Matahari sudah setengah tenggelam ketika Corne dan Vino mencapai tujuan mereka, sebuah gedung teater kecil di pojok distrik. Lokasi yang sama sekali tidak menguntungkan, yang bahkan baru diketahui Corne yang sudah bertahun-tahun tinggal di distrik itu. Namun sore itu gedung tersebut dipenuhi orang-orang dari muda hingga tua. Sepertinya untuk kali ini, mereka mengadakan promosi yang cukup besar—atau setidaknya itu yang mereka tuliskan di pamphlet yang mereka bagikan di depan pintu masuk.
Usai menyerahkan tiket, Corne dan Vino melewati tangga di sebuah terowongan kecil berhiaskan lampu-lampu kecil indah yang berwarna-warni. Kemudian, bukannya masuk ke dalam ruangan, mereka malah kembali berada di luar. Mereka berada daerah teratas dari bangunan itu, dan di depan mereka terlihat tempat duduk di tiap lapis yang menjulur ke bawah, mirip sebuah kursi di stadion. Kemudian, terlihat panggung utama yang terletak di lapis paling bawah.
"Hee, teater outdoor yang tipe seperti ini ya. Aku berpikir kita akan ke gedung besar macam opera house atau semacamnya," Corne berkata sambil bolak-balik melihat pamphlet di tangannya dan pemandangan di depannya, "Vino, kau mau duduk di atas atau di bawah, masih banyak tempat... Eh?"
Corne tidak melihat Vino di sampingnya. Di saat yang sama ia merasakan seseorang menarik rompinya dari belakang. Rupanya Vino berada di sana, seakan mencoba untuk bersembunyi dari keramaian. Corne menghela nafas panjang.
"Apa yang kau lakukan, hah?"
"A-aku bersembunyi, kelihatan kan?! Aku tidak mau bertemu dengan orang itu..."
"Maksudmu yang memberikan tiket ini? Lalu kenapa kau mau pergi kemari?"
"Ini dan itu beda!"
"Tidak, ini dan itu sama!"
Perdebatan kedua gadis itu menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar. Menyadari hal itu, wajah Corne sedikit memerah dan dengan langkah lembut namun terburu-buru, ia menuntun Vino ke tempat duduk yang berada di daerah tengah. Sudah sampai di tempat duduk itupun, Vino masih menarik lengan baju Corne, meski hal itu jelas tidak bisa menutupi dirinya dari siapapun.
"Kenapa kau tidak menyukai orang itu sih? Sepertinya ia baik karena sudah memberimu tiket pertunjukkan secara gratis," Corne menghela nafas untuk kedua kalinya sore itu.
"Kau sudah dengar ceritaku bukan? Dia itu orang yang... berbahaya. Aneh! Nyentrik! Bukan tipe orang yang bisa kuatasi, lah, pokoknya!"
Corne memijat dahinya perlahan, "Kau juga sama aneh, nyentrik, dan berbahayanya. Setidaknya menurutku. Tapi aku tidak menyangka, ada juga tipe-tipe orang yang tidak bisa kau atasi."
"Corne sendiri," Vino mengalihkan pembicaraan, "Sepertinya sama sekali tidak canggung pergi ke gedung teater. Malah, kau kelihatan menikmatinya. Kau tidak kelihatan seperti orang yang berbudaya, melihat dari tingkahmu yang seperti amazoness..."
"Apa kau bilang?" Corne langsung memposisikan tangan kanannya di depan dahi Vino, dengan jempol yang menahan jari tengahnya, siap mengirimkan rasa sakit yang luar biasa.
"Ah, tidak, tidak, hahahaha..." Vino pun berhasil lolos dari sentilan maut Corne.
KAMU SEDANG MEMBACA
By Her Highness' Will
FantasyBy Her Highness’ Will -A chi bene crede, Dio provvede- Genre: Slice of Life, Fantasy “Jadilah pengikutku, dan kau akan baik-baik saja.” Bagaimana kalau permintaanmu langsung bisa di dengar oleh Sang Takdir itu sendiri? Di dunia ini, ada segelintir...