08

386 62 14
                                    

"Paman."

Tepat saat Seungwan membuka matanya, pemandangan pertama yang dia dapatkan adalah pahatan wajah sempurna seorang pria tampan disampingnya. Setengah mengembalikan kesadarannya, Seungwan menguap kecil namun sang pria nampak tak terganggu. Dia merapatkan selimutnya, dingin yang menyengat pagi itu membuatnya sadar bahwa dia tak mengenakan apapun di tubuhnya.

Seungwan tak begitu terkejut–dalam kata lain, dia dalam kesadaran penuh saat Sehun menyentuhnya semalam. Entah apa yang kini mengganjal di hatinya, tapi di sisi lain dia tak begitu menyesali–dia tak munafik seperti gadis lain yang menikmati percintaan itu tapi menyebut diri mereka seakan-akan terpaksa. Seungwan sadar saat Sehun menciumnya semalam, membawanya pada kenikmatan duniawi–dia tak bodoh.

Daripada menyesali yang telah terjadi, nyatanya Seungwan lebih terpana pada wajah pulas Sehun yang begitu sempurna–begitu polos juga murni, beda lagi jika sudah terbangun. Aura dingin yang menguar dari dirinya akan tersebar dimana-mana.  Terkadang, Seungwan terkejut dirinya bisa membuat pria sepertinya jatuh berlutut untuknya. Taehyung-pun, jika diingat dirinya ini hanya gadis sebatang kara yang miskin bila tak ada keluarga ini.

Seungwan tersenyum miris, lihat, bahkan dia sekarang berani mengkhianati Taehyung dengan pamannya sendiri.

Gadis itu bangkit sedikit, mengecup pipi putih Sehun cukup lama.

"Kau sudah mulai nakal, ya?"

Mata Seungwan membola, lalu dia menarik tubuhnya secepat kilat. Meski terkejut, dia tetap memasang wajah datarnya.

Sehun terbangun, merasakan bibir hangat itu menyentuh pipinya. Ditatapnya Seungwan dalam, mengagumi wajah cantik gadis yang resmi menjadi miliknya seutuhnya itu.

Seungwan bergerak menjauh, duduk di pinggir ranjang sambil tetap menahan selimut agar tak memperlihatkan seluruh tubuhnya yang polos. Sehun ikut bangkit, bersandar pada kepala ranjang kamar sang gadis, memandang punggung telanjang Seungwan yang bersih. Sedikit meringis ketika melihat bagian bahu gadis itu penuh keunguan, sebab dirinya yang semalam tak tahan membenamkan dimana-mana ciumannya. Terlalu gemas karena gadis itu terlalu manis.

"Jika seseorang mengatakan aku murahan," Seungwan meraih kausnya yang tergeletak di lantai, "Aku dengan mudah akan mengatakan bahwa aku adalah jalang."

Sehun mengerutkan alisnya, tak suka pada ucapan gadis tersebut, "Akan kubunuh siapapun yang berani menyebut kau begitu."

Seungwan nampak tertawa kecil, lalu dia berbalik pada Sehun, "Benarkah? Kau akan melakukannya untukku?"

"Bukan tugas yang sulit," Sehun tampak menganggap remeh.

"Baru kali ini aku mendengar seseorang ingin membunuh hanya karena ku," gadis tersebut kembali tertawa melihat raut serius Sehun.

Pria tersebut, yang nampaknya mulai paham arah ucapan Seungwan mendekat, menipiskan jarak mereka dan merangkul gadis itu dengan lembut, "Kau kecewa karena ku?"

"Tidak, aku tidak munafik, paman," Seungwan menghela nafas, "Aku hanya sedang berpikir sampai kapan ini akan berlangsung."

"Jadi kau menyebut yang semalam adalah hari pertama kita?"

"Kalau begitu bukan?" Alis Seungwan menarik sebelah.

Sehun menggeleng, "Kurasa kita sudah lebih lama daripada itu."

"Paman."

"Hm."

"Aku takut kau yang kecewa."

Mata elang itu menatap Seungwan tak mengerti.

"Aku belum bisa memilih, kau dan dia."

"Aku tidak memintamu untuk memilih," Sehun menipiskan jarak mereka, "Karena aku yang akan menjadi yang terakhir."

Perforce (Cold Uncle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang