10. Healing.

5.2K 962 273
                                    

Tante Naura dan Om Bimo terkejut melihatku siang-siang datang ke rumahnya dengan tas ransel kecil dan menenteng jaket serta helm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tante Naura dan Om Bimo terkejut melihatku siang-siang datang ke rumahnya dengan tas ransel kecil dan menenteng jaket serta helm. Karena takut ditinggal, aku memilih datang ke rumah Bisma satu jam lebih awal.

"Nia mau ikut?" Perempuan paruh baya itu menatap tak percaya. "Memang kuat jalan?"

"Ya kuat dong Tantee." Aku menepuk bahuku dengan pongah. Membuat kedua pasutri ini terkekeh geli. Kami berada di ruang santai yang menghadap kebun belakang. Kebun kecil dengan konsep mediterania klasik yang ditumbuhi pepohonan, tanaman edible dan bunga kesukaan Tante Naura.

Di tengah-tengah kebun, ada kolam renang lumayan besar dengan beberapa kursi santai di pinggir kolam. Teduh karena dinaungi pohon mangga yang kalau berbuah, aku juga kecipratan seperti beberapa waktu yang lalu. Beberapa juga masih ada yang terlihat bergelantungan di dahan.

Dulu saat kecil, aku sering berenang di sini, dengan membawa ban bentuk bebek. Menginjak remaja, dan mengenal rasa malu, aku sudah tak lagi berenang di tempat ini.

Rumah Bisma sangat luas dan tertata rapi. Gak heran sih, mereka sebenarnya dari kalangan berada. Setahuku, Papanya mewarisi perkebunan yang masih produktif dari Sang Kakek, yang dikelola adik Om Bimo dan manajemen professional. Jadi wajar, kalau rumah mereka sebesar ini.

Suara derap langkah kaki dari anak tangga membuatku refleks menoleh, diikuti Tante Naura dan Om Bimo. Bisma turun dengan rambut acak-acakan dan muka bantal. Sepertinya, baru bangun tidur.

"Lho? Son?" Wajahnya terlihat kaget saat melihatku duduk di sebelah mamanya. "Astaga, masih jam berapaaaa ini?"

"Kamu ini Mas, San Son San Son. Cantik begini dipanggil Son." Mamanya menyela dengan nada tak suka.

"Nah, iya Tante. Nia juga sebel. Dikira main tuyul dan Mbak Yul, apa? Jadi temennya Kentung, " gerutuku. Mengutarakan protesku mumpung mamanya juga protes. Bisma terbahak, dia mengambil air dari dispenser dan membawanya ke ruang santai. Duduk di salah satu sofa single dekat Om Bimo.

"Biar beda aja, Ma."

Beda, beda. Jawaban apa itu?

"Mbok yo diganti, jangan panggil begitu ah." Mamanya masih memperingatkan dan aku menyetujui dengan anggukan yang mantap. Bisma hanya meringis saja, memilih tidak membantah mamanya.

"Kalau mau pergi sama Nia, kenapa siang, sih, Mas? Nanti pulangnya apa ndak kemaleman?" Papanya bertanya heran.

"Memang mau ambil view sore dan malam Pa. Si Son-Son ini saja maksa ikut."

Andai gak ada papa-mamanya, sudah melotot ini biji mata.

"Kamu ini, Mas," tegur Tante Naura lagi. "Manggil nama itu yang bener."

"Tahu nih, Dek Bim-Bim." Merasa punya sekutu, aku membalas panggilannya. Bisma langsung melotot, tapi aku hanya membalas dengan cibiran pongah, sambil berlindung di balik punggung mamanya. Tante Naura dan Om Bimo tertawa sambil geleng-geleng kepala.

Marry My Neighbor (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang