10. Perjalanan

37 20 29
                                    

Perjalanan yang kulakukan tak sesuai rencana, tetapi bukan dalam konteks buruk, atau setidaknya tidak dalam konteks buruk sampai saat ini. Dingin masih menyelimuti, salju yang semakin menebal berhasil menahan mobilisasi, tetapi setidaknya seluruh kesialan itu terbayarkan oleh keberuntungan akan sisa-sisa kebutuhan yang ternyata masih berserakan.

Semakin menuju pusat kota, ke tempat di mana tempat penampungan itu ada, memang semakin wajar jika pasokan kebutuhan primer semakin banyak. Tidak banyak tempat yang kami kunjungi, tetapi aku dan Galih berhasil mengumpulkan satu tas penuh berisi makanan. Keberuntungan itu digandrungi dengan cuaca yang cukup bersahabat.

Salju tidak turun begitu lebat, tetapi matahari yang semakin menurun memaksa kami untuk mencari tempat berlindung. Sialnya, karena pemberhentian kami di beberapa tempat ternyata lebih lama dari seharusnya, kini aku dan Galih tengah terjebak di area kumuh perkotaan, tempat di mana bangunan-bangunan ilegal tak permanen dibangun oleh orang-orang sebagai tempat tinggal—atau setidaknya seperti itu ketika salju belum turun.

Sebenarnya, sengaja kupilih tempat ini untuk dilewati, daripada harus mengikuti jalan utama yang mengharuskanku memutar cukup jauh untuk sampai ke pusat kota. Namun, aku juga lupa kalau kemungkinan besar tak dapat kutemukan gedung-gedung tinggi, menjadikannya sebagai tempat beristirahat.

Kini, bangunan-bangunan tak permanen di tempat ini berubah menjadi reruntuhan, jatuh dan rusak karena tak dapat menahan beban salju yang terus menyerang benteng atas rumah mereka. Aku bisa melihat berbagai interior ruangan walaupun berada dari kejauhan, tertimbun dinginnya salju yang semakin lama semakin meninggi. Entah sudah berapa merk kompor mencuat dengan jelas di antara putih yang tak menyelaras.

Sama seperti perjalananku sebelumnya, tak kutemukan satu pun orang di luar sini. Namun, dugaanku bahwa orang-orang berbondong-bondong untuk mencari tempat perlindungan dan sengaja tak menampakkan dirinya kini terpotong oleh kenyataan Dirga yang mampu menguburkan anak istrinya di dalam tumpukan salju.

Maksudku ... coba saja kau ingat-ingat. Tempat macam apa yang bisa menampung semua orang, membuat mereka menghilang begitu saja dari peradaban ini? Mungkin orang-orang yang tak beruntung mati kedinginan, kelaparan, atau bahkan bunuh diri di dalam rumah. Namun, bagaimana dengan orang-orang yang ada di sekitar sini? Orang-orang yang tak beruntung yang hanya memiliki rumah tak permanen, menumpang di atas tanah pemerintah yang seharusnya tak mereka bangun? Tidak mungkin mereka semua lenyap begitu saja, kan?

Lalu, kalau kupikirkan entah sudah berapa lama salju ini melanda Indonesia, disertai oleh entah sudah berapa lama aku tak pergi ke luar, berhadapan dengan salju dingin di alam liar seperti ini, maka aman kusebutkan jika mereka, orang-orang yang menghilang itu, sebenarnya tertimbun oleh salju tebal yang terus turun.

Benar. Mungkin di bawah sini, tempatku sedang berjalan ini, terdapat tumpukan mayat, orang-orang malang, yang tak dapat berbuat apa-apa dengan amukan cuaca ekstrem yang datang secara tiba-tiba. Semua itu cukup logis dan rasional, tetapi aku tak mau menggali salju hanya untuk memastikan kebenaran hipotesisku. Lebih baik cerita itu menjadi dongeng daripada harus kupikirkan setiap saat bahwa di bawah pijakanku ini, setiap kali aku berjalan, ada satu dua mayat yang sedang kuinjak.

Indonesia mungkin berada pada iklim tropis, membuat perubahan suhu pada umumnya bergerak dengan jinak dalam rentang yang tidak begitu besar. Tentu, dengan pengecualian anomali seperti ini. Namun, perubahan mendadak membuat kami tak bisa beradaptasi dengan cepat.

Rumah kami tak dilengkapi oleh penghangat ruangan, apalagi cerobong asap yang tak akan berguna. Pakaian kami umumnya tak didesain untuk menghalau cuaca dingin yang ekstrem, tentu dengan pengecualian jaket-jaket tertentu yang sengaja dibuat untuk para pendaki gunung, menghalau suhu dingin dengan hampir sempurna, seperti yang Dirga berikan padaku ini. Boleh dibilang bahwa perubahan cuaca ini merupakan eksekusi mati langsung untuk sebagian besar orang, menyisakan segelintir manusia yang mencoba bertahan hidup.

Peaceful Rest, the Night is Calm [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang