"Ngapain lo bawa dia kesini?" tanya Yesaya dengan bersedekap dada seraya menatap Nikol yang belum sadarkan diri.
Tubuh sahabatnya itu sudah terikat oleh tali rafia dan mulutnya ditutup dengan sebuah kain berwarna cokelat tua.
"Dia mergokin gue lagi ngebekep si Sonya." ujar partnernya membuat Yesaya mengernyitkan kening.
"Sonya lo apain? Bekep?" tanya Yesaya. Partnernya itu mengangguk, "iya. Lo tau gak? Sonya ngebantuin kita loh ternyata."
"Hah? Ngebantuin maksudnya?"
"Ck. Lo inget, kan, kalo dia ngira si Elis yang ngebunuh Mone? Terus tadi sore tuh dia ada ajak Elis ke taman yang kemaren kita lewatin itu, yang ada jurangnya."
"Haah iya gue tau. Terus?"
"Ya apa lagi? Dia bunuh Elis lah. Perutnya Elis ditusuk pake pisau gitu terus didorong ke jurang."
"Hahaha. Gue gak percaya ternyata akting lo bisa memengaruhi orang juga."
Yesaya membalikkan tubuhnya untuk duduk di sebuah sofa usang yang ada di ruangan sempit itu. Ia tidak tahu jika partnernya melempar tatapan sendu padanya saat sedang berbalik badan.
"Lo gak mau berhenti buat ngebunuhin mereka, Yes?" tanya sang partner. Yesaya menyalakan rokoknya kemudian menggelengkan kepala.
"Enggak. Sampe suara orang yang ada di dalam pikiran gue ini hilang dan gak ngegangguin gue lagi."
"Tapi, Yes... Lo tuh sakit. Suara orang itu buatan pikiran lo sendiri, tau gak? Lo cuma berhalusinasi, Yesaya..."
Mendengar itu, Yesaya memukul meja kayu kecil yang ada di depannya dengan keras. Tatapannya begitu tajam hingga menusuk relung hati si partner.
"Kamu udah janji buat bantuin aku. Dan sekarang kamu bilang kalo aku cuma berhalusinasi, Chika?"
Chika -ah maksudku, Cici- menghela napasnya panjang. Ia melirik Nikol yang belum sadarkan diri kemudian menatap ke arah lain.
Ia tidak akan menjawab pertanyaan yang dilayangkan Yesaya tadi. Ia sedang malas untuk berdebat dengan laki-laki berzodiak Taurus itu.
"Mending kita bawa Nikol ke villa sebelum ada yang nyadar kalo dia ngilang." ujar Yesaya seraya bangkit dari posisi duduknya dan menginjak rokoknya yang masih tersisa setengah.
"Tapi sebelumnya lo bunuh dulu antara Ifa atau Shaaron, sesuai rencana kita." sambung laki-laki itu membuat Cici mendengus.
Shit. That is a difficult option for her to choose one.
□□□
"Yang lain kemana? Kok sepi banget?" tanya Cici. Memasuki villa dan menemukan presensi Ifa sedang duduk di sofa ruang tamu sendirian.
Ifa menoleh, gadis itu terlihat sedikit menyedihkan karena kedua matanya bengkak.
Ifa menggeleng, "Sheevan masih mandi, kalo Winar, Nikol, sama Shaaron gatau kemana."
Cici menganggukkan kepalanya. Ia sudah duduk di sebelah Ifa, kemudian menatap suasana luar villa. Matahari hari ini agak terik, membuatnya yang tadi berjalan pun menjadi keringatan.
"Fa, mau berenang, gak?" tanya Cici membuat Ifa mengernyitkan keningnya bingung. "Hah? Berenang?"
Cici pun menganggukkan kepalanya. "Iya berenang. Karena besok kita udah balik, gue pengen berenang. Soalnya kita juga gak ada kemana-mana sejak kejadian Evan itu."
Ifa terdiam. Benar juga dengan apa yang dikatakan Cici barusan. Mereka semua tidak ada pergi kemana-mana lagi sejak tewasnya Evan di taman bermain.
Yang tersisa di villa ini pun hanya beberapa orang saja. Lima orang menghilang entah kemana, sedangkan empat orang lainnya sudah meninggal.
Setelah sedikit menimbang-nimbang, Ifa menganggukkan kepalanya. Ia izin berganti baju terlebih dahulu dan disetujui oleh Cici.
Saat Ifa sedang ke kamarnya, Cici pun keluar dari rumah dan berdiri di teras depan seraya mencari-cari cara bagaimana membunuh Ifa tanpa ketahuan oleh orang lain.
Cici menggigit kukunya kemudian kedua matanya tak sengaja melihat keberadaan sebuah tombol dekat jendela rumah. Lantas ia melangkah kesana dan mencoba tombol tersebut.
Ia terkejut ketika penutup kolam renang tiba-tiba muncul. Cici kembali memencet tombol itu dan penutupnya terbuka.
Ah jadi gini caranya...
Cici mengangguk-anggukkan kepalanya kemudian bersandar pada salah satu tiang setelah mendengar suara langkah kaki dari dalam rumah.
"Yuk berenang." ujar Ifa. Gadis itu sudah memakai baju berenang serta kacamata renang yang diletakkan diatas kepala.
Cici menoleh, "gue mau pake celana training dulu, gapapa? Gak enak soalnya berenang pake celana jeans. Apalagi gue gak bawa celana renang."
Ifa sontak menatap ke celana jeans pendek yang dipakai Cici. Ia menganggukkan kepalanya, "yaudah gue nyebur duluan aja kalo gitu, ya?"
"Iya nyebur aja dulu lo."
Ifa berjalan menuju ke kolam renang, sedangkan Cici berpura-pura berjalan ke dalam rumah. Ia bersembunyi di balik pintu kemudian menatap Ifa yang sedang membasahi rambutnya di kolam.
Cici pun mengendap-endap ke arah tombol tadi lalu menekannya saat Ifa sedang menyelam. Setelah kolam renang itu tertutup sempurna, Cici mengeluarkan ponselnya lalu menelepon Yesaya.
"I've done with Ifa."
▪︎▪︎▪︎
Ifa ngira kalo Elis sama Juanda itu ngilang, bukan meninggal. Jadi, menurut Ifa yang tersisa di villa dan masih bernyawa itu cuma dia, Sheevan, Cici, Yesaya, Winar, dan Shaaron.
Siapatau ada yang gak paham kenapa di narasinya dibilang ada lima orang yang hilang padahal aslinya cuma tiga (Gita, Lionel, dan Maudy).
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Holiday Tragedy | 02line
Gizem / GerilimMereka pergi berlibur, namun sayang nyawa mereka harus ikut terkubur. 《》《》《》 Highest rank: 1 in #02line 1 in #soeun 2 in #chaehyun 3 in #ningning 3 in #eunjo 3 in #euijoo 7 in #jooyeon 10 in #monday 10 in #sangah 11 in #gaeul 15 in #wish 16 in #chae...