Chapter 1O

127 31 3
                                    

"Lo beneran gak bawa hape, kan?"

"Enggak. Hape gue sama Maudy udah kita lempar ke jalanan tadi pas tau kalo Yesa masang alat penyadap di bagian belakang."

Gita menghela napasnya lega mendengar jawaban dari Lionel. Gadis itu menyandarkan punggungnya ke jok mobil lalu menatap jalanan yang sepi karena jam masih menunjukkan pukul empat subuh.

"Gue gak percaya anjing kalo si Yesa sama Cici yang ngerencanain ini semua. Orang gilaaaa." seru Lionel. Masih tidak percaya dengan fakta yang ia dapatkan dari Gita seusai ia dan Maudy menemukan gadis itu melambaikan tangan di pinggir jalan tol. Keadaan Gita pun saat itu benar-benar buruk. Kening serta mata kirinya bengkak berwarna biru dan banyak goresan di kedua lengannya.

"Lo berdua kan sahabat deket mereka. Masa gak tau sih kalo Yesa ada penyakit skizofrenia akut?" tanya Gita bingung. Namun yang ia dapatkan malah gelengan kepala dari sepasang kekasih itu.

"Gue gatau sama sekali. Yesa looks so fine, mungkin pas putus sama Cici doang keliatan banget berantakannya. Sisanya mah kayak manusia normal."

"Tapi gimana ceritanya ya kok mereka sampe seniat itu bikin skenario pura-pura putus? Atau jangan-jangan itu dari pikiran si Yesa doang?" tanya Maudy bingung. Pasalnya saat ia tahu jika Yesaya dan Cici putus, keadaan dua orang ini memang sangat menyedihkan.

Benar-benar seperti orang yang abis diputusin pacar. Nangis, muter lagu galau, diajakin bercanda malah diem aja. Jadi, baik Lionel maupun Maudy kaget banget pas Gita cerita kalo sebenernya sepasang kekasih itu pura-pura putus.

"Kalian yang udah sahabatan lama aja kaget banget, apalagi gue anjiiir." sahut Gita. Kini, ketiganya berencana untuk mengungsi sementara ke rumah sepupu Gita yang berada di Jakarta.

Mereka memutuskan kembali ke Jakarta —tapi gak balik ke rumah— sambil mencoba mengirim bantuan untuk sahabat-sahabat mereka yang masih di villa.

"Kalo Juanda? Kalian tau kabar dia, gak?" tanya Gita. Gadis itu sangat khawatir dengan keadaan kekasihnya yang ia tinggal begitu saja disana bersama dengan pasangan Bonnie and Clyde itu.

"Kita gatau, Gita. Maaf. Kita langsung kabur soalnya pas tau si Yesa sama Cici gak ada di villa." jawab Maudy membuat Gita menurunkan bahunya.

"Gue yakin si Juanda baik-baik aja. Selama dia ngejalanin rencana mereka yang lo bilang itu." sahut Lionel berusaha untuk membuang pikiran-pikiran negatif yang selalu menghampirinya.

Sahabat-sahabat gue pasti selamat. Pasti mereka bisa jaga diri. Please bertahan sedikit lagi biar gue bisa kirim bantuan buat lo semua.

Gita pun menghela napasnya. "Gue takut banget dia jadi ditargetin sama Yesa atau Cici karena gue berusaha kabur buat lapor ke polisi. Bego banget kenapa gue gak ngejalanin rencana mereka itu aja. Bego banget gue malah milih kabur dan gak ngasitau Juanda. Bego banget—"

"Gita, lo gak bego. Pilihan lo itu udah cerdas banget. Lo ngeiyain ajakan mereka juga karena lo takut kebongkar soal kalian yang pernah ngegugurin anak kalian, kan?

Gue tau emang gak mudah buat milih apa lo harus nolak atau ngeiyain. Tapi apa yang lo lakuin sekarang itu udah bener. Lo berdoa aja semoga Juanda dan yang lain masih bertahan di villa itu. Oke?"

Gita terdiam mendengar penuturan Maudy. Gadis itu menganggukkan kepalanya walau sebenarnya Maudy tidak bisa melihatnya.

Setelah hampir lima jam perjalanan, ketiganya pun sampai di sebuah rumah berukuran besar yang merupakan kediaman dari sepupunya Gita.

Lionel dan Maudy mengikuti langkah Gita menuju pintu utama rumah. Kekasihnya Juanda itu mengetuk pintu beberapa kali hingga terlihatlah presensi seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengan mereka semua.

"Gita? Lo ngapain kesini? Terus itu kenapa muka lo bonyok?!"

Rentetan pertanyaan dari sepupunya Gita tersebut tidak dijawab. Gita langsung memeluk sepupunya itu lalu menangis.

"G— gue sama temen-temen gue boleh nginep sementara disini, gak? Please..." ucap Gita dengan lirih. Sepupunya itu melirik ke arah Lionel dan Maudy sebentar kemudian menganggukkan kepalanya. Mereka berempat pun masuk ke rumah lalu duduk di sofa ruang tamu.

"Papa gue gak pulang hari ini. Jadi kalian bisa cerita semuanya ke gue tanpa harus takut ketauan siapa-siapa." ujar sepupunya Gita setelah menaruh tiga gelas air putih ke meja ruang tamu.

Maudy yang memiliki trauma dengan gelas dan air putih itu pun langsung menggenggam erat tangan Lionel. Ia menundukkan kepalanya sambil membuang pandangan dari gelas-gelas yang ada di meja tersebut.

Gita pun mulai menceritakan semuanya. Mulai dari ia dan Juanda yang diminta untuk bekerja sama dengan Yesaya dan Cici sampai akhirnya ia bertemu dengan Lionel dan Maudy yang melarikan diri dari villa tersebut.

Denny — sepupunya Gita — menganggukkan kepalanya. Ia bersedekap dada lalu menatap tiga orang itu secara bergantian.

"Yaudah lo bertiga nginep aja dulu disini. Besok kita telepon polisi buat nyelamatin temen-temen kalian yang ada disana." ujar Denny.

Setelah obrolan mereka selesai, Gita bersama Maudy berjalan ke lantai atas untuk mengistirahatkan diri di kamar tamu yang sudah diizinkan Denny untuk ditempati. Tersisa Lionel dan Denny di ruang tamu.

"Lo tidur bareng gue apa di kamar tamu yang satu lagi?" tanya Denny, memecahkan keheningan diantara mereka.

"Di kamar tamu aja. Boleh, kan?"

"Ya boleh dong. Tapi bentar ya, gue minta bibi buat ngebersihin dulu soalnya itu kamar jarang dipake."

Lionel menatap kepergian Denny ke bagian belakang dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

"Itu orang agak mencurigakan." gumam Lionel kemudian menyandarkan bahunya di sofa.

Well—

▪︎▪︎▪︎

Jeon Doyum [Denny]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeon Doyum [Denny]

FINALLY THIS STORY WILL BE END TOMORROW!!!🤡🤡🤡

[✔] Holiday Tragedy | 02lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang