Chapter 1 : Condolences

205 32 0
                                    

Maybe you can't go back after seeing this.

Maybe you can't go back after seeing this

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———————






















































































































































Puluhan orang berbaju hitam berkerumun untuk berbela sungkawa. Berliter-liter air mata terus terjun mengenai tanah. Rasanya begitu cepat. Tidak merasa jika mereka yang harus ditinggalkan, bukan yang meninggalkan.

Junmyeon, kakak tiri dari seorang Karina. Ia telah pergi karena alasan kecelakaan setelah pulang bekerja. Istri sahnya pun hanya bisa duduk sambil merenung.

Hujan mulai menunjukkan batang hidungnya pada siang ini. Semua orang membuka payungnya, tidak ingin pakaian mereka basah sama seperti pipinya yang telah disiram oleh air mata.

Karina kini memejamkan matanya, mencoba menerima kepergian sang kakak tiri. Ia merasa sedih, akan tetapi tidak mau menangis atau lebih tepatnya tidak bisa menangis.

Ia berbalik, ingin menyudahi semua kesedihan ini. Namun, ekor matanya baru saja menangkap seseorang yang sedari tadi memperhatikannya seperti penguntit.

Ah, mungkin salah lihat. Pikirnya.

Setelah kembali berjalan beberapa langkah dari pemakaman, ia menyalakan mobilnya. Lalu mengendarainya dengan kecepatan penuh, menuju apartemen mewahnya.

Teleponnya berdering, melirik sedikit layar ponselnya lalu menerima panggilan itu, "ada apa?"

"Ya ampun Karina, aku turut berduka atas kehilangan kakakmu. Maaf aku tidak bisa datang karena ada dinas mendadak tadi malam." Ucap seorang perempuan diseberang sana.

"Ya, tidak apa. Aku tau bos-mu itu pemarah dan semua keinginannya harus dituruti." Jawab Karina.

"Oh ayolah, aku tau kau marah karena aku tidak bisa datang ke pemakaman. Lain kali kita harus mengunjunginya bersama,"

"Baiklah, terima kasih Giselle." Setelah percakapan itu terhenti, Karina mematikannya.

Ia memarkirkan mobilnya lalu masuk kedalam gedung itu. Menghela napas setelah melihat apartemennya yang begitu rusak dibuatnya.

Ternyata setelah ia mendapat kabar tentang kakaknya, ia langsung frustasi. Menangis sejadi-jadinya sampai air mata itu habis. Barang-barang yang tadinya tertata dengan rapi, pecah dan rusak begitu saja karena lemparan amarahnya.

"Mulai darimana, Karina?" Ucapnya pada diri sendiri. Lalu melepas mantel hitamnya. Mulai membersikan seisi apartemen besarnya ini.

...

Kini perempuan bersurai hitam panjang itu duduk diatas sofanya dengan masih menggunakan bathrobe-nya. Apartemen telah kembali bersih dan membuat dirinya kembali lebih tenang. Walaupun berbeda dalam artian tenang saat kepergian kakaknya.

Tangannya mengambil benda panjang itu dan mulai menyalakan televisi. Mengganti beberapa siaran itu dengan malas.

PRANG..!

Suara berisik yang berasal dari dapur membuat atensinya seketika buyar. Karina mematikan kembali televisi itu dan berjalan menuju dapur.

Dengan spontan tangannya mengambil bantal dari sofa untuk berjaga-jaga walaupun sia-sia.

"Siapa disana?!" Tanyanya dengan nada ketakutan. Ini bukan berasal dari angin, tidak mungkin juga angin akan menjatuhkan benda-benda seberat itu.

"Roh kakak? Apakah dia bergentayangan? Ah, tidak! Tidak mungkin!" Banyak gerutuan keluar dari mulutnya. Sampai ia tidak sadar jika,

SRANG..!

Satu pisau benar-benar berada didepan matanya persis dan yang paling dibuatnya takut, pisau itu terbang!

Karina menjatuhkan bantal itu dan mengangkat kedua tangannya sambil bergetar.

"Diam disana! Atau aku akan menusukmu dengan benda ini!" Ancam seseorang yang bernotabe menerbangkan pisau runcing itu.

"K-kau, apa yang kau lakukan?! Dasar lelaki cabul—"

"Diam! Aku tidak menginginkan pertanyaan!" Potongnya dan mendekatkan kembali pisau itu pada Karina.

Perempuan itu memejamkan matanya, bibirnya bergetar ketakutan. Dan kini keringat dilehernya mulai keluar.

Melihatnya, lelaki yang entah memiliki kekuatan itu melempar pisau yang berada tepat didepan wajah Karina ke sampingnya, membuat suara benturan terdengar. Tentu Karina kaget dan membuka matanya perlahan.

"Mau apa kau kesini?" Gadis itu bertanya sambil menggertakan bibirnya.

"Aku hanya butuh bantuan," setelah lelaki itu menjawab, bayangan hitam memasuki matanya. Kepalanya pening juga rasa perih disekujur tubuhnya, ia terjatuh dan tidak sadarkan diri.

"AAAA! Aduh! Bagaimana ini?! Aku tidak mengenalnya dan sekarang harus membantunya?!" Karina mulai menyeret tubuh lelaki itu yang tidak memakai pakaian atasan ke atas sofa.

Kakinya berjalan menuju kamar mandi, mengambil keperluan pengobatan. Lalu setelah kembali pada lelaki itu, ia mulai mengobati luka pada sisi-sisi perutnya.

Sesekali ia menyerngit, Karina tidak kuat melihat luka robek seperti dimakan beribu tikus. Mengambil perban dan melilitkannya didaerah itu.

Ah benar, dia datang dengan bertelanjang dada. Karina mulai mencari pakaian dilemarinya.

"Sepertinya kakak pernah tidak sengaja meninggalkan pakaiannya disini," gumamnya sambil terus mencari.

Kedua sudut bibirnya naik kala melihat kemeja merah disana, ketemu!

"Aku pinjam ya kak!"

———————

———————

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Lost Future Throne || YORINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang