13. Anggita Primananta

10 11 0
                                    

Di siang ini, di bawah pohon rindang ini Kak Anggi baru menjelaskan alasannnya padaku. Rupanya, ini sesuatu yang jauh daripada dugaanku semata. Masing-masing dari kami melakukan peregangan sambil duduk di bangku yang disediakan.

"Kakak mau ngomong apa?" dia buatku penasaran saja.

"Bagaimana ya ... darimana aku harus mulainya ... yang pentingnya saja dulu deh. Kamu harus waspada sama Kak Nova"

"Memangnya kenapa?"

"Gara-gara dulu Kak Nova waktu itu kecewa sama tim ekskul bulutangkis. Waktu dia kelas XI, dia ga bisa meyakinkan adik kelas dan kakak kelas buat latihan untuk O2SN dan POSN. Oh iya, saat itu kebetulan anggota ekskul bulutangkis bisa sampai 50 orang lebih. Ini disaat dia baru-baru jadi ketuanya" katanya.

"Banyaknya. Tahunku saja tidak sebanyak itu di awal-awal" kataku.

"Iya ini kejadian tahun kemarin. Terus ini Kak Nova benar-benar mendesak buat kakak kelas sama adik kelas buat ikut. Katanya sih, ini buntut dari kekesalan Kak Nova yang dituduh digampangin sama Pak Malik buat wakilin sekolah buat lomba POSN sama O2SN, sama lomba luar yang memang bawa nama sekolah. Memang, kan dia itu udah mewakili sekolah pas kelas X"

Dia minum dulu, lalu melanjutkan "Memang sebenarnya, Kak Nova itu jago. Tapi anak-anak yang ga suka sama dia bilang begitu. Bahkan, pas di satu sore Kak Nova membantah hal itu pas kebetulan denger diomongin anak-anak. Nah, Kak Nova itu ga terima, kan? Makanya dia jadi cekcok sama adik sekaligus kakak kelasnya" panjang lebar kata Kak Anggi.

"Terusannya gimana lagi tuh?" tanyaku.

"Ya jadi gitu. Kak Nova mulai dijauhin sama temen-temennya. Mereka selalu pakai alasan kalau Kak Nova pake koneksi gitu, mentang-mentang anak yang punya yayasan. Gua percaya banget, sebenarnya Kak Nova ga begitu orangnya. Dia cuma terlalu keras aja sama anak-anak yang lain" katanya.

"Pantas saja dia kelihatan serius banget latihannya. Sampe-sampe minta gua buat gabungin belajar statistika sama yang lain, lebih bagus lagi kalo gua bisa main bulutangkis juga. Bahkan latihan kitapun juga dibedain gitu" kataku.

"Akhirnya lu juga sadar, kan Na?" katanya.

"Iya juga sih. Memangnya, kenapa banget sih Kak Nova sampe segitunya? Gua pikir, sih ya. Harusnya bisa diomongin baik-baik aja gitu" kataku.

"Ya gimana ya? Gua juga ga paham mengapa dia tiba-tiba pengen banget buat menangin POSN dan O2SN tingkat Nasional. Yang gua denger sih, biar katanya sekolahnya bisa dipandang bagus sama PTN sama PTS. Ada yang bilang juga biar dia dianggap pantas buat mewarisi sekolah, tapi gua ga tau juga. Itu sih bukan urusan gua soal internal. Tapi kalo kata gua, buat mewakili Kotamadya di tingkat Provinsi aja udah bagus. Gua juga udah capek banget, selain latihan harus hitung analisis juga" katanya.

"Bisa jadi karena begitu, SMA Pengharapan Bangsa 1 Jakarta justru bisa unggul dalam ekskulnya" kataku.

"Bisa jadi juga, sih. Justru itu juga yang gua mau bicarakan ke lu, Na. Makanya, gua bilangin aja lu mending hati-hati kalau ngomong sama Kak Nova. Makanya lu liat sendiri kan, si Thohari atau Kak Agrippa sama Kak Grace gimana sikapnya kalo sama Kak Nova. Atau anak-anak yang lain dah. Ya lu tahu sendiri dah, jangan terlalu terbawa suasana" kata Kak Anggi.

Iya aku sangat mengingat, dimana waktu itu Kak Agrippa langsung mengajak Kak Anggi main begitu saja dan mengajakku ke lobby melihat piala-piala itu. Aku teringat sesuatu.

"Dia juga pernah bilang ke gua, katanya yang penting kita bisa menorehkan apa yang terbaik buat SMA kita" kataku.

"Iya itu kata dia. Tapi ujung-ujungnya gua juga yang pegel. Gua pernah disuruh buat statistik dari setiap yang main, terus juga buat analisis gaya permainan sekolah lawan kita sebelum kita bertanding. Yah, gua rasa itu bukan kerjaan gua aja harusnya. Kalo lu berpikir cuma kecewa karena smash yang gagal, gua rasa itu juga hal yang wajar" katanya.

SHOOTING STARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang