BAGIAN VI

476 73 28
                                    

Nathanial Akio berkedip bingung karena, alih-alih datang sendiri, Daniel justru ditemani oleh seorang pemuda yang tidak ia kenal. Maksudnya, seluruh teman Daniel sangat ia kenal. Kecuali yang satu ini.

"Jadi?"

Arai mengulurkan tangannya. "Pertama, kenalin dulu. Gue Arai, kakak dari cewek yang ditolong Daniel waktu itu."

Akio mengerjap bingung namun kepalanya mengangguk mengerti. Kuasanya terulur untuk menyambut jabatan tangan Arai, yang lalu ia lepas di detik setelahnya.

"Kebetulan banget kasus adik gue udah masuk ke ranah hukum. Hari ini Daniel sebagai saksi akan dimintai keterangan. Gue disini untuk jadi penguat izin dia hari ini."

"Oh, iya." Akio masih kebingungan. Dia menggaruk sebelah pelipisnya seraya melirik Daniel yang seperti tanpa daya. "Gak apa-apa kok kalau mau izin juga. Sebenernya aku juga fleksibel."

Daniel menatap Akio penuh rasa bersalah. "Besok shift gue jadi full aja, ya, Ki. Gak apa-apa kok besok gak ada kelas."

"Gampang, Kak Daniel." Akio berbisik. "Gih, sana. Kak Arai mukanya galak banget, ngeri."

Daniel meringis. Memang selama ini dia tidak pernah meleset dalam memberi impresi pertama. Arai memang cenderung seperti batu kali yang keras saat bertemu siapapun pertama kali. Bedanya, jika semua orang berubah lembut ketika sudah saling mengenal, maka Arai kebalikannya, justru makin terlihat seperti batu antik—sangat keras.

"Daniel, ayo."

"Oke," Pemuda Everette kembali menatap Akio. "Gue pergi dulu ya, Ki."

Akio si manis memberi lambaian terakhir mengikuti figur Arai dan Daniel. Helaan nafas lembutnya terdengar. Dia menggeleng pelan penuh kebingungan.

"Kak Arai kan yang ketua itu, ya. Sejak kapan Kak Daniel sama dia jadi akrab."

****

Ini pertama kali dalam hidup Daniel berada di kantor kepolisian. Gedung dengan nuansa coklat dan banyaknya petugas berlalu-lalang entah nengapa membuat nyalinya ciut hingga dasar.

"Lo kenapa?"

"Gak apa-apa." Daniel menyahut dengan cepat. "Kita harus lewat mana?"

Arai, dengan tingginya yang lebih semampai, memandang sekitar mencoba menelisik arah. "Kayanya kearah sana. Kita lihat aja dulu."

Dwicagak Daniel menurut saja pada langkah yang diambil Arai. Pemuda itu benar-benar mengikuti pemuda Atsuzawa hingga mungkin presensinya tenggelam dalam figur pundak Arai.

Keduanya menelusuri selasar dengan pilar tinggi di bagian kanan gedung. Mata milik Arai memandang satu per satu ruangan yang ada. Hingga pada satu titik, langkahnya berhenti, yang otomatis membuat Daniel menabrak punggung si pemuda.

"Aw,"

Arai buru-buru menoleh. "Lo bengong, ya?"

"Enggak," Daniel mengelus ujung hidung mancungnya dengan pelan. "Gue cuma kaget."

Satu alis Arai terangkat, menebarkan kebingungan. Keduanya masih terdiam di titik yang sama sebelum suara lebih berat hadir, diiringi dengan figur petugas yang kemarin ditemui di lokasi penangkapan.

"Den Arai, selamat datang!"

Lanang Atsuzawa kemudian membalikkan badannya, lalu memberi senyum sopan pada yang bersangkutan. Petugas itu semakin tersenyum paling besar.

[SUNGJAKE] - Pangeran Gagak dan Tuan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang