BAGIAN VII

417 77 8
                                    

Perjalanan pulang lebih hening dari sebelumnya. Mobil yang dikendarai Arai mulai memasuki jalan menuju rumah Daniel dengan kecepatan stagnan. Seperti sebelumnya, kendaraan tersebut berhenti hanya di muka jalan.

"Thank you, ya, Rai."

Sungguh banyak yang ingin dikatakan Arai, namun lidah kelu menahannya. Dia tahu mereka menjadi canggung satu sama lain.

"Iya."

Dan konversasi mereka berakhir disana. Daniel membuka pintu mobil kemudian segera berlari menuju rumahnya. Arai sendiri segera menghela nafas panjang. Deheman halus dilakukan sebelum kakinya kembali menekan pedal gas.

Hingga ketika mobil Arai menjauh, figur asing keluar dari kejauhan. Sosok dengan hoodie dan masker itu menoleh kearah rumah keluarga Everette. Setelah mengamati entah apa, figurnya berjalan menjauh hingga tak terlihat lagi.

****

Malam menjelang dan Arai masih berdiri dengan tangan terlipat di dadanya. Kadang-kadang dia melangkah mondar-mandir. Entah apa yang ada di kepalanya, tapi itu juga sukses membuat Ayumi yang baru keluar dari kamar turut menatap bingung.

"Kakak kenapa, sih?"

Arai menoleh ketika melihat presensi sang adik. Pemuda itu lalu menghampiri Ayumi, memeluk pundak serta mengelus rambutnya sesaat. Namun, pelukan itu segera ia lepas, masih dengan wajahnya yang gusar.

"Biasa aja, sih. Harusnya biasa aja, kan."

Gumaman Arai membuat Ayumi kesal. "Apa, sih?!" Gadis itu memegang rambut hitam legamnya. "Kakak ngatain rambut aku biasa aja? Parah banget! Padahal aku baru ke salon!"

"Berisik kamu, Kakak lagi mikir."

"Ish!" Ayumi kemudian berlari melewati Arai dan menuruni tangga sambil berteriak. "Mamaaa! Kak Arai tuh ngatain aku!"

"Siapa yang ngatain sih?! Ayumi!" Kini, yang lebih tua bereaksi. Arai mengayunkan dwicagaknya untuk turut menuruni tangga. Kebetulan, memang ada jadwal makan malam bersama.

"Tuh anaknya, tuh, Ma!"

Arai berdecak ketika kakinya sampai di ruang makan. Ayumi telah meledeknya, merasa menang karena yakin Ibu mereka akan membelanya. Arai bersikap cuek. Pemuda itu hanya langsung duduk dan bersiap makan.

"Jangan berantem mulu, ah." Ibunya, Miori, berbicara pelan. Dia mengelus masing-masing kepala anaknya. "Anak Mama cakep dua-duanya, gak ada yang enggak."

Ayumi masih cemberut, namun menjadi lebih baik karena pujian. Arai sendiri bersikap seperti biasa, justru mulai fokus dengan piring yang mulai ia isi nasi dan lauk.

"Oh, iya, Kak. Kok Kak Daniel gak kesini?"

Arai terbatuk sesaat.

"Daniel yang mana?"

"Itu, loh, Ma. Yang kemarin nolongin aku."

"Oh, iya." Miori menjawab di sela kegiatan makan. "Gimana, Kak? Kok Daniel belum diajak makan malam disini?"

"Anaknya sibuk, Ma." Arai menjawab cepat. "Nanti diajak kalau dia ada waktu."

"Secepatnya, ya. Mama kan juga mau berterimakasih."

Kepala Arai hanya mengangguk-angguk. Mulutnya terus ia isi makanan untuk mencegah kecanggungan yang bisa terlihat kapan saja. Sulung Atsuzawa itu belum bisa mengenyahkan kegusaran yang melanda.

[SUNGJAKE] - Pangeran Gagak dan Tuan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang