Dua Puluh Tiga

2.1K 334 54
                                    

Sai yang sedang sibuk membongkar mesin mobilnya terpaksa berhenti begitu ponselnya berdering. Nama Sasuke yang tertera dilayar membuat keningnya berkerut. Biasanya anak itu akan langsung muncul saja digarasi rumahnya.

"Halo..."

"Lepaskan dia Sai... Biarkan dia pergi."

Sai terpaku mendengar suara lirih tapi mantap diseberang sana. "Kau yakin?"

"Aa..."

Sambungan telepon telah di putus, tapi Sasuke masih mematung dengan ponsel yang menempel ditelinganya. Matanya terpejam. Mencoba menekan seluruh emosi yang mulai naik.

Sasuke berubah total. Tidak lagi menjadi laki-laki brengsek yang suka mematahkan hati wanita. Dia sopan dan bersamanya benar-benar akan merasa aman. Matanya tak pernah lagi melecehkan. Tangannya tak lagi aktif. Dan Sasuke jauh lebih ramah meski tetap terkesan diam dan jauh.

Mobil Sasuke tak pernah tak berisi. Tapi tak hanya satu, nyaris setiap bangku akan terisi. Dan selalu berganti-ganti. Tak pernah ada yang menetap. Hanya sekedar pengisi sunyi.

Sai yang melihat hal itu lebih memilih untuk membiarkan, karena laki-laki itu tau ada ruang yang tak akan bisa diisi oleh orang lain. Karena jika sendiri, Sasuke akan kesepian.

Laki-laki pucat itu juga tak banyak berkomentar saat dilihatnya ada sebentuk tato di dada bagian kiri Sasuke. Begitupun saat sahabatnya itu mulai merokok.

Biarkan saja dia meluapkan rasa sakit dan sepinya pada hal itu. Untuk saat ini, Sai akan membiarkannya.

Yang menjadi permasalahannya adalah Sai yang mulai gelisah.

Selama ini, menjaga Sakura adalah satu-satunya alasan laki-laki itu bisa berada disekitar Ino.

Meski mereka tak lagi sedekat dulu, tapi setidaknya ia bisa melihat atau bahkan menyapa sang mantan. Jika beruntung, Sai bisa sedikit ngobrol dan mengantarnya pulang bersama dengan Sakura.

Dan sekarang alasan itu tak lagi ada.

"Jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku, atau Naruto. Jangan pulang terlalu larut sendirian. Kau bisa meminta jemput pada ku. Atau Naruto."

Sakura menaikkan alisnya. "Itu pesan untuk ku?"

Sai berdecak lalu mengusak kepala Sakura gemas. "Memangnya dengan siapa aku bicara sekarang?"

"Ow..." Balas Sakura menyebalkan. "Terimakasiiih..." Kata Sakura akhirnya dengan nada imut dan ceria.

"Semoga Sasori mu itu adalah pilihan terbaik untukmu." Doa Sai tulus. "Sampaikan juga permintaan maafku karena telah mengganggu kemarin."

Sakura mengangguk antusias. "Jadi kau tak akan mengganggu lagi kan?"

Sai terkekeh geli lalu pergi. Senyum Sakura semakin lebar seiring dengan menjauhnya Sai. Akhirnya ia benar-benar bebas, merdekaaa...

Tapi, saat dimana Sai berhenti mengganggu juga saat semua terbuka...

Sakura terpaku begitu melihat Sasori yang selama ini terlihat sempurna dimatanya tak lagi sesempurna dulu.

Tatapannya yang dulu mampu membuat Sakura merona sekarang malah membuat hatinya berdebar was-was. Mata itu begitu tajam dan berbahaya.

"Sasori, ada apa?"

"Mana anjing penjagamu?"

Sakura terperangah mendengar pilihan kata laki-laki itu. "Maksudmu?"

Sasori berdecak, meraih tangan Sakura dan membawanya pergi menuju mobil yang terparkir tak jauh dari sana.

"Ayo jalan-jalan... Supaya kita bebas dari gangguan."

Sakura hanya bisa terdiam sepanjang perjalanan. Sikap Sasori yang tak lagi selembut dulu membuat Sakura takut.

"Kamu kenapa jadi aneh sih?" Tanya Sakura saat tak tahan lagi dengan keheningan didalam mobil.

Sasori tak menjawab. Laki-laki itu hanya fokus pada jalanan hingga ia memarkirkan mobilnya disebuah hotel.

"Kenapa kesini?"

Sasori terkekeh. "Kenapa? Kau tak lagi sok polos kan?"

Kontan alis Sakura menukik tajam. Sama sekali tak mengerti. Dan juga, tawa sinis yang baru ia dengar sangat berbeda dengan tawa yang selama ini diberikan Sasori.

"Berikan aku apa yang sudah kau berikan pada Sasuke!" Perintah Sasori tajam.

Sakura tercengang melihat perubahan sikap Sasori. "Jadi selama ini kau mengharapkan hal ini? Kau tidak serius?" Desisnya.

Sasori kembali tertawa. "Serius? Pada mantan kekasih Sasuke? Yang benar saja! Bekas Sasuke hanya untuk main-main.. Untuk apa aku serius dengan perempuan rusak?"

"Perempuan rusak? Tarik kalimatmu tadi! Aku tidak pernah melakukan apa-apa dengan Sasuke!" Bentak Sakura. Darahnya terasa mendidih dengan tuduhan tak berdasar Sasori.

"Jangan berbohong... Semua orang tau reputasi Sasuke dan mantan-mantannya yang lain. Buktinya, kau juga bersama dengan sahabatnya itu kan?"

"Tidak semua! Aku tidak seperti itu! Aku dan Sai tidak ada hubungan apa-apa!"

Sasori memandang Sakura dengan tatapan merendahkan. "Oh ya? Kalau begitu, ayo buktikan. Biar aku tau kalau kau... memang berbeda." Laki-laki itu menyeringai. "Ini hotel mahal..." Bisiknya lagi.

Sakura merasa tercekik sekarang. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Sasori yang selama ini begitu lembut dan menyenangkan ternyata tak lebih dari lelaki brengsek lainnya.

Gadis itu menghela nafas. Menahan tangis yang mulai mendesak ingin keluar.

"Baiklah. Tapi kau tunggu disini sebentar."

"Oke... Aku akan menunggu dengan sabar." Bisik Sasori dengan seringainya.

Sakura membuka pintu mobil lalu turun dan kembali membuka pintu belakang mobil Sasori, meraih stik golf yang selalu ada didalam mobil itu.

Dengan kalap Sakura memukuli seluruh kaca mobil Sasori hingga retak parah sementara sang pemilik hanya bisa terpaku didalam sana.

Sakura baru berhenti begitu dilihatnya seluruh kaca mobil itu rusak. Diberikannya tatapan penuh kemarahan pada Sasori yang masih terdiam didalam sana.

Setelah melemparkan stik golf milik Sasori, Sakura pergi menuju taksi yang berhenti dipinggir jalan. Mengabaikan tatapan penasaran orang-orang disana.

"Nona, kita mau kemana?" Tanya sang supir yang ikut menyaksikan aksi bar-barnya.

"Pulang!" Bentak Sakura dengan air mata yang mulai turun diwajahnya.

Untung saja si supir cukup sabar untuk tak menendang Sakura dari mobilnya. "Dimana alamat rumah mu, Nona?" Tanya si supir setelah memberikan sekotak tisu.

Setelah menyebutkan alamatnya, Sakura menangis sepanjang perjalanan. Seandainya saja saat ini Sai bersamanya. Atau Sasuke.

Ya, Sasuke!

Sakura menyadari satu hal yang selama ini luput dari perhatiannya.

Sasuke tak pernah membuat Sakura berada diposisi ini. Meski laki-laki itu menyebalkan, posesif dan tukang paksa, tapi Sasuke sama sekali tak pernah memaksanya seperti Sasori.

-To be Continued-

Halooo.. aku up lagiiii... iyah, lagi rajin dan lagi nganggur. 🥲

Anooo.. yang kemarin maki-maki Sasuke, masih belain Sasori kah? 😂😂😂😂

As always, terimakasih untuk kalian yang selalu vote dan komen... sampai berjumpa lagi di next chapter.

Semoga aku santai terus, biar bisa cepet up lagi 😆

See u when i see u 🤍

Love me, Sakura.. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang