6. Balkon Kamar

4.6K 949 127
                                    

Helm kamu nanti, aku titipin pos sekuriti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Helm kamu nanti, aku titipin pos sekuriti.

Aku mendengus dengan pesan yang baru saja masuk dari Hilda. Hanya berselang dua menit setelah dia kabur meninggalkanku bersama Bisma di dekat pintu keluar mall.

"Ayo pulang Mas pacar."

Aku meliriknya sekilas dan berjalan lebih dulu. Rasanya gemas juga dengan kelakuan Hilda. Awas saja besok di kantor.

"Kamu ketempelan apa sore tadi?" Bisma menjajari langkahku. Menyinggung pesan random yang tadi kukirimkan. "Berantem sama si X?"

Menggelikan saat Bisma tidak menyebut nama yang dimaksud. Seolah takut membuatku kian jutek, karena wajahku saat ini pasti terlihat tidak ramah sama sekali di matanya.

"Mood-ku baru aja bagus Bim. Jangan tanya dulu, bisa? Nanti aku tantrum di sini bisa bahaya."

"Gampang, nanti aku bacain ayat kursi."

"Dikata kesurupan!"

Bisma terkekeh pelan melihatku yang sewot.

"Jam segini baru pulang?" tanyaku heran. "Bukannya pegawai negeri pulangnya sore ya?"

"Tadi habis bantu-bantu atasan di kantor, pulang mampir cari waist bag." Bisma mengangkat paper bag di tangannya. "Punyaku diambil Yoga." Dia menyebut nama salah satu sepupunya, dari pihak Ibu. "Jadi sekalian lah mampir, nyari di sini. Mau dipakai soalnya."

"Oh." Aku manggut-manggut.

"Motorku parkir di belakang, Dik pacar." Dia berjalan mendahuluiku, melewati salah satu pintu kaca yang membuka sendiri karena menggunakan sensor hawa tubuh manusia.

Sesaat aku tertegun, lalu tertawa terbahak-bahak, mendengar caranya memanggilku.

"Dak dik dak dik," ejekku. "Mau muntah rasanya."

"Sama." Bisma mengedikkan bahunya. Mengekspresikan rasa jijik dengan panggilan yang baru saja diucapkannya.

"Asem!" Jadi pengen ngeplak kepalanya. Tanganku sudah terangkat dan Bisma dengan cepat menjaga jarak aman.

Kami berjalan bersisian menuju lahan parkir yang ada di belakang gedung. Mall ini memiliki tiga tempat parkir, salah satunya adalah belakang gedung.

Ponselnya berdering, dan dari obrolan singkat yang kudengar, sepertinya dia mendapat panggilan dari atasannya. Sesekali aku melirik Bisma. Pria ini tumbuh dengan sangat baik. Dulu badannya gendut, dan lebih pendek dariku.

Aku suka memanggilnya Bimbim, karena seperti anak gajah. Saat menginjak remaja, dia mulai menjaga bentuk tubuhnya dengan baik. Aku gak bermaksud body shaming. Tapi kan saat itu kami masih kecil dan gak tahu apa-apa. Dia sering meledekku putri cengeng, karena mudah menangis dan aku membalasnya dengan sebutan Bimbim anak gajah. Jika teringat memori masa kecil, rasanya lucu sekali.

Marry My Neighbor (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang