Ruang apartemen yang penerangannya redup itu tidak besar. Luasnya secara keseluruhan mungkin tidak lebih dari dua puluh meter. Ada televisi yang menyala, menyiarkan siaran ulang sepak bola yang ditayangkan pagi tadi. Kemudian tidak adanya kursi memaksa penghuni memilih duduk di lantai berkarpet kecil dan tipis atau kasur yang tidak begitu lebar. Satu-satunya hal yang mencolok adalah jendela di ujung ruangan yang cukup besar untuk dilewati seorang remaja.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, sementara di atas kasur kamar itu duduk seorang gadis muda. Rambutnya hitam bergelombang panjang, dan wajahnya sedikit terlihat kekanakan meski melihat usianya ia seharusnya berada di akhir sekolah menengah atas. Tangannya yang kurus, yang dibalut oleh lengan panjang gaun hitamnya yang elegan, melipat pakaian demi pakaian dan memasukkannya ke dalam koper. Meski begitu, ia tidak asal memasukkan pakaian. Ia memilih hanya pakaian yang ia sukai. Yang lainnya tidak ia pedulikan sama sekali. Terlihat jelas bahwa ia berencana untuk pergi dari tempat itu. Dengan terburu-buru.
Sambil merentangkan sebuah gaun yang warnanya sama seperti yang ia kenakan, gadis itu mengernyitkan dahi. Fokusnya adalah pada renda di bagian kerah gaun itu, "Hm, yang ini bawa tidak ya... Eh?" Tiba-tiba, pintu kamar itu diketuk. Gadis itu dengan cekatan mendorong koper di depannya ke lantai. Benda itu mendarat dengan bagian bawahnya terlebih dahulu, sehingga semua yang sudah gadis itu siapkan tidak jatuh tercecer. Karena jatuh di ruang antara kasur dengan tembok, koper tersebut takkan terlihat untuk orang yang berdiri di depan pintu-tepat seperti rencana gadis itu. Kemudian, gadis itu berkata, "Masuk."
Beberapa detik selang waktu setelah gadis itu berbicara, gagang pintu yang kelihatan berkarat itu dibuka. Yang muncul dibaliknya adalah seorang lelaki bersetelan coklat, dengan kacamata dan kepala yang rambutnya sudah tipis. Ia menutup pintu dengan gagap kemudian kembali menghadap gadis itu.
"Tuan Putri..." Lelaki itu mengusap-usapkan kedua tangannya yang berkeringat. Ia kelihatan sangat gelisah.
"Ada apa, Pomodoro?"
"Anu, saya ada laporan lagi... Mengenai para pengikut yang memutus kontraknya denganmu..." Lelaki nyaris botak bernama Pomodoro itu melapor.
'Tuan Putri' mengibaskan rambutnya, "Ini sudah rombongan ke berapa? Tidak, daripada itu, berapa orang yang tersisa?'
Pomodoro menggeleng, "Bisa dibilang sudah tidak ada lagi yang tersisa. Semuanya sudah beralih ke ruler misterius itu... Bagaimana ini, Tuan Putri? Kita sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi," Pomodoro kembali mengusap-usapkan kedua tangannya, namun kali ini dari kasarnya gerakan, kelihatan bahwa ia merasa getir, "Padahal kita sudah sejauh ini...!"
'Tuan Putri' menutup kedua matanya, kemudian menghela nafas. Pomodoro memperhatikan itu, kemudian berkomentar, "Tuan Putri, kau kelihatan tenang. Apa kau punya rencana?"
'Tuan Putri' tersenyum, "Kau kira siapa aku, Pomodoro? Aku selalu punya rencana. Dan dengan rencana ini, aku yakin pengikut kita akan bertambah puluhan, bahkan ratusan kali lipat. Tidak akan lama lagi negeri ini akan berada dalam genggamanku."
Pomodoro menanggapi dengan terpatah-patah, "K-kalau anda punya rencana sehebat itu... Kenapa, kenapa anda tidak menjalankan itu sejak awal...?"
"Rencana rahasia adalah rencana rahasia. Kau tahu bukan, di MonsTales, Kuyumi Guruguruma menyimpan pedang pembunuh makhluk halus untuk membebaskan ketua kelas yang kerasukan roh anjing! Kalau ia menggunakannya sejak awal, tidak akan seru!" Ujar Tuan Putri dengan wajah penuh keyakinan. Pomodoro hanya menghembuskan nafas yang pekat dengan keraguan serta kebingungan.
"Pokoknya, kau tidak perlu khawatir. Cukup kontrol orang-orang yang tersisa, jangan biarkan mereka pergi. Situasi akan membaik. Aku akan mulai menjalankan rencana ini besok. Sekarang, aku mau tidur. Cepat keluar dari sini," Lanjut Tuan Putri tanpa memberi kesempatan membalas untuk Pomodoro. Lelaki yang sudah setia dengannya cukup lama itu mengangguk dan keluar dari kamar itu.
Namun berlawanan dengan kata-katanya, Tuan Putri mengambil koper yang ia jatuhkan, kemudian kembali menata barang-barangnya. Sejenak kemudian, ia merasa semua sudah lengkap. Ia tutup koper itu, kemudian dengan sekuat tenaga ia angkat koper itu ke jendela, kemudian ia jatuhkan koper itu ke tanah.
Setelah memastikan kopernya selamat, Tuan Putri mengikatkan kain pada pojok kasur yang agak tinggi. Kemudian, ala seorang tokoh wanita dongeng yang melarikan diri dari menara tempat ia disekap, Tuan Putri turun dari lantai 2 apartemen itu. Meskipun ia mengenakan gaun yang cukup panjang, ia bergerak bagaikan seorang pemanjat tebing pro, menunjukkan bahwa ia gaun itu sama sekali tidak menghalangi pergerakannya. Ketika sampai di tanah, ia segera menegakkan kopernya, kemudian menggeretnya pergi dari tempat itu.
"Mana mungkin situasi membaik... Semua ini sudah sekacau kasur pengantin baru di malam pertama. Maaf, Pomodoro. Aku akan mulai lagi dari awal," Kata Tuan Putri sambil memasuki gang di belakang apartemen, dan akhirnya menghilang ditelan kegelapan.

KAMU SEDANG MEMBACA
By Her Highness' Will
FantasíaBy Her Highness’ Will -A chi bene crede, Dio provvede- Genre: Slice of Life, Fantasy “Jadilah pengikutku, dan kau akan baik-baik saja.” Bagaimana kalau permintaanmu langsung bisa di dengar oleh Sang Takdir itu sendiri? Di dunia ini, ada segelintir...