4. Metro

64 19 10
                                    

Dua bulan telah berlalu semenjak salju pertama turun di wilayah ini, dan merupakan waktu yang cukup untuk orang-orang kembali hidup tanpa aturan. Namun, semakin lama waktu berjalan, aku semakin kehilangan semangat untuk terus menghitung hari. Rasanya keadaan tak pernah berhenti memburuk.

Aku sudah memprediksinya. Bukan, bukan masalah berapa lama anomali ini akan terjadi, melainkan kondisi sosial yang akan terjadi.

Penjarahan terjadi di mana-mana. Berebutan, saling baku hantam, bahkan tak jarang berita seseorang meninggal beredar dari mulut ke mulut. Apakah aku termasuk salah seorang yang beruntung, karena perkelahianku dulu terjadi sebelum orang-orang benar-benar kehilangan akalnya? Kalau terjadi di minggu-minggu ini, mungkin namaku akan menjadi salah satu nama yang diperbincangkan orang-orang dari mulut ke mulut itu.

Di tempat kosku hanya tersisa enam orang yang masih bertahan: aku, Galih, tiga orang temanku termasuk Aziz, dan seorang satpam kosan yang terlalu loyal, sampai-sampai ia masih bekerja hingga saat ini—aku menganggapnya seperti itu. Kami sepakat untuk selalu bersama dalam satu ruangan yang sama. Tentu, dengan sedikit kelonggaran untuk meregangkan tubuh di luar kamar, karena melihat lima wajah lain yang sama terus menerus akan sangat membosankan.

Bukan tanpa alasan sebenarnya untuk kami sepakat terus berada di dalam ruangan yang sama. Malam hari yang semakin dingin, apalagi dengan tak adanya penerangan, memaksa kami harus memutar otak untuk tetap menjaga suhu tubuh. Setidaknya, dengan berkumpulnya kami di satu tempat, seharusnya insulasi panas terjadi dengan lebih efektif, kan?

Kami tak ingin membakar banyak kayu karena tak banyak perabotan yang tersedia. Bagi kami, membuat api adalah pilihan terakhir untuk bertahan dari dingin, walaupun akhir-akhir ini terus kami lakukan juga, sih.

Stok makanan yang kami timbun dan kumpulkan cukup banyak, setidaknya cukup bertahan beberapa minggu dengan jatah yang pas. Pembatasan kami untuk tak akan keluar tempat kos kecuali dalam rangka menghilangkan rasa bosan terbukti efektif. Kami tak mengeluarkan banyak energi, tak perlu mengonsumsi banyak makanan kecuali untuk menjaga suhu tubuh, permasalahan utama hanya rasa bosan yang kami timpali dengan tukar cerita. Namun, aku tahu pada suatu titik, cerita itu akan habis juga.

Semakin lama hari berjalan, aku menemukan banyak perbedaan yang bisa kusandingkan pada hari-hari pertama turunnya salju. Yang pertama, jelas tak ada kendaraan. Tidak hanya masalah jalanan yang licin, tetapi kurasa kendaraan kami semua mati total karena tak didesain untuk bertahan di cuaca dingin yang ekstrem. Kedua, aku tak menemukan banyak orang di luar sana. Entah karena semua orang berpikir sama seperti kami, tidak ingin membuang-buang energi jika tidak terlalu dibutuhkan, atau ... kau tahu, terlalu beruntung untuk tidak perlu bertahan hidup di dunia ini.

Yang manapun yang sebenarnya terjadi, aku belum pernah menemukan orang lain di luar sana. Hanya dalam waktu dua bulan.

Apa yang dilakukan orang-orang di luar sana? Apa yang dilakukan orang tuaku di Eropa sana? Apakah mereka berhasil bertahan? Apakah mereka semua sama sepertiku, menaruh harapan agar dunia kembali berjalan seperti semula? Seberapa lama sebenarnya lama yang dimaksud oleh para ahli?

Semua ini seperti sebuah isolasi. Tak ada listrik, tak ada telepon, tak ada radio, tak ada koneksi dari dunia di luar sana yang bisa kami terima. Kami tak tahu ada berapa banyak penyintas di luar sana yang masih bisa bertahan hidup seperti kami. Jumlahnya bisa bervariasi, mulai dari jutaan hingga nol, dan pertimbangan-pertimbangan mengenai kelangsungan hidup kembali mengingatkan kami pada tempat penampungan yang diberitakan oleh pemerintah.

Sebelum komunikasi terputus, pemerintah menjanjikan kami tempat penampungan untuk bertahan hidup dari cuaca ekstrem, memberi tahu kami beberapa titik yang dapat digunakan untuk melindungi diri dari dingin, mendapatkan jatah makanan gratis dan obat-obatan yang bisa kami gunakan di saat darurat. Salah satu alasan orang-orang, termasuk aku, untuk tidak pergi ke sana adalah karena masih bisa bertahan secara mandiri. Namun, kalau keadaannya seperti ini terus, mau sampai kapan kami bertahan?

Peaceful Rest, the Night is Calm [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang