05

954 120 26
                                    

Seungwan mengetuk pintu kamar Sehun pada akhirnya setelah berkecamuk sendiri dengan keraguannya yang panjang. Jam dinding mengarah ke pukul sepuluh, gadis itu hanya berharap Sehun belum tidur sekarang karena sungguh, Seungwan sangat penasaran dengan alasan pria tersebut.

Tadi setelah mengobati lukanya, Seungwan tak bernafsu sama sekali untuk makan. Jadi dia tak bertemu lagi dengan Sehun dan hanya menetap di kamarnya sambil mencari-cari jawaban yang memungkinkan untuk pertanyaannya.

Sial, dia tak menemukan apapun.

"Masuk!"

Seruan itu membuat kegugupan Seungwan kembali, jadi dengan helaan nafasnya yang panjang, gadis itu memutar kenop pintu. Matanya memandang lurus pada seorang pria berpiyama cokelat tua sedang duuk di atas ranjang, sibuk dengan laptop di atas pahanya.

Sehun balik menatapnya, alisnya berkerut mendapati gadis tersebut mematung di ambang pintu, "Kenapa kau melamun di sana?"

Seungwan tersentak, lalu dengan langkah ragu masuk ke dalam kamar bernuansa gelap tersebut. Menutup pintu dengan serapat mungkin berharap tak ada yang mengganggu mereka. Jaraknya dan Sehun hanya beberapa keramik dari ranjang tersebut.

"Ada apa?" Tanya Sehun, kembali sibuk dengan laptopnya.

"Paman..." Panggil Seungwan, kembali detakan jantungnya terasa kencang, "Boleh aku bertanya?"

"Ya," Sehun menjawab tanpa meliriknya.

"Darimana Paman tau aku menginginkan tas itu?"

Ketikan Sehun di atas keyboard lantas berhenti, terdiam seribu bahasa sebelum akhirnya memutar kepala. Mengadukan kedua lensanya dengan retina sayu Seungwan yang bertabur penasaran.

"Itu hanya sebuah tas, kenapa kau terus bertanya tentang hal itu padaku? Aku tidak tau kau menginginkannya," Sehun menarik nafas, menghembuskannya kasar yang terdengar seperti dengusan, "Sama sekali tak tau."

"Tak mungkin," Seungwan yakin pada pendiriannya, "Aku baru menginginkannya beberapa hari lalu, tidak mungkin Paman tidak sengaja membelinya. Dan lagipula, benda itu mahal sekali."

"Mata uang Paris dan Korea berbeda, kau hanya tidak tau itu," jawab Sehun enteng, "Dan lagipula, kau berharap jawaban apa dariku?"

Seungwan-lah yang kali ini terdiam, bibirnya terasa kelu untuk membalas Sehun. Tapi kalau dipikir-pikir, benar juga, jawaban apa yang sebenarnya Seungwan harapkan dari Sehun?

"Kau ingin mendengar bahwa aku memperhatikanmu? Atau aku tak sengaja mendengar kau sedang mengelu-elukan tas itu–"

Seungwan membulatkan kedua mata saat Sehun tiba-tiba menghentikan ucapannya, seakan sadar bahwa dia malah mengatakan hal yang memang sebenarnya terjadi.

Keheningan menerpa atmosfer di antara mereka, dengan kedua mata yang terus melempar pandang satu sama lain.

Seungwan sadar betul darahnya berdesir hebat dan nafasnya memburu, seolah dia gugup mendengar jawaban Sehun yang tepat sasaran meski tak disengaja. Yang memang dia butuhkan saat ini.

"Aku hanya kasihan padamu," elak Sehun, meski kebohongannya kali ini mudah Seungwan temukan, "Kau menyukai tas itu, jadi aku membelikannya untukmu. Itu yang ingin kau dengar kan?"

Gadis itu menunduk dalam, tidak tau harus berkata apa.

Sehun masih berusaha tenang meski sudah tertangkap basah. Dia meletakkan laptopnya di sisi kirinya, lalu jemarinya terangkat ke udara, "Kemari."

Seungwan mendongak kembali, masih terkejut dengan jawaban Sehun tadi. Dia tak mengerti maksud pria itu meski tau gesturnya seolah menyuruh Seungwan untuk mendekatkan diri padanya.

Perforce (Cold Uncle)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang