Bab 07

65 11 0
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa tandai typo!

16-Juli-2022

Tidak ada jatuh yang tidak sakit, sekalipun itu jatuh cinta.

Rumah Singgah












Hujan gerimis tak menyurutkan niat Alif untuk mengajak Sinta jalan-jalan. Rencana ini memang sudah Alif pikirkan matang-matang. Dia ingin membicarakan tentang niatnya untuk segera mengenalkan Sinta pada keluarganya, terutama kedua orang tuanya.

Sebelum pergi, Alif meminta izin pada kedua orang tuanya dengan dalih bahwa dia ada kerja kelompok bersama teman-temannya. Dan, ya, saat itu juga ayahnya langsung mengizinkan. Mobil Alif membelah jalanan kota Jakarta, meski gerimis melanda, mobilitas kendaraan tidak menurun. Meskipun genangan air mengisi sebagian lubang-lubang kecil di pinggir jalan.

Pagi tadi, Alif sudah mengirimkan alamat di mana keduanya akan bertemu. Cafe Horizond, dekat dengan rumah Sinta menjadi pilihan Alif. Laki-laki itu sengaja memilih tempat yang jauh dari rumahnya, tentunya jauh dari orang-orang yang berpotensi mengenalinya.

Senyum Alif mengembang saat matanya menangkap papan nama cafe Horizond. Dengan segera mobilnya memasuki halaman cafe.

Tukang parkir yang sudah siap, segera berdiri dan berteriak, memberi arahan agar Alif memarkirkan mobilnya dengan benar. Begitu mobilnya sudah terparkir, Alif langsung masuk ke dalam cafe.

Kaki Alif melangkah dengan santai ke arah meja nomor dua belas. Tempat yang sudah dihapalnya luar kepala. Dia sudah sering bersama Sinta nongkrong di sini. Bahkan, tempat ini juga merupakan tempat Alif menyatakan perasaannya pada Sinta.

"Sorry, aku kelamaan, ya?" Sinta menggeleng.

Alif mengambil tempat duduk di depan Sinta. "Kamu udah pesan?"

"Belum. Aku, kan, nungguin kamu, Yang," balas Sinta dengan suara manjanya.

"Aku pesan samaaan aja, ya. Mau, kan?"

"Boleh," sahut Sinta.

Diperhatikannya Alif yang sibuk menyebutkan pesanan mereka, mata Sinta tiba-tiba tertuju pada jam tangan baru yang melingkar di pergelangan tangan kekasihnya.

Matanya membulat begitu menyadari bahwa jam tangan yang dipakai Alif adalah jam tangan incarannya.
"Sayang, ih. Kamu, kok, beli jam tangan baru? Satu doang?" tanya Sinta histeris. Tidak dapat menyembunyikan rasa penasarannya. Apalagi Sinta tahu itu adalah jam tangan dengan merek brand ternama.

Alif memusatkan atensinya pada sang kekasih, setelah dia selesai memesan pesanan mereka. "Ini oleh-oleh dari Ayah, Yang. Cuma satu. Kamu mau?"

"Mau. Tapi, kan, itu dari Ayah kamu," balas Sinta dengan wajah cemberut. Sepertinya perempuan itu sangat tertarik pada jam tangan Alif.

"Gimana kalau habis dari sini kita beli? Beli yang sama persis kayak punyaku," bujuk Alif sambil menggenggam tangan Sinta.

Tidak berpikir lama, Sinta langsung mengiyakan. "Mau banget. Makasih, Sayang," kata Sinta dengan senyum lebarnya.

Obrolan keduanya harus terhenti begitu hidangan mereka datang. Sebagai pasangan muda-mudi yang tengah dimabuk asmara, Sinta dan Alif tidak sungkan saling menyuapi. Mengumbar kemesraan mereka seolah dunia ini hanya ditempati keduanya.

Tidak terasa keduanya telah selesai makan, Alif kemudian mengajak Sinta untuk membeli jam tangan.

Sisa-sisa gerimis yang baru saja reda masih terlihat pada lampu-lampu jalan, pada pohon rindang di bahu jalan. Bahkan, genangan air berwarna cokelat jelas terlihat di jalan-jalan yang berlubang.

Rumah Singgah [End] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang