"Bang Gio, boleh foto bareng?"Gio yang entah berapa lama mengeliling koridor kampus sembari mengunyah permen karet itu menoleh seketika. Harusnya ia bisa saja langsung pulang mengingat mata kuliah hanya satu dan dijadwal pagi. Sayangnya, ia tidak berminat.
Tidak ada Rean maupun Nanta di rumah. Begitu juga dengan Dikta yang terus-terusan sibuk bersama layar laptopnya. Semua orang menjalankan rutinitas masing-masing.
Lebih baik di sini, kan? Meskipun Gio akui tanpa tujuan. Duduk di kantin dan mengobrol panjang bersama teman lainnya, kadang Gio lakukan, tetapi tidak bertahan lama. Hanya dalam hitungan belasan menit ia memilih untuk kabur, ketika pembahasan mulai merambah entah ke mana.
"Bang?"
"Eh, iya?" Gio yang memperhatikan mading fakuktas, menoleh seketika. Alis tebalnya terangkat, lalu memiringkan kepala begitu seseorang yang tidak dikenal menepuk bahunya. "Ada yang perlu gue bantu?"
"Boleh minta foto?"
Adik tingkat. Dari gayanya dapat Gio tebak baru saja beberapa bulan di dunia perkuliahan. Outfit yang lengkap mulai dari ujung kepala hingga kaki, tas yang tampak berat seakan ingin membawa seluruh buku yang ada.
Gio mengembus napas panjang, mengusap belakang leher yang tidak gatal. Ya, memang ada beberapa fakultas yang mengharuskan membawa banyak buku, tetapi untuk manajemen sendiri?
Entahlah. Apakah ia yang terlalu praktis, atau mahasiswi ini yang terlalu rajin, Gio juga tidak tau.
"Untuk?" tanya Gio.
"Beberapa bulan kemarin aku belum ikut orientasi mahasiswa. Jadi, diberi tugas buat kenalan sama kakak tingkat sekaligus buktinya," ucap gadis dengan jepitan di rambut itu.
Gio berjalan mendekat, kedua sudut bibirnya terangkat saat kamera depan menyorot wajahnya begitu juga gadis ini. Hanya cukup satu foto, berhasil membuat gadis itu tersenyum puas.
"Siapa yang beri tugas, hm?" tanya Gio.
"Kak Nesya."
Nesya. Gio memalingkan wajah, mengedarkan pandangan dari lantai dua. Jika dugaannya benar, pasti Nesya yang merekomendasikan gadis ini untuk menemuinya. Kadang ingin rasanya Gio mengeluh, ayolah! Hanya beberapa kegiatan organisasi yang ia ingin terlibat, lagipula sudah berhenti beberapa bulan lalu. Sekarang? Gio tidak berminat lagi.
"Nesya minta lo ketemu sama gue?" tanya Gio, memperhatikan hasil foto sekilas. Gadis itu mengangguk. "Tugasnya tinggal berapa lagi?"
"Tinggal dua kakak tingkat lagi," jawabnya, menoleh kiri kanan. Setengah kebingungan, hendak menemui siapa yang menjadi sasaran tugas selanjutnya.
Gio menoleh ke arah pandangan gadis itu, tepat pada beberapa orang yang berada di kerumunan sana. Ah, Gio mengenal. Memang bukan satara satu semester dengannya, melainkan di bawah, tetapi Nesya yang satu organisasi dan Gio yang seringkali terlibat dalam acara gadis itu, tentu mengetahui sifat dan apa yang akan terjadi dengan gadis ini jika memintanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Notes #2
Teen Fiction"Gue nggak ngerti, kenapa genre hidup kita jadi horor komedi gini, Yo?" Bagi Nesya cinta itu hanya sementara, tetapi bagi Gio cinta itu selamanya. Hingga suatu hal terjadi, ketika Gio tidak lagi memegang prinsip yang sama, Nesya juga semakin jauh ke...