Pagi datang seperti biasa untuk Daniel Everette. Dari kamar tidurnya yang minimalis, pemuda itu merenggangkan tubuhnya. Sinar belum mulai mengintip. Bau masakan Eustacia juga sudah mulai tercium. Daniel mulai mengira-ngira waktu. Mungkin sekitar pukul lima pagi.
Rumah sederhana dengan dua lantai itu memiliki desain unik dengan lantai terlapisi ornamen kayu coklat. Mendiang orangtua Daniel dan Eustacia begitu mencintai rumah ini. Itu sebabnya sepeninggalan mereka, keduanya sama sekali tak berniat menjual rumah, walaupun biaya perawatannya cukup besar.
"Pagi, Kak."
"Hai," Eustacia yang memakai apron berwarna pastel menoleh sesaat. "Udah sikat gigi belum? Mau minta tolong untuk cobain sup, nih."
Daniel menggeleng pelan. "Lagian nggak usah dicobain juga udah pasti enak."
Decakan yang diiringi senyum mengembang terdengar dari belah bibir Eustacia. Gadis itu terbiasa dengan pujian sang adik. Tapi tetap saja ada rasa bangga pada dirinya ketika melihat Daniel menyukai masakan yang ia buat. Sederhana memang, namun mereka sama-sama belajar untuk saling menghargai. Mengingat mereka hanya tinggal berdua saja di dunia ini.
"Nanti kamu bawa bekal, ya. Masuk pagi, kan?"
"Iya," Daniel melenggang menuju pintu samping tempat biasanya handuk dan pakaian dalam dijemur kakaknya. Dia mengambil satu handuk untuk bersiap mandi. "Nanti aku juga ada shift jam dua di Tamer. Jadi mungkin aku nggak ikut makan malam di rumah."
"Berarti pulang malam lagi, dong? Yaudah nanti Kakak pulang kerja langsung ke Tamer aja. Biar kita pulang bareng."
"Nggak usah, Kak." Daniel terkekeh. "Aku nggak apa-apa. Kan yang kemarin nyerang aku udah ditangkap. Aman dong aku."
"Bener?"
"Iyaaaa." Daniel menjawab dengan nada gemas. "Yaudah, aku mandi duluan."
Eustacia mengangguk, mengiyakan begitu saja adik satu-satunya untuk membersihkan diri. Matahari kemudian perlahan naik, hari juga pelan-pelan dimulai.
****
Kondisi Decelis sama seperti hari biasanya. Begitupun dengan ruang organisasi yang kerap digunakan Arai dan tim untuk melaksanakan rapat. Senada dengan jadwal yang telah dilakukan, hari ini mereka kembali berkumpul untuk mendiskusikan pekerjaan. Mengingat, sudah dua minggu menjelang event hari pertama.
"Gimana?" Arai buru-buru masuk dan menutup pintu. Para Ketua Divisi sudah duduk di masing-masing kursi, bersiap dengan dokumen mereka.
"Boleh gue duluan gak? Update dari tambahan sponsorship yang kemarin kita omongin." Libra mengangkat tangannya. Arai mengangguk.
"Go on, Lib."
"Okey, so, gue cuma dapat dua tambahan sponsor yang udah ready sama produk mereka. Satu sponsor batal karena mereka belum dapat teken izin dari atasannya."
"Jadi tenda masih ada sisa satu, ya, Fieverio?"
"Yoi." Anggukan mantap diberikan yang bersangkutan. "Gue langsung tawarin ke anak UKM atau gimana?"
"Boleh. Langsung aja di grup koordinator masing-masing UKM. Jadrienne, tolong bantu datain juga."
"Siap, Rai."
Sebuah ketukan terdengar ditengah diskusi mereka. Bunyi kenop diayun menyusul kemudian. Daniel masuk dengan sikap hati-hati, lengkap dengan senyum tipis penuh rasa maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SUNGJAKE] - Pangeran Gagak dan Tuan Kopi
FanfictionDua orang dengan preferensi berbeda tiba-tiba saja menjadi satu dalam tujuan. Pangeran Gagak gemar kesempurnaan, tapi di setiap benang merah kehidupan, kenapa Tuan Kopi selalu ada?