Act 1-1 [Plaza]

181 11 2
                                    

Bel yang tergantung di atasnya berbunyi ketika pintu toko hobi itu di buka, menandakan seorang pelanggan—atau lebih tepatnya calon pelanggan—memasuki toko itu. Awalnya para staf toko itu mengucapkan salam dengan penuh semangat. Namun ketika melihat orang yang datang itu, senyum mereka menghilang.


Akhir-akhir ini, sosok itu datang kemari setiap hari, melakukan hal yang sama—Tentu saja tanpa membeli apapun. Daripada jengkel, para staf lebih merasa kasihan padanya. Mereka menatapnya dengan pandangan pahit kemudian kembali melanjutkan kegiatan mereka. Toko itu menjalankan aktivitas seperti biasa, seakan sosok itu tidak berada di sana.


Sosok itu—tepatnya seorang gadis muda—bertubuh langsing, namun tidak terlalu tinggi. Ia berpakaian serba gelap; rompi dengan tudung—yang memiliki hiasan yang cukup lucu, sepasang telinga kucing—menutupi wajahnya, kaos ketat yang warnanya lebih gelap daripada rompinya, celana pendek yang mungkin warnanya paling cerah diantara semua helai pakaian yang ia kenakan, pantyhose hitam, dan sepatu yang juga tak kalah hitam. Orang-orang yang melihatnya berpikir mungkin hitam adalah warna favoritnya, atau mereka langsung memasukkan gadis itu ke dalam kategori 'Trying too hard'.


Gadis itu berjalan melewati rak demi rak yang dihias dengan berbagai macam model mobil, pesawat, dan robot. Ia berhenti di daerah air soft gun—tepatnya di depan sebuah ARES L85. Benda berkilau itu—setidaknya didepan gadis itu—sudah ia inginkan sejak benda itu diletakkan di sana beberapa minggu lalu.  Scope yang mewah, pegangan depan yang kelihatan mantap untuk digenggam, serta pelatuk yang sangat menggiurkan untuk ditarik, semuanya membuat gadis itu bersemangat. Namun ketika ia melihat label harga, hilang semua semangat itu.


Disentuhnya kantong belakang celananya tempat ia menyimpan dompet. Tipis, ia bisa merasakannya.  Bertahan untuk bulan ini saja sudah sulit. Ia mencoba mengingat kenapa bulan ini begitu ketat. Sejenak kemudian ia yang tinggal sendirian ini ingat, pembantu rumah tangganya baru saja mengundurkan diri karena menikah,. Ayah gadis itu tidak bisa membantunya dalam urusan itu, sehingga ia kelabakan menangani urusan rumah tangga. Penyebab dompetnya begitu cepat menipis bulan ini adalah karena ia terus membeli makanan di restoran. Ia ingin berhenti, namun tidak bisa karena kemampuan memasaknya bisa dibilang nol besar.

 

Tidak hanya itu, rumah juga berantakan bukan main. Pakaian dan gelas kotor menumpuk, aku belum mengganti seprai... Ah, kenapa aku memikirkan itu sih! Gadis itu menggelengkan kepalanya ketika menyadari pikirannya terlalu jauh berkelana.


"Ah, Corne."


Seseorang menyapa gadis yang dipanggil Corne itu. Seorang lelaki bertubuh cukup kekar yang mengenakan celemek bertuliskan GioGio Hobby Shop. Ia tak lain adalah manajer toko hobi itu.


"Siang," Kata Corne sambil menundukkan kepalanya, memberi salam pada manajer.


Bukannya membalas salam itu, Manajer menghela nafasnya, memasang ekspresi khawatir seperti seorang ibu yang menyadari anaknya tidak mendapatkan teman di hari pertamanya di taman kanak-kanak. Ia kemudian berkata, "Kau sudah kemari bekali-kali, berturut-turut, dan melakukan hal yang persis sama—memandangi benda itu. Kau sadar akan hal itu bukan?"


Corne memandang Manajer dingin, mengalihkan perhatian ke benda impiannya, lalu kembali lagi ke Manajer, "Apa kau ingin melarang calon pelanggan melihat-lihat tokomu, Manajer?"

By Her Highness' WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang