginan untuk menelepon, dan terlebih mengatakan akan menerima isi wasiat. Ia tidak akan pernah menelan ludah yang sudah ia muntahkan.
"Sayang, aku menunggumu di kafe. Turunlah sebentar."
Pesan dari kekasihnya membuat Havana menghela napas panjang. Ia sedang tidak ingin doganggu sebenarnya tapi paham sekali bagaimana sifat Jeni. Kekasihnya itu tidak akan suka dibuat menunggu terlebih kalau sampai ia menolak datang. Dengan berat hati ia keluar dari kantor, menggunakan lift untuk turun dan melangkah ke kafe yang ada di lantai dasar.
Havana mengedarkan pandangan di pintu kafe dan menghampiri seorang perempuan berkacamata hitam, duduk di pojokan. Ada dua orang di samping perempuan itu dan keduanya menyingkir dengan cepat saat melihatnya datang.
"Sayang, apa kabarmu? Dua Minggu kita nggak ketemu."
Jeni, seorang pemilik brand skincare terkenal, dan sekaligus selebgram dengan delapan juta pengikut di istagram. Jeni bertubuh tinggi, putih, dan sangat cantik. Jeni bangkit dari kursi, memeluk Havana dan memberikan kecupan singkat di pipi kekasihnya.
"I miss you so much."
Havana tersenyum, duduk di seberang Jeni. Menatap perempuan yang menjadi kekasihnya selama satu tahun ini tanpa berkedip.
"Kenapa mendadak kamu datang kemari? Ada urusan apa?"
Nada perkataan Havana yang tajam membuat Jeni mengernyit. "Kamu masih marah sama aku? Soal itu sudah lama berlalu."
Havana mengangkat sebelah alis. "Masalah yang mana? Bisa diperjelas?"
"Havana, Sayang. Itu hal kecil."
"Hah, kamu jalan dengan laki-laki lain ke luar negeri dan bilang kalau itu masalah kecil?"
"Kami urusan pekerjaan."
"Hanya berdua? Biasanya kamu ke mana mana bawa asisten, Jeni. Kenapa saat itu hanya berdua dan menginap dua malam. Tolonglah, siapa yang ingin kamu bohongi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Luar Biasa
Storie d'amoreHubungan benci dan cinta antara Havana, sang pebisnis muda nan arogan, dengan Dakota, gadis mahasiswa yang lugu. Mereka dipertemukan oleh nasib, dijodohkan oleh musibah, dan menjalani kehidupan pernikahan karena terpaksa. Bagaimana keduanya akan ber...