Dua kelopak mata itu bergerak-gerak sebelum terbuka tiga detik kemudian. Kedua iris berwarna gelap berkilau itu menyipit, menyesuaikan cahaya yang masuk secara tiba-tiba.
Beberapa kali dua mata indah itu mengerjab lalu menatap nyalang pada langit-langit kamar berwarna putih bersih. Si pemilik tubuh menolehkan kepalanya ke kiri amat perlahan.
Iris gelapnya seketika diselimuti bulir bening saat menyadari beberapa orang yang begitu ia rindukan ada disana, duduk bersandar di sofa sempit dengan netra memejam.
Mereka duduk saling berhimpitan meski hal itu tak mengganggu tidur mereka yang terlihat amat tenang.
"A-aku k-kembali"
Suara pemuda manis itu bergetar juga terbata karna tenggorokannya terasa kering. Bibir bawahnya yang agak pucat digigitnya kuat, mencoba menahan diri agar suara isakannya tak keluar.
Netra indahnya menatap satu persatu wajah disana, perasaannya makin tak karuan karna perasaan rindu yang membuncah.
"Hiks-" satu isakan lolos, diikuti suara isakan lain yang makin keras.
Cukup membuat salah satu diantara empat orang disana terusik.
"Ugh- seperti ada yang menangis" ucap seorang pemuda bersurai ungu ketika sedang mengerjabkan mata.
Begitu pandangannya makin jelas, pemuda berfigur wajah lembut dan menggemaskan itu menengok ke arah ranjang yang ia yakini menjadi sumber suara tangis itu berasal.
Dan saat itulah, kedua netranya membelalak seketika
"Hah?! Ajun?!!" teriaknya keras.
Tangan kanannya bergerak cepat menepuk paha empat pemuda lain disana, juga menyerukan satu nama dengan keras, tentu membuat keempatnya kompak terbangun.
"Apa--
"AJUN SADAR!!" potong si pemuda bersurai ungu sebelum satu pemuda berwajah galak mengajukan protes.
Keempatnya kembali menoleh ke satu arah dengan kompak, lalu terbelalak saat orang yang selama ini mereka nantikan kesadarannya sekarang bisa menatap mereka dengan senyuman tipis di wajah, meski bulir-bulir air mata mengalir deras di pipinya.
"AJUN!!" teriak kelimanya keras.
Lima orang pemuda itu menubruk tubuh Ajuna yang baru saja berhasil mendudukkan dirinya sendiri. Agak terkejut memang, tapi Ajuna tak berniat protes.
Dirinya sangat tau jika pelukan erat dari lima sahabatnya adalah tanda jika mereka bersyukur atas karunia Tuhan melalui kesadarannya.
"Ini bener Ajuna Chandler kan?! Aku ini tidak berhalusinasi kan?!" seru satu pemuda lain setelah melepas pelukan mereka dari Ajuna.
"Enggak! Aku juga lihat Ajun bangun dan sekarang senyum ke kita! Aku kan gak mungkin ikutan halu juga?!" timpal pemuda lainnya.
Kelima pemuda disana kembali riuh, saling mengujarkan ketidakpercayaan dengan suara cukup keras. Cukup untuk membuat Ajuna meringis karna kepalanya berdenyut juga ada rasa kesal karna kelima sahabatnya itu tak ingat jika mereka ada di rumah sakit.
"Tapi aneh karna Ajun langsung bisa duduk dan senyum padahal dia baru sadar dari koma! Serius aku malah jadi takut!"
"Ha bener juga! Aduh! Aku merinding sekarang!"
Ajun menipiskan bibir. Ditariknya satu hela nafas kuat-kuat sebelum,
"CUKUP!". Ajuna berteriak keras, sukses membuat kelima pemuda yang sejak tadi ribut menjadi diam.
Bibir mereka berlima tekatup rapat karna tatapan tajam Ajun menghunus tepat ke arah mereka. Kelimanya serentak mundur, agak menjauh dari bangsal yang ditempati Ajuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH | Hwankyu
FanficSemua orang yang ada di aula besar itu terbelalak dengan sekujur tubuh yang merinding hebat saat kepala sang raja Declan'os menggelinding tepat dibawah kaki sang Kaisar Besar Balthazar yang tertawa puas dengan suara berat dan dalam miliknya. Mereka...