8. Alasan Bermain

20 23 4
                                    

Kak Nova mengajakku pada sebuah piala yang berjejer di lobby sekolah, membuat aku bertanya apa yang dia ingin bicarakan. Memangnya apa yang ingin dikatakannya?

"Sebenarnya apa niatmu bermain ke sini?" dia serius menatapku, bicaranya juga sangat formal.

Ah, jujur saja aku tidak punya kata yang tepat untuk menjelaskannya. Aku sendiripun juga bingung, mengapa aku harus ikut? Tapi bukannya dia sendiri yang mengundangku buat bermain?

"Kakak pernah memberikan form itu pada Riga, kan? Jadi kupikir, Kakak memintaku secara pribadi lewat Riga" kataku.

"Hmm ... itu saja? Aku pernah dengar dari Riga kalau sebenarnya kau tidak bisa ikut karena les belajar, kan?" katanya.

"Iya. Sebenarnya itu yang membuatku ragu-ragu pada awalnya. Namun setelah aku bicara pada ibuku, dia mengizinkannya dengan syarat kalau aku harus rangking 10 besar di semester ini" kataku.

Dia tertawa lepas. "Hahaha, jadi itu hal yang menahanmu? Tenang saja, aku tidak memintamu keluar les. Itu pilihanmu. Beberapa temanku juga ada yang les, makanya tidak tiap hari kami bisa berkumpul seperti ini. Makanya disaat inilah kami bisa berkumpul dan bermain sebelum sibuk kembali"

Dia berjalan ke arahku, menepuk bahuku. Ah, dia wangi.

"Kau punya potensi menjadi pemain yang hebat, Tirana" kata Kak Nova.

"Ah, Kakak terlalu berlebihan. Aku tidak sehebat yang Kakak kira. Soal kemenanganku atas Riga saja itu bohong. Dan Kakak lihat saja sendiri, ada orang yang lebih hebat dariku. Riga atau Rizka. Bahkan bagiku Rizka lebih hebat" kataku.

Jujur aku merinding hebat! Dia bukan orang sembarangan! Dia mundur sejenak, kembali menatap jejeran piala-piala yang ditorehkan untuk SMA Pengharapan Bangsa 1.

"Terlepas kau mau menilaimu sendiri bagaimana. Kau punya potensi besar di bulutangkis yang tidak dipunya pemain lainnya, baik di angkatanmu maupun angkatan diatasmu. Kau tinggi semampai, dan punya smash keras. Sayang tadi Pak Malik tidak memintamu untuk smash. Mungkin itu bisa di lain waktu. Lebih dari itu, kau punya nilai Matematika dan IPA yang bagus. Kau bisa gunakan itu untuk bulutangkis, dan sebaliknya" kata Kak Nova.

Apa maksudnya? Dia ini bicara apa, sih?

"Ah, mana mungkin" kataku.

"Mungkin. Hanya kau tidak menyadarinya saja. Contohnya tadi serve. Kau tidak menerapkan ilmu yang kau pelajari buat membaca gerakan arah kok, juga mengarahkan kepala raket, sampai dimana kok itu jatuh. Makanya, kau selalu diperbaiki oleh Pak Malik"

"Oh, begitu maksudnya" aku menggaruk hijabku.

"Kamu suka belajar fisika, kan?" tanyanya.

"Bukan suka sih, lebih tepatnya ... aku terpaksa melakukannya" kataku.

"Haha! Bahkan kau bisa memunculkan semangat belajar lewat bulutangkis!" katanya tersenyum.

Aku menghela nafas panjang. Jadi itu yang ingin dia bicarakan padaku? Kukira apa.

"Bisa kakak jelaskan maksudnya?" tannyaku.

"Banyak ilmu yang dibutuhkan bulutangkis. Tentu saja teknik dan kebugaran pemain adalah pelajaran olahraga, pengaruh arah kok dan jenis-jenis raket adalah fisika, dan data tentang kemenangan, kekalahan, dan peluang adalah statistik. Anggi telah membantu banyak tentang statistic. Dengan statistic, kita mampu mengetahui kelebihan dan kekurangan lawan dari beberapa pertandingan sebelumnya" katanya.

Wah, rupanya dia tidak membawa ekskul bulutangkis hanya sekadar main saja, ya?

"Lihatlah jejeran piala ini, apa kau tertarik?" tanyanya.

SHOOTING STARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang