Bab 01

448 31 26
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa tandai typo!

Jumat, 1-Juli-2022







Alif adalah laki-laki yang kuat menunggu. Bukan hanya menunggu rambutnya di rumah mendiang neneknya masak, tetapi Alif juga menunggu manggis di kebun sepupunya berbuah.

Jadi, ketika satu jam berlalu dan Sinta belum juga menunjukkan batang hidungnya, Alif tetap sabar menunggu. Mungkin saja kekasihnya itu sedang ada kelas tambahan.

"Sayang."

Alif mendongak. Menatap sosok perempuan cantik yang tengah berjalan ke arahnya.

"Maaf, ya, nunggu lama. Tadi ada kuis."

"Enggak apa-apa, Sin. Aku juga selesai kelas. Jadi berangkat sekarang, kan?"

Sinta mengangguk. Dengan manja perempuan berambut patah mayang itu bergelayutan di lengan Alif.

Keduanya lantas berjalan menuju mobil Alif. Beberapa orang yang berpapasan dengan sepasang kekasih itu sudah tidak heran lagi melihat tingkah manja Sinta. Sejak menjadi kekasih Alif--lelaki yang menjadi incaran para kaum hawa di kampus, Sinta tidak pernah malu memamerkan kemesraan kedua di muka umum.

Hubungan keduanya selalu menjadi topik pembicaraan gadis-gadis kampus. Bahkan, ada rumor yang beredar di Fakultas Sains dan Teknologi Terapan, tempat Alif dan Sinta memfokuskan bidang keilmuan mereka. Ada grup WhatsApp yang di dalamnya hanya membicarakan tentang Alif.

Mengetahui rumor yang beredar itu Sinta pun mengultimatum, siapa yang kedapatan membicarakan Alif baik di belakang maupun di depan, Sinta akan melabrak mereka.

Alif yang sudah biasa menghadapi tingkah kekasihnya hanya memilih diam. Keributan di grup dan berbagai gosip yang mengatakan jika kekasihnya itu lebay, posesif, dan arogan tidak ditanggapinya. Menurutnya, itu adalah bentuk cinta Sinta padanya.

"Alif."

"Hm."

"Nanti mampir ke rumah dulu, ya? Jam tangan aku ketinggalan." Sinta sibuk mengobrak-abrik isi tasnya. Mencari jam tangannya.

"Enggak usah, Yang. Nanti sampai mal aku beliin."

"Ih, enggak boleh gitu. Jam tangan aku yang kemarin juga baru seminggu yang lalu kamu belinya. Masa mau  lagi, sayang uangnya." Hati Sinta berbunga-bunga, betapa beruntungnya dia memiliki kekasih seloyal Alif. Tidak pernah pelit dalam hal apa pun. Perhatian berlebih itu membuat Sinta seakan terbang tinggi layaknya layang-layang putus.

"Tapi boleh, deh, beli jam tangan baru lagi. Hitung-hitung buat nambah koleksi jam tangan aku di rumah. Makasih sayang."

"Sama-sama, Sin. Untuk hal-hal kecil kayak gini enggak usah diambil pusing," ungkap Alif santai. Membelikan jam tangan masih dalam tahap kemampuannya.

Sinta duduk tenang di kursi penumpang, menatap jemari dan Alif yang saling bertautan. Selama perjalanan menuju mal senyum di bibir Sinta tidak pernah surut.

Alif memarkirkan mobilnya di basement begitu sampai di mal. Dengan gagah dia membukakan pintu untuk Sinta, lantas keduanya berjalan sambil bergandengan tangan.

Memasuki lantai satu, Alif melepas tangannya dan berganti merangkul pundak sang kekasih. "Banyak orang, Sin. Aku takut kita kepisah."

Akhir pekan mal sangat ramai pengunjung. Sepanjang mata memandang Alif hampir tidak melihat lantai mal, benar-benar penuh.

"Alif, naik lantai tiga aja. Aku sama Anes kemarin liat jam tangan bagus!" Sinta mengeraskan suaranya agar Alif bisa mendengar.

"Oke."

Rumah Singgah [End] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang