05 : Beberapa Cerita

20 15 7
                                    

Hai, sebelum membaca jan lupa vote ya kawan-kawan.

Komennya juga.

Happy Reading!

- TULUS -

"Ai, Aida," panggil Gibran, untuk kesekian kalinya.

Lelah mengetuk pintu dari tadi, akhirnya laki-laki yang merupakan kakak dari Aida itu menghampiri ibunya yang duduk di sofa ruang tamu.

"Bu, sebenernya itu Aida kenapa?" Dia mengusap lembut punggung Nana, ikut duduk di sampingnya.

"Ini semua salah ibu, Gib." Nana tersenyum miris. "Harusnya ibu kasih tahu aja kalau ibu mau ngajak adek kamu itu ketemu calon yang akan menjadi suami ibu."

"Ibu pikir juga, Aida akan setuju-setuju saja karena calon ibu itu adalah kepala sekolahnya sendiri, dia cukup tahu dengan Pak Irfan. Tapi ternyata ibu salah." Nana menatap dalam anak laki-lakinya itu, rasa bersalah terlihat jelas di matanya.

Gibran menunduk, dia sebenarnya sudah menduga respon Aida akan seperti ini. Adiknya itu memang sangat dekat dengan ayah. Bahkan dulu, saat ayah mereka masih hidup, Aida rela menunggu di kursi teras jika ayahnya itu belum pulang bekerja, sampai-sampai dia pun tertidur. Jadi Gibran rasa, sangat wajar jika Aida tidak mau menerima orang baru, apalagi untuk menggantikan Rian, sosok ayah yang begitu cewek itu sayangi.

"Ibu nggak usah pikirin itu deh, bu," ucap Gibran, berusaha agar ibunya bisa melupakan masalah ini. "Aida 'kan emang sayang banget sama ayah, ibu sendiri tahu itu, dia pasti kaget dengar ibu mau nikah lagi."

Gibran merangkul erat bahu ibunya itu dan kembali berkata, "biar Gibran aja nanti yang kasih pengertian ke Aida. Lagian, dia itu 'kan emang mudah emosional, kita kasih waktu aja dulu, siapa tahu dia setuju nanti.

Nana mengangguk mengiyakan. "Tapi jangan diajak berantem ya Gib, kasihan."

"Hehe, kalau masalah berantem, sedikit nggak apa-apa lah bu. Gibran yakin kok, Aida itu cuma kaget denger ibunya yang udah punya anak dua ini mau nikah lagi." Gibran menyeringai jahil pada sang ibu yang saat ini sudah berumur 38 tahun itu, namun wajahnya yang awet muda itu membuatnya seperti anak kuliahan.

"Kamu ini ya." Nana memukul pelan lengan anak laki-lakinya itu.

"Ibu sih juga nggak tahu kenapa ibu bisa mengambil keputusan ini, tapi ibu yakin Gib, Pak Irfan itu akan menjaga kalian layaknya ayah sendiri, meskipun ibu tahu, nggak akan ada sosok ayah yang lebih baik dari ayah kalian. Ya 'kan?" Ibu dari Gibran dan Aida itu menyenderkan kepalanya pada bahu anaknya.

"Iya bu, benar. Tapi Gibran nggak ada masalah kok, kalau ibu mau nikah lagi." Cowok yang saat ini sedang kuliah semester satu itu menatap datar ke arah depan, kenangan ayahnya tiba-tiba melintas di benaknya.

"Gibran jadi ingat, dulu saat ayah sedang kritis di rumah sakit Gibran denger ayah bicara, katanya jangan larang ibu buat cari suami lagi. Awalnya Gibran bingung dan berpikir ayah cuma bercanda, tapi raut wajahnya begitu serius. Dan ternyata, nggak lama setelah itu ayah ninggalin Gibran sama Aida juga."

Nana lantas menegakkan tubuhnya dan menatap bingung Gibran. "Benar begitu?"

"Iya," jawabnya, mengangguk sembari tersenyum pada ibunya itu. "Ayah hebat banget, meskipun dia sakit, tapi dia tetap mikirin orang terdekatnya."

Mendengar itu, Nana tak kuasa menahan tangisnya. Dia terus menghapus air mata yang berjatuhan itu agar tak terlihat oleh Gibran. Namun tak mungkin, cowok itu jelas sudah melihatnya.

TULUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang