Chapter O1

302 41 4
                                    

"Orang tua lo gak pulang ke rumah tah, Sha?" tanya Cici yang duduk bersama sang tuan rumah, Shaaron, di pantry.

Shaaron menggelengkan kepalanya, ia menuangkan air putih yang ada di botol kaca ke dua gelas lalu memberikan salah satunya pada Cici.

"Enggak. Ortu gue bulan ini bener-bener sibuk di Paris jadi gabisa pulang." jawab Shaaron yang dibalas anggukkan kepala oleh Cici. "Oh gitu..."

"Yang lain masih pada tidur tah?" tanya Shaaron. Cici mengangguk, "iya. Apalagi si Ifa tadi gue denger dia ngigau, anjir."

Sontak, Cici dan Shaaron tertawa. "Kayaknya kecapean deh jadi ketua panitia gitu." ujar Shaaron.

"Iya. Capek banget pasti, mana acaranya dua minggu full." timpal Cici. Shaaron menatap sahabatnya itu, "termasuk Yesaya dong, Ci. Kan dia ketua panitia juga tuh."

Mendengar itu, Cici sedikit gelagapan. Gadis tersebut berdeham pelan lalu memukul pelan lengan kiri Shaaron.

"Apaan sih lu. Kenapa jadi Yesaya dah."

"Ya kan selain Ifa, si Yesaya juga jadi ketua panitia."

"Kok Sheevan gak disebut?"

"Ah dia mah anaknya kuat, gak mungkin leye-leye."

Cici tertawa kencang. "Parah banget lo, Sha."

"Gue serius, Ci. Kan si Yesaya termasuk ketua panitia tuh. Lo gak khawatir dia bakal kecapean juga?"

Cici menghela napasnya perlahan. "Gue udah gabisa buat bareng sama dia lagi, Sha. Kalo lo nanya itu dengan konteks gue sebagai mantannya, lo gak akan dapet jawaban dari gue. Karena gue sama Yesaya udah sepakat buat jalan masing-masing dengan title baru, yaitu sahabat."

Shaaron menatap Cici khawatir. Ia mengelus bahu sahabatnya itu sebentar kemudian bertanya, "lo masih sayang sama dia gak, Ci?"

Anggukan kepala dan jawaban dari Cici membuat Shaaron terkejut. "Masih. Gue masih sayang sama dia, sayang banget malahan. Tapi konteksnya udah beda, sayang yang gue maksud itu sebagai sahabat. Bukan sebagai orang yang pernah menjalin hubungan sama dia."

Shaaron mengerucutkan bibirnya. Jujur saja, ia tidak tahu hal apa yang membuat kedua sahabatnya yang dulu menjalin hubungan kini terlihat seperti dua orang asing yang tidak pernah berkenalan satu sama lain.

Dulu, Yesaya dan Cici benar-benar seperti pasangan muda yang kisah asmaranya sangat romantis. Ibarat semua orang yang ada di dunia ini hanya angin lalu bagi mereka.

Semua orang ngontrak kecuali Yesaya dan Cici. Intinya begitu.

"Lo sedih?" tanya Shaaron.

"Bohong banget kalo gue gak sedih, Sha. Gue aja nangis kejer kan pas kalian ke rumah gue waktu itu? Gue sedih banget malahan, Sha." jawab Cici.

Shaaron mencebikkan bibirnya kemudian menarik Cici ke dalam pelukan. "Everything will be okay, Ci. Semoga lo bisa dapet cowok yang bisa bikin lo bahagia ya."

"Amin." jawab Cici sambil mengeratkan pelukan mereka. Setelahnya, keduanya melepas pelukan lalu Cici tertawa.

"Apasih kok jadi lo yang sedih gitu?"

"Ya gue sedih lah, anjir! Sahabat gue putus dari pacar tersayangnya—"

"Mantan."

"Oh oke, mantan. Sahabat gue putus dari mantan tersayangnya, mana gue jadi saksi kebucinan lo berdua, apa gak tambah sedih gue?"

Cici kembali tertawa. "Hahaha iya juga. Lo sama Ifa tuh sering banget jadi tempat curhat gue sama Yesa, ya?"

Shaaron menganggukkan kepalanya. "Iya tuh bener. Makanya gue sedih banget pas denger lo berdua putus. Anjir lah."

"Lebih sedih dari ditinggal Winar, kah?"

"KENAPA JADI WINAR?!"

"Winar kan cowok lo? Apa kalian udah pegat juga kayak gue?"

"Anjing. Amit-amit, Ya Allah."

"HAHAHAHAHA."

Shaaron mendelik ke arah Cici yang sepertinya puas melihatnya kesal. "Jadi kangen Winar..."

"Ya suruh pulang lah, bego. Kita mau liburan bareng juga kan nanti?"

"Nah iya. Katanya dia pulang malem ini dari Singapura. Flight malem anjir lah pasti nyampenya subuh."

"Lama-lama lo jadi janda kalo ditinggal Winar ke luar negeri mulu."

Sontak, Shaaron menyentil telapak tangan sahabatnya itu. "Ngomong tuh yang bener, anjing. Bikin gue overthinking aja lo."

Cici tertawa. "Hahahaha, maafff."

Shaaron berdecak. Kedua gadis itu pun beranjak dari posisi duduk mereka dan berjalan ke kamar-kamar yang menjadi tempat para sahabat mereka tidur.

Rencananya sih mau bangunin dengan cara manusiawi. Tapi nyatanya mereka semua kayak kebo, alhasil Cici dan Shaaron mengambil penggorengan dan spatula buat bangunin mereka semua. Hahahaha.

□□□

Tok! Tok! Tok!

"Siapa anjir yang dateng jam segini?" tanya Yesaya sambil bersitatapan dengan para anak lelaki yang lain.

"ANJIR?! HANTU?!" pekik Judy histeris. Sontak, Nikol dan Lionel menoyor kepala kekasihnya Mone itu dengan brutal.

"Jangan sembarangan ngomong, anjir. Serem nih udah jam dua subuh soalnya." ujar Lionel. Sebenarnya, ia juga agak takut sih ngedenger pintu rumah Shaaron diketuk sama seseorang yang bahkan mereka semua tidak tahu siapa itu.

Tadi Shaaron juga gak ada ngomong apa-apa soal siapa yang bakal dateng ke rumahnya nanti. Jadi, sekarang keadaannya sedikit menakutkan.

"Buka gih, Van." perintah Sheevan pada Evan. Tentu saja laki-laki berzodiak Sagittarius tersebut mendapat geplakan di punggungnya dari Evan.

"Gila lo. Gue gak berani, ah. Siapa tau itu orang jahat?! Lebih serem dari hantu, anjir."

Karena tidak ada yang ingin membukakan pintunya, Yesaya pun berdiri dari posisi duduknya.

"Wih, Yesaaa. Ini dia sang pemberani." ujar Nikol. Namun yang mereka dapatkan adalah Yesaya memperbaiki jaketnya bagian belakang.

"Apaan sih? Emang gue mau bukain pintu? Ogah banget." ujar Yesaya yang membuat kelima orang lainnya menatap laki-laki itu dengan datar.

Setelah perdebatan yang cukup lama, akhirnya mereka berenam memutuskan untuk membuka pintu bareng-bareng. Saat keenamnya sudah berdiri di depan pintu, mereka terkejut saat Shaaron tiba-tiba menerobos mereka semua.

"Eh, Sha??? Lo ngapain???" tanya Nikol seraya menahan tangan gadis itu yang akan membuka pintu rumah.

Shaaron berdecak. "Si Winar itu yang daritadi ngetok pintu! Parah ya lo semua bukannya dibukain malah debat?!"

Enam laki-laki itu mengernyitkan kening. Hah? Winar? Perasaan kemarin kekasihnya Shaaron itu bilang kalau dia pulangnya masih lusa? Kok tiba-tiba udah nyampe aja?

Saat mereka berenam heboh dengan kebingungan yang sedang melanda, mereka spontan berteriak ketika melihat presensi Winar berdiri di depan mereka sambil menenteng beberapa plastik dan ada dua koper di sebelah laki-laki itu.

"ANJIRRR. WINAAARRRR!!!"

▪︎▪︎▪︎

Ini ceritanya bakal gak banyak ya chapternya. Hahaha seperti biasa.

[✔] Holiday Tragedy | 02lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang