1. Sahabat Baru

78 38 35
                                    

"Jadi, apa yang kamu inginkan?" seorang perempuan itu berdiri di depan pohon besar, bertanya padaku. Aku tidak mampu melihat wajahnya, karena terlalu silau dengan cahaya matahari. Namun yang jelas, dia seperti seumuranku. Rambutnya sepunggung terurai panjang terbawa angin. Cuacanya cerah dengan ladang rumput berbukit disekitar kami. Aku ... tidak kenal dengan dia.

"Entahlah"

Sosok perempuan itu lalu mendekatiku. Tergambar jelas hanya sampai pada batang hidungnya saja. Matanya tertutup poni. Aku tidak kenal sama sekali dengan dia. Dia hanya tersenyum.

"Mungkin ... harapan"

"Baiklah. Aku akan memberikannya. Tanpa syarat. Bersiaplah!!!!"

=

===

====

...............

=-=-=-

"TIRANA!!!! BANGUN TIRANAA!!!!" Ibuku memukul pintu kamarku berulang kali. Berisik sekali! Padahal aku mau masih mau tidur lebih lama.

Aku terbangun dari tidurku yang lumayan nyenyak. Mimpi buruk apa aku semalam, ya? Jika kuperhatikan, cahaya matahari sudah mulai terang. Aku bisa tahu itu sebab kasurku memang berada tepat di depan jendela. Aku segera melihat jam analog di atas pintu. Rupanya sudah pukul 6 lebih 20 menit. Sebagai orang Jakarta, aku harus bangun dan menggunakan seragam SMP ku.

Tampaknya aku tidak sempat untuk mandi. Jadi, aku pakai parfum dan sikat gigi dan cuci muka saja. Seragam bertuliskan "Tirana Dewiyanti" di dadaku masih bisa kupakai. Mungkin tinggal ganti kantung saja kalau SMA. Hahaha. Tapi aku yakin takkan seperti itu ceritanya. Selepas aku menggunakan hijab, aku segera berangkat ke sekolah SMA ku.

SMA Pengharapan Bangsa memang tidak terlalu jauh dari rumahku. Aku bisa mencapainya dengan jalan kaki. Namun, memang karena dekat itulah aku jadi terlalu santai hingga tidur terlalu larut. Hahaha, sebab aku penasaran dengan teman-teman SMP ku. Entah bagaimana jajanan kantin yang mereka cicipi, yang jelas kalau hari ini aku cukup cerah. Aku ingin lagi mengajak teman-teman SMP ku untuk mencicipi kue di Kedai Abah tidak jauh dari SMP ku.

Tapi aku terlalu terlambat untuk itu, jadi aku melewatkan sarapan begitu saja. Aaah, jika saja jam masuk itu pukul 7:30, aku masih bisa sarapan. Pun jika tidak sarapan aku masih baik-baik saja. Dan, sepanjang jalan, barulah aku melihat sekolah besar swasta itu. Aku memilih sekolah ini adalah karena beebrapa alasan.

Yang pertama adalah dekat, yang kedua adalah mereka punya nilai akademik yang bagus, ketiga mereka unggulan di wilayahku, dan yang keempat karena ... nilai ujian sekolahku ku tidak mencukupi. Hahaha, padahal aku sudah berusaha keras untuk mengejar. Tapi apa daya, nilai Bahasa Indonesia dan Inggrisku hancur parah. 

PADAHAL NILAI MATEMATIKA DAN IPA AKU PALING TINGGI SATU ANGKATAN!!!1111!!!1!1111!1!

Jadilah, aku masuk kesini. Dari luar, SMA Pengharapan Bangsa 1 ini memang besar. Namun, langsung begitu aku masuk gerbangnya terhampar luas sekolah ini mempunyai tiga lapangan. Satu basket, satu bulutangkis sekaligus voli, dan satu futsal. Seperti hamparan sawah memandang hingga pagar besi menjaga sisi sekolah agar tidak terkena bola yang mungkin saja akan menghantam. Belum pula parkiran yang termasuk kompleks dalam sekolah, yang juga dijaga oleh pagar tinggi.

Aku takjub dengan besarnya sekolahku ini. Namun, aku memperhatikan di lobi sekolah terdapat kumpulan anak yang sedang mencari nama kelasnya. Langsung, aku segera ke sana untuk melhat apa yang terjadi.

"Dimana ... ya .... Tirana ... Tirana ... Tirana ..." dan aku bahkan tidak menemuinya sama sekali.

Puk ...

SHOOTING STARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang