Chapter O5

109 33 6
                                    

"Baru lo yang bangun, Mon?"

Mone menolehkan pandangannya saat mendengar suara Sonya. Kemudian ia mengangguk, "iya baru gue."

Sonya menarik kursi pantry kemudian menelungkupkan kepala diatas lipatan dua tangannya. Keduanya tidak ada yang bersuara, hanya ada dentingan gelas beradu dengan jari telunjuk Mone yang terdengar.

Kedua gadis itu sibuk dengan pikiran masing-masing hingga terkejut saat bahu Sonya ditepuk oleh seseorang.

"Cici? Lo habis dari mana?" tanya Mone seraya menatap penampilan sahabatnya dari ujung kepala sampai pinggang.

Selihat Mone, gadis itu memakai topi berwarna krem dengan kaos oblong hijau terang dibalut cardigan hitam serta celana training (sepertinya).

"Beli sarapan. Tadi gue bangun kepagian, jadinya keluar dulu bentar buat ke depan villa eh gataunya ada yang jualan nasi uduk." jawab Cici seraya duduk di tempat Sonya karena kekasihnya Nikol tersebut sedang mengambil sendok yang tersedia di dapur villa itu.

"Bangun jam berapa emangnya lo?" tanya Mone, sedikit bingung. Pasalnya saat ia bangun tadi, belum ada satu orang pun yang berjalan keluar villa sampai Sonya datang dan menyapanya.

"Jam setengah enam kayaknya? Gue juga gak terlalu liat jam dah." jawab Cici seadanya. Gadis itu mengucapkan terima kasih pada Sonya yang menyodorkan beberapa sendok ke hadapannya.

Lah? Gue kan bangunnya jam lima. Kok bisa gue gak ada ngeliat nih orang keluar?

Mone memperhatikan Cici yang menaruh dua bungkus nasi uduk di depannya dan Sonya. Entah mengapa, gadis itu ada menaruh rasa curiga pada Cici.

"Eh, bangunin yang lain dong. Biar sarapan bareng." ujar Cici membuat Sonya menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau ngebangunin anak-anak cowok, ah. Takut gue sama si Juanda."

Memang dari semalam— lebih tepatnya sejak Gita menghilang secara tiba-tiba, para anak lelaki memutuskan untuk tidur di rumah pertama. Mereka pulang dari kantor polisi setelah menjalani interogasi kemudian Juanda mengamuk besar saat tahu kekasihnya menghilang.

Laki-laki itu membentak semua orang yang ada di rumah pertama bahkan menyalahkan para anak perempuan yang menurutnya tidak ada rasa bersalahnya saat Gita menghilang.

Pokoknya suasana liburan mereka sejak semalam telah berubah drastis.

Evan tewas, Gita menghilang. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada keduanya. They're clueless but they don't know what to do.

Akhirnya setelah memberanikan diri untuk membangunkan anak-anak cowok— lebih tepatnya berani untuk membangunkan Juanda, mereka semua berkumpul di ruang tamu dengan bungkus nasi uduk sudah tersedia di hadapan masing-masing.

"Nasi uduknya enak banget. Ini siapa yang beli deh?" Sheevan menyendok sesuap nasi uduk lagi ke mulutnya.

"Cici yang beli." jawab Sonya. Beberapa pasang mata pun langsung terarah ke gadis berzodiak Pisces itu.

"Beli dimana, Ci?" tanya Ifa. "Agak jauh dari sini sih. Tadi gue jalan kaki sekalian nyari udara segar." jawab Cici seadanya.

Semua orang menikmati sarapan yang dibeli Cici dengan khidmat. Kecuali Maudy yang sedari tadi memperhatikan sendok yang sedang digunakan Judy.

"Ju, itu sendok lo ada putih-putih gitu, apa gak mau dibersihin dulu?" tanya Maudy bingung. Pasalnya, hanya sendok Judy yang terlihat seperti ada bekas pakai dan terdapat semacam kerak berwarna putih di badan sendok tersebut.

Judy menatap sendok yang ia pakai kemudian mengangkat bahunya santai. "Gausah dicuci, palingan juga karna udah lama gak dipake makanya ada beginian. Lagian udah gue elap pake kaos gue tadi."

"Jorok banget anying ngelapnya pake kaos." celetuk Yesaya yang dibalas cengiran oleh Judy.

"Gue lagi males banget so— ARGH!"

Semua orang yang ada disana terkejut saat Judy secara tiba-tiba berteriak sambil mencekik lehernya sendiri. Laki-laki itu mendongak dengan mulut yang terbuka lebar dan mengeluarkan busa yang cukup banyak.

"JUDY! LO KENAPA???!" tanya Mone panik bukan kepalang. Gadis itu bingung ingin bertindak seperti apa karena ia sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan kekasihnya.

Mone menyentuh punggung belakang Judy dan tiba-tiba saja lelaki itu melemas serta kedua tangan yang tadinya mencekik leher langsung terjatuh ke atas nasi uduk yang tersisa.

Dengan ini, Judy tewas.

□□□

"Kita pulang."

"Eh kok pulang, jir? Kita liburan buat lima hari ya, anjir. Bayar villa ini juga udah full, gak ada refund."

"Udah ada dua orang temen kita yang tewas terus Gita ngilang. Dan, lo masih mikirin soal refund?!"

"Ya tapi gabisa pulang gitu aja. Juanda gak dibawa? Dia masih kesel sama kita gara-gara ngilangnya Gita, anjir."

Mone yang mendengar perdebatan sahabat-sahabatnya itu tiba-tiba berteriak kencang. Membuat mereka semua yang ada disana (kecuali Juanda) berjengit kaget.

"Mon, kenapa?" tanya Elis khawatir. Bukannya menjawab, Mone melempar tatapan tajam ke semua sahabatnya.

"Bisa-bisanya lo semua ribut disaat kita semua masih di depan jasad pacar gue?"

Pertanyaan dari Mone itu membuat mereka semua terdiam. Memang mereka memutuskan untuk memindahkan tubuh Judy yang sudah kaku ke sebuah ruangan kosong yang terletak di sebelah pintu perbatasan dapur dan taman belakang.

Tubuh Judy yang sudah menjadi jasad itu ditutupi oleh sebuah karung usang dan diduduki di kursi.

"Kita harus pulang, Mon. Disini udah gak aman banget, gue curiga ada yang ngincer nyawa kita disini." ujar Shaaron. Orang yang sedari tadi kekeuh untuk mereka semua segera pergi dari villa.

"Pulang? Dan ngebiarin jasad pacar gue disini? Tanpa ngelapor ke polisi?" tanya Mone, kini gadis itu beradu tatapan tajam dengan Shaaron.

"Kalo kita lapor polisi, bakal lama banget prosesnya, Mon. Keburu mati kita semua nunggu disini." ucap Winar, berusaha untuk netral walau sebenarnya ia sangat setuju dengan usulan Shaaron.

Villa ini memang sudah berbahaya. Dua sahabatnya kehilangan nyawa setelah mereka semua menempati villa ini. Dan menurut Winar, apa yang diucapkan kekasihnya itu ada benarnya.

Sepertinya, ada yang mengincar mereka— lebih tepatnya mengincar nyawa mereka.

"Tapi gak langsung ninggalin, brengsek. Kematian Evan juga belum ada titik terangnya, cowok gue mati, dan lo malah pengen kita semua buat pergi dari sini? Gue gak setuju."

Setelah mengucapkan itu, Mone pergi meninggalkan sahabat-sahabatnya yang masih berdiam di ruangan kosong itu.

Yang Shaaron pikirkan memang benar. Ada yang mengincar nyawa mereka, dan pelakunya ada di sekitar mereka.

▪︎▪︎▪︎

[✔] Holiday Tragedy | 02lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang