PART 8. MAKAN-MAKAN

9 5 3
                                    

Aku tak mampu menahan seseorang yang punya keinginan untuk pergi, sebab kepergiannya boleh jadi pilihan terbaik dalam hidupnya.

•••RINTIK PEKAT

Happy reading📍

Anak perantauan sepertiku, bukannya tidak mau pulang ke rumah saat tanggal merah. Hanya saja aku memikirkan waktu yang akan habis dalam perjalanan, belum lagi uang yang harus terkuras. Bukan pelit loh ya, aku sih mikirnya lebih baik di transfer aja uangnya.

Di rumah juga ngga punya temen deket yang kalau diajak kemana-mana langsung ayok, kebanyakan udah pada berkeluarga. Masa iya, aku ngajak main istri orang. Huhu kan takut jadi fitnah.

Puas memperhatikan suasana pantai, kami berjalan mendekati dua pasang muda mudi yang tengah asik berswa foto.

"Ahem, udah go public ya Na sekarang. Ahaha..." goda Putri begitu kami sampai.

Aku ngga salah denger si Putri ngomong apa barusan?

Pandangan mereka jatuh pada tanganku yang ternyata menggandeng tangan Mas Roni. Alamak! Pantes aja dari tadi aku diliatin orang.

"Mas..." rintihku saat mendapati Mas Roni yang cengar-cengir ngga jelas, jangan-jangan Mas Roni sadar dari tadi.

"Mas gapapa kok Neng, Mas ikhlas..."

"Aduh Kakanda, Dinda malu nih..."

"Dinda jangan marah-marah..."

"Tidak Roma..."

"Aahaha!"

Tawa renyah dari mereka berempat menggema setelah memparodikan banyak adegan dramatis antara aku dan Mas Roni.

Ya Allah, aku udah ngga punya muka lagi...

Hei, itu Mas Dandi juga tertawa terbahak-bahak. Wah padahal semalam dia mohon-mohon minta balikan, huft akhirnya kita bisa move on masing-masing. Syukurlah...

"Kalian ngga tau ya, kemarin kita udah resmi jadian!" teriak Mas Roni tiba-tiba.

Hah, eh?

"Mas Roni!" bentakku.

"Ikhir!"

"Icikiwir!"

"Pj-nya Na, jangan lupa!"

BLUSH!

Entah mengapa pipiku terasa panas, bahkan tanganku jika ditempelkan ke pipi bisa saja menciptakan uap.

•••

"Saya foto dalam hitungan ketiga ya Kak. Satu, dua, tiga..."

JEPRET!

Kami berenam akhirnya bisa foto dalam satu frame, setelah memaksa Mas-mas yang juga sedang liburan disini untuk memotret kami.

Padahal aku belum siap. Ini ngga adil, aku belum bisa mengontrol rona dipipiku. Sementara yang lain kelihatan bahagia dengan suasana ini.

"Kakaknya yang di tengah, iya itu yang paling pendek lagi sakit ya? Mukanya merah banget. Mau lihat hasilnya dulu ngga, siapa tau mau foto sekali lagi."

Mas-mas berhoodie biru dongker itu memberi arahan.

Kami tolah-toleh, melihat siapa yang paling pendek di antara kami. Semua pasang mata tertuju padaku. Ya Tuhan, ternyata yang dimaksud Mas-mas itu aku...

"Hahaha! Itu mah bukan sakit Mas, tapi salting ahahaha!" ledek putri dengan tawa menggelegar.

"Ish PUTRI!" teriakku lalu aku mengejarnya.

"Sini kamu! Jangan sembunyi di balik pacar kamu!"

"Engga kena wlee... Biar semua orang tau, sekarang Alana jadi kang bucin ahahaha!"

"PUTRI DUGONG! Awas kamu kalau kena aku pastiin kamu SE-LE-SAI!"

Aku tak menyerah mengejar Putri, gara-gara dia aku jadi bahan gosip warga sini. Kan malu, huaa...

•••

Sekarang kita sudah berada di kapal, siang ini kami harus pulang agar besok bisa malas-malasan di kosan.

Ini perasaanku saja atau bukan yah, Mas Roni seperti sengaja memamerkan hubungan kami ke Mas Dandi. Apa ada yang sudah aku lewatkan?

"Na, nanti kita mampir di warung seblaknya Teh Yuyun ya Na." ucap Mas Roni yang duduk di sebelahku.

"Tumben banget Mas ngasih usul, biasanya terserah aku." jawabku menaruh curiga.

"Hehe, engga Na. Mas, lagi pengin yang pedes-pedes." Kan! Aneh banget Mas Roni, kayak bukan orang yang kukenal aja.

"Oke Mas, aku mah makan apa aja siyap!" paparku dengan senyum yang sedikit terpaksa aku sunggingkan.

•••

Setelah mengembalikan peralatan camp yang kami pinjam, kami berencana makan siang bareng di salah satu kedai dekat pantai. Apapun itu yang penting perut terisi dulu, sebelum perjalanan pulang nanti.

"Na, kamu mau kelapa muda?" tawar Mas Roni. Aku mengangguk, sepertinya air kelapa mampu menuntaskan dahagaku setelah setengah jam terombang ambing di kapal.

"Mbak, ayam bakar komplitnya enam. Kelapa mudanya, eh kalian ada yang mau kelapa muda lagi ngga?"

"Aku mau!"

"Aku!"

"Satu, dua, oke! Yang lain minumnya apa?"

"ES TEH!"

Kami berenam membuat kegaduhan di kedai ini, tapi gapapa itung-itung buat narik pelanggan lain hehe.

"Oke mbak. Jadi es kelapa mudanya tiga, es tehnya tiga ya mbak."

"Siyap Mas, silahkan ditunggu..."

Mas Roni kembali bergabung bersama kami, canda tawa tak pernah lepas. Tapi lagi-lagi aku menemukan kejanggalan. Mas Roni yang berubah jadi cerewet dan Mas Dandi yang diam seribu bahasa sejak tadi pagi.

"Na makan yang banyak ya, Mas suka perempuan yang gendut loh." ucap Mas Roni begitu pesanan kami datang.

"Tapi aku pengin kurus Mas," tolakku mentah-mentah.

"Jangan ah, Mas ngga mau kamu kurus."

"Mas Roni. Jadi gendut tuh ngga enak, buat jalan aja gampang capek. Lari apalagi, baru bentar rasanya mau mati." jelasku.

"Tapi... Na... Mas suka aja liat kamu sekarang, kalau makin chubby kayaknya lucu deh Na."

"Ngga mau!"

"Mau ya..."

"Nggak!"

"Yaudah sini, tek makan Mas aja ayam bakarnya."

"Eits ngga boleh, ini punyaku Mas!"

"Tadi katanya mau kurus?"

"Mau kurus bukan berarti ngga makan loh mas."

"Udah-udah makan yok, laper."

"Ayok!"

•••
B E R S A M B U N G

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEKAPAN DI BIBIR PANTAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang