Bab 2. Hadiah

11 4 2
                                    

Sesampainya di rumah, Disa segera menutup pintu tidak lupa ia kunci pintu. Sesekali menengok lewat jendela. Berharap tidak ada yang mengikutinya. Duduk lemas mengatur nafas, berusaha mengontrol ketakutannya. Ia pun ingat dengan sosok yang menyebut namanya.

"Pak Naga. Sedang apa disana?" rasa penasaran dan bersalah muncul bersama.

Ia pergi begitu saja meninggalkan pak Naga bersama temannya yang sudah membantunya. Mungkin saat ini mereka sedang mengalami keulitan. Tapi Disa malah melarikan diri tanpa mengucapkan terimakasih pada mereka.

"Bukan seperti ini yang diajarkan ibu, Disa. Kamu harus segera mengatakan terimakasih pada pak Naga dan temannya." Disa bergumal sendiri mengoyak rambutnya yang berantakan.

Mengatur sisa nafas yang tersengal. Melihat kantong barang belanjaannya, hanya sedikit yang ikut pulang bersamanya. Helaan nafas panjang mengiringi. Melihat jam dinding masih pukul 8 pagi. Rumah masih berantakan, debu menyebar di lantai, piring kotor bekas makan semalam menumpuk, cucian baju yang belum ia setrika dari kemarin lusa. Berdiri, membawa barang belanjaan ke dapur, dan menyusunnya di dalam kulkas. Perhatian Disa teralihkan pada selembar undangan mewah yang tertempel di atas pintu kulkas.

"Franchise Anniversary. Invitation. Sunday. 20 July. At 06.00 PM." Disa membacanya dengan fasih. Melihat desain yang menawan, indah, dan elegan.

"Besok berarti?" batin Disa terkejut.

Melihat lokasi perayaan diadakan. "Ballroom in Mall Salix 3" mengernyitkan dahi mengingat gedung yang dimaksud, seketika ia menutup mulut yang ternganga karena takjub.

Untuk pertama kalinya dia mendapat undangan acara besar, bertempat di sebuah tempat yang luar biasa pula. Haruskah Disa datang? Dengan kondisi seperti ini?

"Lihat dirimu, Disa". Bercermin pada kaca kulkas didepannya. Menghela nafas panjang. "Tidak bisa. Aku tidak bisa datang, pasti banyak orang, terutama laki-laki. Tidak!" melanjutkan kembali memasak.

Disa tiba-tiba teringat sosok pemuda yang tersungkur didepannya. Teman pak Naga. Dia pasti terkejut saat menerima sebuah pukulan yang tidak teduga. Saat itu mereka bahkan saling bertukar pandang seraya memuji "cantik".

Disa diam sejenak. Hanyut dengan tatapan serta pujian yang ia dapat. Lalu merasa merinding, gelisah. Tidak membenarkan asumsi pikirannya, bahwa pemuda itu penyelamat yang Tuhan kirim untuknya. Disa duduk mengatur nafas, menepuk-nepuk dada yang mulai sesak.

"Benar. Ini salah. Aku harus menemui pak Naga dan mengucapkan terimakasih. Jika tidak, aku akan terus seperti ini, gelisah." Disa pun bergegas menyelesaikan masakannya. Membersihkan rumah, dan bersiap diri untuk keluar menuju toko pak Ujang. Pedagang bunga hias yang tersohor di tempat ia tinggal.

Disa membeli sebuah tanaman hias untuk hadiah perayaan sekaligus ucapan maaf dan terimakasih tertulis dalam selembar kartu ucapan. Pilihannya jatuh pada tanaman hias Peace Lily Spatufilum. Tanaman dalam ruangan yang bagus di tempatkan di sudut mana pun agar memberi kesegaran. Tanpa menunggu waktu lama, Disa langsung pergi menuju Mall Salix 3 menaiki angkot. Sebingkis tanaman dalam pot ia bawa dengan tenang. Angkutan yang ia naiki pun tidak begitu rama penumpang, hanya ada 3 penumpang perempuan di belakang. Di depan ada satu orang laki-laki yang begitu asyik berbicara dengan sopir.

"Berhenti di lampu merah depan ya pak?" pintanya yang duduk di belakang sopir.

Disa menyerahkan sejumlah uang, kemudian turun di pertigaan lampu merah. Melanjutkan perjalanan menuju Mall Salix yang tidak jauh dari lampu merah dengan berjalan kaki. Di sepanjang perjalanan dia melihat banyak karangan bunga ucapan selamat yang dikirim dari berbagai pihak dan perusahaan ternama.

CINTA ALAM UNTUK DISA (DITERBITKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang