11th : News from the Empire

770 101 28
                                    

Pangeran Jed yang duduk di kursi baca dengan tumpukan buku didepannya mencengkeram dada kirinya kuat-kuat. Bibir bawah sang pangeran kecil Declan itu digigitnya tak kalah kuat demi meredam suara ringisan yang bisa saja ia keluarkan.

"Shh. Hah- rasa perih dan panas ini lagi" desisnya pelan. Ia mengeluh karna harus kembali merasakan semua rasa sakit asing yang tiba-tiba muncul.

Pangeran Jed bisa memastikan jika punggungnya kembali mengeluarkan darah. Garis-garis merah itu pasti akan menyiksanya lagi malam ini.

"Tidak! Aku tidak boleh berteriak. Yang Mulia Pangeran David sedang tidur, aku tidak boleh mengusiknya" batinnya. Tangan kanannya terus menutupi mulutnya dan tangan kirinya mengepal erat.

Pangeran Jed coba berdiri secara perlahan dengan menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan tubuh. Ia nyaris saja jatuh limbung ke lantai karna rasa sakit di punggung juga dada kirinya semakin terasa.

Kali ini rasa sakitnya berkali-kali lipat dari yang ia biasa rasakan. Punggung nya terasa terbakar dan jantung sang pangeran kecil itu terasa ingin meledak.

"Aku harus keluar dari sini. Aku tidak kuat menahannya lagi" gumamnya.

Pangeran Jed melangkah tertatih, tangan kirinya meraba-raba dinding dan ia berusaha keras membuat suara sepelan mungkin saat melangkah. Apalagi saat ia harus melewati ranjang dimana pangeran David tidur dengan pulas.

Sejenak pangeran Jed memperhatikan wajah damai sang pangeran mahkota Declan'os. Iris coklatnya terpaku pada wajah polos bagai bayi juga bibir tipis yang sekarang sedikit terbuka dari pangeran David.

"Tidurlah yang nyenyak, Yang Mulia"

Pangeran yang baru berusia dua belas tahun itupun kembali melangkah keluar dengan sukses tanpa mengusik atau bahkan sampai membangunkan pangeran David.

Baru beberapa langkah dari pintu, pangeran Jed menghentikan langkah. Wajahnya pias dan pucat seolah tak ada aliran darah disana.

"Tidak. Jangan lagi--" ucapnya tercekat.

Pangeran Jed segera menggerakkan kaki dengan sisa-sisa tenaganya. Ia  berlari tertatih melewati lorong istana yang gelap. Pangeran Jed juga menghindari pengawal yang berlalu lalang menjalankan tugasnya sebagai penjaga istana.

Semakin jauh ia berlari, semakin kuat juga rasa sakit menyerangnya. Bibir pangeran termuda di Declan'os itu terbuka untuk mengais udara karna jantungnya terasa tak bekerja dengan baik.

Punggungnya mati rasa, begitu juga dengan kedua kakinya yang tak bisa merasakan apapun saat menginjak lantai marmer, tanah berpasir, juga batu-batu kerikil yang dilewatinya.

"ARGHH!!" teriak pangeran Jed sekuat tenaga saat ia sampai di taman ujung istana. Tepatnya dibawah pohon yang sama dengan yang dikunjungi oleh pangeran David sebelumnya.

Pangeran terkecil Declan itu jatuh ke atas tanah berlapiskan rumput. Ia meringkuk memegangi perutnya yang sekarang ikut sakit, seperti ditusuk pisau berkali-kali.

"Tidak arghh! S-sakit. Ini- sakit sekali"

Pangeran Jed meneteskan air mata. Anak itu menangis karna tubuhnya remuk redam. Rasa sakit di berbagai titik di tubuhnya membuatnya tak bisa mengendalikan bulir-bulir air matanya agar tidak tumpah.

Sang pangeran memejamkan matanya erat. Selama beberapa detik ia hanya sibuk mengais udara yang terasa makin menipis.

Pangeran Jed mulai terbatuk-batuk yang makin lama makin parah, sampai,

"Ugh- Uhuk uhuk!". Ia memuntahkan darah dari mulutnya. Tidak hanya sekali namun tiga kali.

Pangeran segera menghapus noda darah di sudut bibirnya dengan lengan kemejanya. Netra coklatnya menatap sendu pada bulan yang bersinar terang diatasnya.

EPOCH | HwankyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang