14. Hujan

8 8 0
                                    

Kami lalu masuk rumahnya ini. Tergambar sebuah meja yang berada di tengah-tengah, sedang bangku-bangku mengelilinginya. Seperti rumahku, tetapi ini lebih sempit. Riga menyalakan lampunya dan memasukkan jemuran ke dalam.

"Bapak ibu kamu kemana?" tanyaku.

"Lagi kerja dua-duanya" kata Riga.

Pantas saja sepi sekali, padahal ini hari minggu ya. Tunggu! Itu berarti ... hanya ada aku, Hasan, dan Riga dong di sini?! Hasan begitu saja langsung buka kulkas dan mengambil minuman. Dia benar-benar menganggap rumah Riga seperti rumah neneknya sendiri!

"Nana, minum aja ga usah malu" Hasan tanpa ragu-ragu menganggap dirinya pemilik rumah.

"Gapapa, kok Nana. Minum aja" dan baru Riga yang tawarkan, aku jadi enak hati.

Aku baru sadar. Kenapa aku tidak minta yang lain untuk pamit. Aku tahu memang Hasan akan mengantarku pulang, tetapi rasanya aku ingin berlama-lama di sini. Kebetulan sekali hujan jadi alasan penguatku, aku ingin bermain di rumah teman lebih lama. Aku bisa melihat Riga yang bermain bulutangkis dari kecil sampai sekarang. Juga ada beberapa trofi yang dipajang di lemarinya.

Aku juga ingin bicara sesuatu pada mereka.

DRRRRRR!!!!!

Suara air yang jatuh begitu deras. Riga sudah masuk ke ruang tamu ini, dan hujan turun di luar.

"Heh, maksudnya apa lu bilang kalo gua pacar kedua lu? Ga bisa bedain mana temen mana bukan?" aku marah pada Hasan.

Hasan yang minum, tiba-tiba terhenti.

"Ga usah dianggap serius, lah. Mana ada orang yang mau jadi pacar kedua? Ya, kan Riga?" kata Hasan.

"Iya. Nana. Bukannya pacar artinya teman juga? Kalo boy artinya laki-laki, friend artinya teman. Berarti Boyfriend artinya teman laki-laki, kan?"

"Bukan begitu! Sesekali kita bahas yang serius! Gua tau lu pada bercanda terus dari kemarin. Tapi sesekali kita serius. Pokoknya, gua gak mau lu begitu lagi di luar pertemanan kita. Gua udah diemin lu pas ketemu Rizka. Dan sekarang lu begitu lagi ke Kak Anggi!"

Hasan dan Riga tidak terlihat serius menanggapiku. Dasar.

"Sebenarnya, sih aku tidak keberatan saja. Mau kau anggap kami teman, atau pacar, menurutku tidak ada bedanya" kata Riga.

Hasan sendiri tiba-tiba jadi merasa canggung.

"Yakin emangnya lu mau diduain?" kataku ke Riga.

"Yah selama kalo Tirananya setuju aja sih" kata Riga.

Jangan-jangan selama ini Hasan dan Riga ... "Hasan! Emangnya lu apain Riga?!" bentakku.

"Ah, enggak kok Na. Kita cuma ... temenan aja. Ga ada pacaran yang serius diantara kita. Lu serius banget ... ya kan, Ga? Ayo dong, kali ini serius!" Hasan menurunkan intonasinya.

"Temen boleh, pacar boleh. Yang penting kalian selalu ada buatku!" Riga menjawab dengan santainya, entah serius atau bercanda.

Entah dengan Hasan, yang jelas buatku sendiri tidak paham mengapa Riga mencampuradukkan apa itu pacaran dan teman. Bagiku, keduanya ibarat minyak dan air atau asam dan basa.

"Masalah tadi Kak Anggi ngomong, tapi memang kamu benar suka sama Kak Thohari?" Tanya Riga.

"Engga, gua ga ada hubungan apapun ke dia! Pokoknya, gua gak mau lagi kalian ngomong begitu!" kataku.

"Oke" Hasan minum lagi.

Sementara Riga ambil minumnya sendiri. Seketika, ada kucing yang mengikutinya. Dia jantan yang berloreng oren.

SHOOTING STARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang